Lamunan Bersepeda Ke 111

Jam di bike-computer-ku menunjukkan belum sampai jam 6:30 ketika kumulai menghirup udara pagi yang segar sambil mengenjot sepedaku. Memang, semakin tua, semakin tak perlu lama-lama tidur tubuhku ini. Enam jam sehari sudah cukup dan 'take a nap' 15 menit di sore hari, 10-15 menit 'power brake' alias tidur-tidur ayam di kamarku di kantor sehabis makan siang :-). Itu sebabnya, seorang penggemar tayanganku heran ketika berjumpa kemarin dulu, darimana datangnya waktuku untuk menulis 2-3 tayangan per hari. Jawabnya yah karena waktu tidurku yang cukup sedikit, dan terlebih, camkan ini, karena isteriku yang bae banget, merelakan membagi waktu suaminya buat ente-ente yang demen didongengin Bang Jeha. Sebenarnya, waktu saya untuk mendongeng tidak terlalu menyita waktu. Yang lebih banyak kupakai adalah konsultasi dan konseling cem-macem urusan warga milis dimana daku aktif. Mayoritas tentu dari mereka yang tinggal di Melayu dan terpuruk oleh segala macam persoalan, umumnya masalah keluarga. Ya, temanku di atas kedodoran membaca ceritaku, LB sudah sampai yang ke 111 padahal Kiat Menghadapi Stress belum ia mulai baca :-). Saya memang tak membutuhkan waktu banyak untuk mengarang. Asal ga diganggu oleh telepon man-temanku di Toronto ketika aku menulis, dalam waktu setengah jam selesai satu cerita. Maklum mantan pengarang stensilan :-).

Jalanan menurun dan mengikuti petunjuk isteriku yang memanfaatkan situasi demikian, kupindahkan persneling depanku ke gigi yang paling besar alias front low gear supaya paling laju. Gigi paling kecil di belakang, paling gede di depan adalah posisi yang akan memberikan kelajuan paling tinggi. Weleh-weleh, sang persneling kog engga mau bertahan alias pindah sendirinya ke gigi paling kecil di depan. Kucoba lagi menggesernya, sami mawon, pindah lagi ke si kecil. Sekali lagi, sarua keneh, balik lagi ke posisi yang enteng. Ga kena nih. Kog sepeda ini jadi makan ati :-). Kuperhatikan mekanisme persneling di bawah selangkanganku itu. Tidak rumit seperti di bagian belakang. Sang tuas hanya bekerja pada saat ia dibutuhkan untuk memindahkan gigi. Kusimak bagian atas persneling yakni di tuas yang kita pakai untuk memindahkan persneling. Weleh, kelihatan sekrupnya kendor. Kucoba putar dengan ujung jariku dan benar saja. Melihat alurnya, dengan coin 25 sen aku yakin bisa mengencangkannya dan betul saja. Setelah berhenti sebentar, kuambil coin dari dompet, kukencengin sang tuas, oke lagi prens sadayana. Bang Usman di atas sono tersenyum melihat langganannya tidak membutuhkannya lagi :-). Makasih Bang Usman, ente mengajarkanku banyak hal :-).

Bahuku kuturun-naikkan supaya otot leherku rileks dan terlatih juga. Soalnya saya teringat bertemu salah satu teminku di hari Minggu kemarin. Ia perlu dioperasi tangannya karena terkena RSI, Repetitive Strain Injury, salah satu sumber petaka seorang programmer atau pengarang Internet yang ngetik terus. Kukatakan, kalau sampai dokter bilang perlu dioperasi, aku ga punya kiat untuk menyembuhkannya, udah telat. Ketika tanganmu mulai kesemutan, hilang rasa, mulai sakit, senut-senut, ketika itulah dikau sudah mesti eksyen. Membiarkannya tidak akan menyembuhkanmu dari RSI dan itulah yang selalu terjadi. Kulamunkan hal itu sambil terus menggoyangkan leherku dari kiri ke kanan, atas ke bawah. Soalnya teman kempinganku yang menjadi inpalid sesaat ketika kami sedang berada jauh di dalam hutan, kemarin syer ke ogut. Tangannya belum pulih benar katanya. Oh oh, kataku. You need to make your muscles stronger, kataku lagi. Tidak mudah memang pelaksanaannya, terkadang perlu physio-therapy. Ia katakan, ia akan menghindari J-stroke terus sebab memang mendayung bergaya huruf J itu membutuhkan tangan yang sempurna mekanismenya, persis seperti persneling sepeda :-). Semoga tangannya tidak sampai amblas sebab kami membutuhkan skill mendayungnya dalam waktu 2 minggu lagi.

"Could we ride together and you show me part of the park systems on our way home?," tanya J suhu bersepedaku seusai makan siang. "Sure, we could go as far as Steeles Avenue," jawabku. Rumahnya masih jauh di atas, di kota Markham, antara Highway 7 dan McCowan. Ya, meskipun ia lebih piawai di dalam membetulkan sepeda di Kanada ini, saya dan Cecilia sudah menjalani hampir semua trail bersepeda di kota Toronto. Jadilah kami mengenjot berdua di suhu yang cukup asoi alias mendekati 30C sore ini. Sayang sekali park system atau trail bersepeda ini tidak pas dimulai dari rumahku dan selesai di depan kantor :-). Manusia memang tidak ada puasnya, selalu ada saja yang kurang. Karena bulenya banget-banget, kutunggui si J pake topi pet a la kempetai Jepun, baru helmnya. Lalu ia laburi bagian kulitnya yang masih terekspose dengan sun-screen lotion. Bajunya tangan panjang padahal ogut pake tangan buntung. "Do you want some?," tanyanya menawarkan sang lotion. No thank you. "Do you want to try my hybrid bike?", (bisa di jalan raya, oke di trail) tanyanya lagi. No. Si J emang bae. Di jalanan ia masih menawarkan ogut mencoba sepeda atau sadelnya karena model dimana dua bottom kita bisa ngejogrok, dibandingkan dengan sadel pembalap dimana selangkangan kita yang nongkrong.

Asyik memang mengenjot sepeda berdua, masa bodoh orang dapat menduga kami pasangan gay :-). Ga tau yang mana yang kaya cewek :-). Menjelang tanjakan 401 kami belok kiri menuju Duncan Mills Road sebab disitulah dimulainya trail yang kami tuju. Berkelok-kelok, menanjak menurun, sambil tercium wangi bunga dari waktu ke waktu, memang bak bersepeda di halamannya kahyangan :-). Tidak terasa, kami sudah mencapai ujung trail itu, di dekat Don Mills dan Steeles Ave. Kami berpisah, saya mengambil McNicoll dan J terus ke atas menuju John Street. Meski melalui trail itu trayekku menjadi lebih panjang 6 km, 50% lebih jauh, tapi karena dilakukan berduaan, tidak terasa. Jadi bila Anda mempunyai kawan sehobi, syukur-syukur dengan pasanganmu, usahakanlah melakukan apa-apa berdua, pasti menambah gairah :-). Sekian lamunanku hari ini, sampai di tayangan berikutnya, bai bai lam lekom.

Home Next Previous