Hari ini saya harus bersepeda ke kantorku. Kesempatan terakhir karena esok hari, 14 September, departemenku akan pindah ke gedung yang baru yang letaknya tak jauh dari rumahku. Sudah kutahu, tidak asyik bersepeda ke kantorku yang baru ini di 8200 Warden Avenue. Bila Anda tinggal sekota denganku, tidak ada jalur bersepeda atau 'diamond lane' ke daerah di kota Markham tersebut. Jadi meski ramalan cuaca buruk, kemungkinan hujan dan dingin sepanjang hari, saya tetap setia mengenjot dan menikmati pemandangan sepanjang Don Mills Road, untuk terakhir kalinya. Seseorang yang cukup kawakan bersepedanya, menarik perhatianku. Ia mampu bersepeda dekat sekali ke trotoar, curb istilah anak Kanada. Paling 20-30 cm dari curb padahal saya sekitar setengah sampai satu meter. Akan kusinggung lagi kepiawaian ini di akhir tayangan. sesuatu yang perlu kupelajari agar tidak dihantam mobil di Warden Avenue.
Bos numero uno di comberanku, LVG tadi mengirim email. Sejak Selasa ia terus mengabarkan perkembangan karyawannya maupun usaha apa yang dilakukan comberan kami sehubungan dengan peristiwa teror 11 September di NYC dan Washington. Katanya kira-kira, "There are not enough words to describe our feelings." Ya, selain melamunkan terus musibah wong Amrik dengan dampaknya kepada kita semua di planit bumi ini, memang apapun yang mampu kutulis, tidak cukup atau bisa merepresentasikan apa saja yang kurasakan. Seorang warga milis Psikologi menulis mengharapkan agar wong Amrik bisa berubah menjadi lebih bijaksana. Maksudnya agar sekarang bisa merasakan penderitaan rakyat Irak yang diembargo mereka dan rakyat Palestina yang terus digasak Israel tanpa Amrik mampu mencegahnya. Oom Ray di milis Paroki-Sby sedikit banyak mengharapkan hal yang sama, agar Amrik belajar dari "pengalaman" 11 September itu.
Anda belum memahami psikologi manusia maupun seperti apa suasana hati wong Amrik yang sedang menjadi THP kelas berat. Anda juga mungkin belum pernah membaca tayangan serialku, 'Mengapa Kelik Begok' dimana di salah satunya kudongengkan eksperimen Robber's Cave yang terkenal sedunia. Seorang psikolog Amrik bernama Muzafer Sherif lewat eksperimennya membuktikan betapa begonya pengelompokan, apalagi kalau sampai terjadi perselisihan. Semakin lama akan semakin gila, janganlah mengharapkan perdamaian atau perubahan bisa terjadi. apalagi dengan cara ngebom pakai kapal terbang komersiil :-(.
Seperti saya syer di salah satu tayanganku, kalau saja daku tidak gila kemping dan menolak permintaan juraganku agar tanggal 10 lalu pergi ke Orlando Florida, aku akan mengalami nasib sama seperti doi. Hari ini ia berangkat pulang naik mobil dari sana ke Toruntung, perjalanan beberapa ribu km yang membutuhkan waktu untuk menginap 2 malaman. Ya, kukatakan kepadanya, "There's no way I can go to Florida after promising my wife that we will go camping. She will feed me to the bear." :-) Karena ia tidak mau saya amblas, maka ia sendiri lalu yang pergi. Masih untung tugasnya cuma kesana, coba kalau saja saya disuruh meng-cover account salah satu langganan kami di World Trade Centre. Ada 200 kantor langganan kami di gedung itu saja. Tadi temanku melaporkan bahwa seorang bos dari kantor kami di San Jose, satu divisi dengan Pa'ul temanku, ikut amblas di pesawat UA 93 yang dari Newark ke San Francisco. Diperkirakan 500 warga Kanada juga amblas di sekitar Manhattan karena banyak cabang kantor Kanada di WTC itu. Informasi seperti ini mulai bermunculan, bahwa korban adalah orang yang kita kenal atau dekat dengan kita. Cak Nur juga melaporkan tewasnya Eric Hartono putera Pak Samadikun Hartono, bos PT Modern Photo yang kukenal karena Bang Jeha yang menjuali komputer ke mereka (bersama HM salesrep prenku secomberan dulu) karena ia ada di pesawat UA 175 yang menabrak menara selatan WTC. "The list can go on," kata anak sini. Hanya berita atau tontonan yang paling gila dari yang tergila adalah berdansa dan berpesta-poranya kelompok THP di Timur Tengah, melihat kesengsaraan dan malapetaka yang dialami rakyat Amrik. Bagaimana wong Amrik maupun pemerintah mereka akan bisa berubah untuk menjadi "merpati"? :-(
Lamunan kuteruskan lagi. Mungkin Anda sedang berkwatir sehubungan dengan peristiwa teror 11 September itu, entah karena apa. Gantian sekarang sedulur kami yang tinggal di Melayu yang pating kebingungan karena tidak tahu apakah Bang Jeha pergi atau Empoknya dimana di hari Selasa lalu. Kukatakan, "Dimana iman kalian?" Karena ini bukan tayangan rohani, kita berpaling lagi ke sang pengendara sepeda yang kusitir dimuka. Satu dua kali saya coba mengikutinya, hampir saja pedal sepedaku menghantam trotoar dengan akibat yang mungkin fatal. Lalu kuganti siasat. Mataku kualihkan dari hanya menatap beberapa meter kemuka, menjadi puluhan meter ke depan. Eeeh eeeh, aku lalu bisa bersepeda hanya 20-30 cm dari curb. Itulah seninya rupanya. Tentu saja karena pengalaman puluhan tahunku bersepeda, hal itu menjadi mungkin. Seperti itu jugalah kita harus menghadapi hari-hari mendatang. Tidak hanya berpikiran seminggu sebulan ke muka dan lalu berkwatiran. Tetapi menatap jauh ke depan dan menjadi manusia yang selalu berpengharapan. Percayalah bahwa lebih banyak manusia yang berkemauan baik di dunia ini, mereka yang batil pada suatu ketika akan kalah dan lenyap. Tataplah jauh ke depan di dalam mengenjot sepeda kehidupanmu. Semoga dikau akan selamat, tidak terserempet "mobil" dan tidak juga menghantam "trotoir" kehidupan. Salam dari Toronto, kita doakan bersama seluruh warga THP baru akibat ulah teroris di 11 September. Bai bai lam lekom.