Lamunan Bersepeda Ke 137

Sebentar lagi 23 tahun saya tinggal di kota Toronto ini, mungkin lebih lama dari usia Anda :-). Selama itu saya tinggal di kota ini, tak pernah saya melihat orang atau tepatnya mobil antri bensin sepanjang kemarin. Seluruh lapangan pompa bensin penuh dengan mobil. Di luar di jalan raya, mobil berlerot kaya semut berpuluh-puluh; antri. Mengapa?, tanya Anda yang bukan warga kotaku ini. Karena dalam rangka prosmotsi kota kami yang indah nian di tepi Danau Ontario, bahwa yang kena SARS hanyalah segelintir manusia, maka tukang bensin menurunkan harga sehingga 'at cost', 49.9 sen per liter. Akibatnya semua orang berlomba-lomba keluar rumah dan mengisi tangki mobilnya yang selama ini rupanya kekeringan bensin. Yang membuat saya tersenyum di kulum, bukan saja mobil butut yang antri, bela-belain harga dengan pompa bensin lainnya yang pasang tarip dari mulai 57 sen s/s 67 sen, tapi ada BMW, Mercy, Cadillac, deeste deesbe. Ya, pemandangan itulah yang mulai ada di benak saya ketika di hari yang tak kalah indahnya kemarin, saya mulai mengenjot sepeda saya dari Edward's Garden ke downtown Toronto.

Untuk hanya menghemat 50 liter kali 10 sen-an, 5 dollar, orang (kaya pun) mau membuang waktunya, paling sedikit setengah jam, mungkin satu jam sebelum ia bisa memompa bensin ke bo'ilnya. Seorang teman saya eks secangkulan, ketika mengetahui berapa gaji big boss kami, Lou Gerstner waktu itu, menghitung. Kalau si Lou menjatuhkan uangnya $ 100, ia tak bisa 'afford' untuk membuang waktunya mengambil uang yang dikaja jatuh itu, memungut dan memasukkannya lagi ke dompetnya. Waktu terbuangnya selama beberapa detik sudah jauh lebih berharga daripada uang $ 100 itu :-). "How are you doing Jusni?," salah satu dari teman saya mulai bertanya. Pertanyaan yang bagi Anda kedengarannya sangat 'innocent' atau mungkin rutin, bagi para prensku bersepeda kemarin, mengandung muatan khusus. "Oh, I am enjoying every minute of my retirement," jawabku. Ya, merekalah yang kalau sudah sumpek di kantor, mengajak saya bersepeda atau kemping ke luar kota. Sama seperti saya bingung melihat ada orang ber-BMW mau antri bensin dengan selisih harga 10 sen/liter, mereka juga bingung punya teman pensiun di usia 54 tahun :-). Saya tahu mereka iri, tetapi suatu irihati yang positif :-). "Stop thinking about work!," sesekali mereka menjerit ke satu sama lain. Berlima kami bersepeda, saya dan Cecilia, mereka bertiga.

Tak lama kemudian, kami tiba di Ernest Thomson Park dimana, saya tahu, ada acara canoeing para canoeist di kota ini menyusuri Don River. Puluhan kanu berjejeran lagi di pelataran parkir taman tersebut. Pren kami yang cewek nyeletuk, "My goodness, I don't think I have ever seen these many canoes in my life. Well, I have seen some at the canoe outfitter but still this is something special." Benar juga dia, bukan saja jumlah kanunya seabrekan, suasananya pun seperti suasana pesta. Ya, para canoeist itu berkanu, setiap minggu pertama di bulan Mei, guna mengumpulkan uang bagi konservasi alam, khususnya kelestarian sungai Don di kota Toronto ini. Sejenak Cecilia dan saya berhenti, memperhatikan beberapa kanu mulai menyusuri sungai. Air liur-nya bertitik, bak Anda-anda warga sekotaku rindu akan Gado-gado Boplo :-) atau Bakmi GM atau barangkali rujak cingur :-). "Let's go back and get our canoe," katanya di hadapan pren kami. Mereka hanya tertawa karena mereka juga canoeist kayaker. Bermain air berkanu di sungai adalah salah satu kenikmatan duniawi yang jauh lebih asyik daripada ber-BMW dan antri di pompa bensin :-). Kalau kami terpaksa harus menyumpah-serapah, paling-paling kepada para beaver yang sudah membuat bendungan melintasi sungai sehingga menyukarkan perjalanan kami. Supir-supir yang antri bensin tersebut, saya jamin (dan dilaporkan di koran) pada saling menyumpah-serapah sesamanya yang atau nyerobot atau kehabisan bensin pas gilirannya sudah tiba :-).

Lamunan atau tepatnya enjotan sepeda kuteruskan lagi. Karena trail yang buruk waktu bersepeda di Credit River Trail dua mingguan lalu, sepeda saya hampir putus kawat persnelling belakangnya. Tinggal seuntai sehelai kawat. Sudah saya bawa ke bengkel dan mereka harus memesan 'gear shifter'nya karena juga sudah rusak, mungkin pecah waktu saya lemparkan sepeda saya begitu saja dan terantuk batu karang yang banyak di trail tersebut. Part-nya belum tiba waktu hari Sabtu kemarin saya kembali ke bengkel tsb. Jadi, akibatnya, sepeda saya hanya bertiga persnelling, bukannya 3 kali 7 persnelling di belakang. Ya, tiga persnelling adalah bagian depannya saja yang bisa saya pindah-pindahkan ke 3 posisi. Akibatnya otot saya terasa lumayan ketika 20 km kemudian kami sampai di tempat tujuan utama kami bersepeda, toko olahraga MEC, Mountain Equipment Co-op, toko favorit saya di dunia :-). Sebagai dalih keagak-gemporan saya, ketiga teman saya itu, yang dua anggota TBN, Toronto Bike Network, klub bersepeda yang kalau trip, jarak seharinya adalah dari Toronto ke Niagara Falls, 150-an km :-). Jadi kecepatan mereka konstan sekitar 20 km per jam dan istirahat cuma sebentar menonton kanu diluncurkan :-).

Sambil menikmati makan di suatu resto makanan sehat di Queen's Street, dimana yang dijual selain sayur mayur buah doang (veggie store) juga ada tempenya:-) kami berunding mau ngapain lagi. Ada yang usul ke Toronto Island, aje gile, alamat 20 km-an lagi alias bolak-balik bakal 80 km :-). Ta use ye. Ada yang mau ke beach dan saya bilang, "Gih deh elo elo pade ke Cherry Beach, gue temenin ampe ampir masuknya, gue ame Cecile pulang azha." :-) Itulah memang risiko bersepeda dengan kawula muda, wong sinting semua. Akhir-akhirnya, ketika kami hampir berpisah di trail persimpangan ke Cherry Beach, mereka ikut menyeberang bersama saya menuju Don River trail kembali. "You are changing your mind?", tanya saya. Mereka mengangguk dan saya tak perlu bertanya 'why'. Itulah bedanya antara sahabat so-so dan sahabat sejati. Mereka mau bersama-sama lagi menikmati perjalanan pulang bersama kami berdua sebab kami berdalih (sebetulnya udah cape :-)), "We have a meeting." Tidak kulanjutkan tentu bahwa kami belum ke Misa dan sebagai saurang Katulik, adalah engga OK bila mampu tapi tidak ke Misa Minggu. Tentu saja tak kami jelaskan rincinya sebab mereka agnostic semua alias tidak punya Oom Han. En toh itulah perilaku manusia "tak bertuhan", tak mau meninggalkan temannya. Sampai berjumpa di lamunan berikutnya, bai bai lam lekom.

Home Next Previous