Rugi sebetulnya summer ke luar batang sebab musim panas di Kanada ini perlu sekali dinikmati. Hari-harinya panjang dan pada umumnya matahari tidak seterik di Asia dan kalau malam suhu menjadi sejuk. Yang lebih penting, jam 9 malam hari masih terang sehingga itulah sebabnya jumlah penduduk Kanada hanya 15% dari di Indonesia yang rakyatnya "berekreasi" di malam nan gelap. Sebetulnya ketika belum meninggalkan Kanada untuk kunjungan muhibah kami ke mancanegara, saya dan Cecilia sudah mulai bersepeda. Tetapi "lamunan" ketika itu penuh dengan cem-macem hal yang menyangkut persiapan untuk pulang kampung sehingga tidak akan menarik Anda membacanya.
"Wah, kita akan lewat gunungan sampah," kata Cecilia sedikit complain ketika kami akan mulai berangkat bersepeda kemarin dulu. Memang trail kami melewati tempat pembuangan sampah di Victoria-Mc Nicoll yang dijadikan 'pool' buangan sampah selama tukang sampah mogok lantaran Bang Jeha ga pulang-pulang :-). Untuk Anda bukan warga Toronto, sudah sejak sebulanan ini mereka mogok. Biasa, ada saja alasan untuk karyawan kurang puas, gaji kekecilan, tunjangan terlalu sedikit, jaminan hari tua tak ada, "isteri" (sejenis atau same-sex) tidak bisa dimasukkan ke dalam tunjangan, deeste deesbe. Kali ini tukang sampah menginginkan job security, agar tak bisa di-PHK saenak udele majikan. Menyingkat cerita pemogokan, mendengar bos-nya Cecilia, John Paul II tak lama akan segera datang, kemarin para politikus atau DPR Ontario sudah menelorkan undang-undang yang mengharuskan para tukang sampah untuk mulai bekerja kembali, segera. Soal complaint mereka akan diatur oleh juru damai.
Bukan soal pemogokan yang kurenungkan selama mengenjot melewati gundukan sampah itu tetapi betapa, tidak begitu baunya. Apakah mungkin karena saya baru saja pulang dari Jakarta, ibukota sampah sedunia, ataukah memang sampah anak Kanada relatif wangi :-). Seriusan, sampah itu memang tidak bau. Mungkin disemproti disinfectant, mungkin ditaburi deodorant oleh para tukang sampah yang sedang piket di 'pool' sampah tersebut. Everything is relative. Ketika terakhir tinggal di Jakara, rumah saya di Kayu Putih Utara A/8. Di seberang Jalan Raya Kayu Putih, terletak gundukan sampah yang merupakan pool sampah ketika itu, tepatnya di belakang Pacuan Kuda Pulo Mas. Kalau angin yang berhembus arahnya ke rumah kami, boleh dijamin bau "parfum harum semerbak" akan melintasi syaraf penciuman kami. Sedaaap. Karena itulah, bagi saya gundukan sampah di Kanada adalah hal yang sudah biasa. Saya juga pernah atau mungkin sudah keseringan, mensyer betapa kemacetan lalulintas di kota ini tidak ada artinya dibandingkan Jakarta. Koreksi sedikit, tidak ada artinya dibandingkan kemacetan lalulintas menjelang Ciawi menuju Puncak. Semacet-macetnya lalulintas Toronto (biasanya karena kecelakaan atau ada perbaikan jalan), kendaraan masih bergerak dan okenya, tidak ada todong atau jambret di jalanan :-).
Cecilia terus mengenjot di muka, suatu formasi standard kami bila kami tak bisa saling bersebelahan bersepedanya. Soalnya kalau aku di muka, bukan hanya tukang sampah yang akan mogok :-). Isteriku sebel banget kalau ia ketinggalan bersepedanya, maklum ia bukan pembalap. Ban sepedanya kulihat kempes dan sudah kunasihatkan untuk memompanya di tukang bensin. Tak ia gubris, biarin azha. Karena ia memang tak rewel, bermobil asal bannya masih menggelinding tak perduli apa mereknya, bersepeda pun asal masih muter bila ia enjot. Kubiarkan ketika ia akhirnya mengatakan, "Kog capek ya." Ban yang kempes akibatnya ya demikian, lebih berat digenjotnya. Seperti banyak hal, ada tekanan optimum dari ban sepeda sehingga asyik untuk digenjot dan tidak meletus serta tahan lama. Ukuran optimum ini kutak-tahu berapa psi, pound per square inch-nya, tapi ada di ujung jari jempol dan telunjukku ketika mengecek kempes kencangnya suatu ban sepeda. Kalau kupencet melesek, berarti kempes dan kalau tidak bergeming berarti kekencengan. It is as simple as that, kata anak yang kurang ajar, metoda kiss, keep it simple stupid. Kalau metoda ini mau dijabarkan lebih lanjut, janganlah terlalu berkwatiran. Hidup sehari sudah cukup kepusingannya, kataku kepada seorang warga milis Serviam yang sudah mulai dipenuhi kekwatiran. Bagaimana nanti kalau melamar ke Kanada, diterima sebagai imigran. Bagaimana mencari pemondokan, bagaimana mencari sekolah anak-anak, bagaimana mencari pekerjaan, gimana ini, gimana itu. Tak heran tayangan di milis Serviam sudah mencapai hampir 12 ribu postings. Isinya mayoritas pengejawantahan kekwatiran warganya :-).
Enjotan sepeda kuteruskan dan kami sudah sampai di awal trail bersepeda yang terletak di barat Leslie Street, beberapa ratus meter di bawah Steeles Avenue, jalan yang membatasi kota Toronto dengan Markham atau Unionville. Udara segar dan sejuk menyapa kami, tak ketinggalan burung yang rajin berkicau karena senang tak bakal ditangkap serta diadu dijadikan obyek taruhan manusia Indonesia :-). Ya, sejak dahulu kala bukan hanya pertandingan sepak bola yang dijadikan ajang taruhan, sampai-sampai jagoanku kaya si Ramang (eks pemain PSM) amblas karirnya makan sogokan, juga dari burung sampai ke jangkrik diadu di Melayu. Nasib cowok Kanada ini tidak seoke orang Bali dimana perempuannya bekerja, laki-lakinya ngadu ayam dan berseni :-). Menjadi anak Kanada dengan latar belakang Indonesia memang suatu rahmat. Di awal tayangan sudah kusinggung mengenai relatif (tidak bau)nya sampah dan kemacetan lalulintas. Di akhir tayangan ini, bahwa hidup kita sungguh diperkaya sudah diperkenankan oleh Oom Han untuk selama beberapa puluh tahun tinggal di Nusantara yang (pernah) aman damai asri menyenangkan hati. Akan halnya para prenku yang masih mencangkul di kampung, tetaplah hidup berhati- hati dan kalau naik taksi, jangan lupa minta dibuka bagasinya. Sampai berjumpa, salam dari Toronto, bai bai lam lekom.