Mahatma Gandhi konon suatu ketika berkata bahwa berdosalah orang yang memiliki barang tapi tidak pernah memakainya. Di dalam skala yang lebih kecil dan sama sekali bukan mau menyaingi Gandhi, Bang Jeha berkata berdosalah kalau udara cerah, langit tak berawan dan suhu 20C, kita hanya duduk di dalam rumah, amit-amit di muka komputer :-). Karena sudah cukup dosa hamba selama seminggu terakhir ini, maka supaya tidak bertambah lagi, sepeda kukeluarkan, tentu saja bersama isteriku, it is part of the deal :-). Rumah kami memang tak terlalu jauh dari trail bersepeda yang lumayan sekali di daerah utara kota ini. East Don Parkland trail. Dari rumah tinggal bersepeda sampai ke Leslie dan Steeles untuk lalu mulai ngenjot di trail yang asri pemandangannya. Bukan itu saja, asyiknya bersepeda di musim semi adalah semerbaknya wangi bunga sepanjang jalan, dari mulai kemboja, cempaka, tanjung sampai melati. Baunya doang pren sebab sori banget saya tidak tahu bunga apa yang wanginya mirip bunga-bunga tersebut di tanah air beta.
Seorang nyonya tetangga terokmok tersenyum melihat kami. Kalau saya dan Cecilia menjalankan anjing kami dan berjumpa dengannya, isteriku suka berkata, "Kalau aku segendut dia, kamu engga bakal ajak-ajak aku lagi kali yah?" Dengan mantep Bang Jeha Anda menjawab "yup". Soalnya ketika bersumpah-setia di Misa Pernikahan, cuma ada kalimat: dalam untung dan malang, dalam sehat dan sakit, tetapi tidak ada dalam kurus dan gemuk :-). Kidding aside kata anak Kanada, memang pasutri sering bubaran ketika yang satunya berubah menjadi di luar 'expectation' saat sang dua sejoli mulai menempuh hidup baru mereka. Si isteri mungkin mengharapkan suaminya bekerja 40 jam seminggu tapi setelah menikah kog jadi 100 jam. Si suami mungkin mengharapkan isterinya berpenampilan oke setiap ia pulang kantor tetapi kog setelah kawin jadi lusuh dan suka cemberut lagi. Semoga Anda tetap mengajak suami atau isteri Anda meski sesudah menikah ia menjadi terokmok :-).
Udara menjadi sejuk saat kami mulai masuk di trail saking rindangnya pepohonan disitu. Sepasang sejoli yang sedang pangku-pangkuan di bangku taman menatapku dan kuperhatikan dengan seksama posisi tangan mereka :-). Si cowok negro dan si cewek bule. Biasa pasangan "kopi susu" seperti itu di kota ini, cowok bule cewek item lebih jarang meskipun ada. Tangan mereka normal alias ada di bahu. Tetapi jelas sekali, pangkuan di depan umum menandakan "gue ude naksir banget ke elu". Mudah sekali untuk men-test apakah saurang awewek sudah naksir ke kita atau belum. Peluk di muka umum dan kalau tangan kita ditepis, artinya usaha kita menaklukkan hatinya masih kurang :-). Ada beberapa pilihan kalau hal itu terjadi. Bila cewek itu belum kita taksir banget serta dunia tempat tinggal kita bukan sebesar daun kelor alias banyak pilihan lainnya, ucapkan selamat jalan saja :-). Bila kita memang sudah naksir ngebet dan tahu si cewek ini bakal mau diajak masuk hutan kapan saja dan dikasih makan indomie goreng doang :-), artinya kita mesti tetap tekun.
Adegan pangkuan kutinggalkan dan sambil menikmati asyiknya bersepeda di trail di tengah semerbaknya bunga, saya teringat pertemuanku dengan beberapa warga Melayu di Toronto beberapa hari lalu. Sebagian besar masih harus berjuang mencari sesuap kentang, boro-boro pensiun :-). Satu dua masih menanyakan atau merenungkan juga kehidupannya apakah tidak salah pindah ke Kanada ini. Namun mereka sudah bisa menjawab sendiri bahwa banyak hal yang tak mungkin mereka peroleh bila masih tinggal di Indo, a.l. bebas dari kekuatiran pelaksanaan UU Sisdiknas :-). Seriusan, mana mungkin mereka bisa nyemplak sepeda mau kemana saja kapan saja dan membawa apa saja. Paling sedikit mereka harus membawa dua dompet, yang satunya yang untuk dikasih tukang todong, membawa dua handphone, yang satunya yang jelekan atau sudah rusak. Seorang yang kuceritai bahwa begitulah akal orang hidup di Jakarta saat ini bertanya, "Gimana kalu kita salah kasih dompet, bukan yang isinya cuma ceceng". Namanya elu goblok dan engga pantas hidup di kota Betawi :-), pindah saja ke Toronto.
Melamunkan soal pindah lagi, tadi sebelum saya cabut saya ditelepon oleh Melayu di Amrik yang mau mensponsori ortunya jadi imigran. Ia Canadian PR tapi sedang nyangkul sebentar di Philadelphia katanya. Berkat banyaknya spion Melayu saya, disamping Bang Jeha suka jadi konselor seks :-) saya juga suka ditanyai soal imigrasi. Katanya, "Berapa lama kira-kira kalau saya mensponsori ortu saya di Indonesia untuk ke Kanada." Kataku, sekitar 3 tahun deh. Mungkin ia loncat dari kursinya atau Anda pun yang sedang berpikir mau ngimpor nyokap bokapmu demikian pula. Ya prens, Kanada negeri Bang Jeha saat ini lagi laku banget, bukan saja lebih nyaman ditinggali dari di Amrik, tetapi trail bersepedanya asoi-asoi :-). Kulanjutkan menenangkan hatinya. Kalau saya jadi kamu, saya suruh ortu saya datang ke Toronto pakai visa turis dan lalu disponsori dari dalam Kanada. Bisa lebih cepat dan kalau mujur, 6 bulan beres. Ia percaya kepada konselor imigrasi Anda sehingga nasihatku akan dilakukannya.
Enjotan kuteruskan tetapi melewati Finch mendekati Sheppard, isteriku mengajak balik saja sebab matahari sudah semakin condong alias sebentar lagi jalanan akan gelap. Kulihat odometerku, 10 km alias lumayan 20 km bolak-balik artinya. Sesudah menikah 28 tahun, permintaan 'da boss' harus kita patuhi, apalagi kalau ia tidak terokmok :-). Baliklah ceritanya kami berdua sambil diiringi ucapan bai-bai dari seekor cardinal yang manggung di atas pohon beringin. Peciuuu, peciuuu, katanya, artinya: goodbye goodbye, till we meet again.