Lamunan Bersepeda Ke 139

Kalau listrik mati lagi di kota ini, prenku J adalah orang yang paling siap. Ketika aku sudah selesai membayar di kasir toko barang kemping MEC, Mountain Equipment Co-op di downtown kemarin, kuperhatikan digital display di layar kasir tempat J ngebayar. Enam ratus dollar sekian mek, gile banget :-). Bayangin padahal belanjanya naik sepeda alias ia tidak bisa memborong banyak. Segala macam jenis senter ia beli, dari yang mulai dipakainya di kepala dengan xenon bulb, sampai sentolop biasa pakai baterei AA. Itu standardnya, asal batereinya AA, ia beli :-). Beberapa baju hangat, fleece istilahnya yang satunya seharga $ 100 ia borong. J tidak mau kedinginan kalau sampai mati lampu sebab ia masih wong lajang, mencari-mencari cewek mana yang mau mensyer kekayaannya (tapi belum ada-ada seh) :-).

Beberapa kali ia berterima kasih kepada saya mau mengajaknya naik sepeda di hari yang indah, di suhu yang ideal sekali kemarin. Ya, untuk urusan naik sepeda, ia bak prenku sekampung Melayu dulu, yang dengan 'one day notice' bisa/mau cabut sama-sama kemping, kalau perlu berdua saja. Bersepeda bertiga memang lain sinergy-nya dengan hanya duaan wae. Sebetulnya kami berempat jadinya. Di awal jalan tak jauh dari tempat start di Edwards Garden, seorang opa-opa ngikut. Ia mulai ngobrol dengan J dan belakangan banyakan dengan ogut yang bersepeda di paling belakang. Atut paling depan,si bosku suka ngomel :-). Si gaek pren sekelebatan, tadinya mau keluar di Bloor katanya. Kukatakan ayuk ikut kita, kita bakal lewatin Bloor (jembatan dan subwaynya di atas kita). Karena jalanan ke Don River trail itu memang tidak mudah diketemukan begitu saja, apalagi bagi yang belum pernah seperti dia, ia juga berkata beberapa kali, "I am so glad I met you. I have heard about this trail so many times and I have never been on." Hobinya bersepeda katanya, sudah 35 tahun di Toronto. Tinggalnya di downtown, Wellesley dan Bay (Street). Profesinya tukang pos, setahun lagi pensiun alias umurnya 64. Jadi itu rahasianya kenapa ia kuat mengenjot terus sampai, akhirnya ke Lakeshore bersama-sama kami bertiga. Ketika menjelang jembatan Bloor, kutunjukkan bahwa kita sudah sampai. Namun, melihat jalan pertama untuk keluar, suatu tangga dengan puluhan undakan, ia urung. "Is there an elevator?," tanyanya setengah bercanda. Semua keluaran dari Don trail ke jalanan adalah seperti itu, dengan satu dua kekecualian kalau Anda mau cari mati, bisa masuk bolongan pagar menerobos jalan kereta api yang dibuat beberapa wong nekads. Ternyata ia penderita asthma alias tidak merasa akan kuat menggotong sepedanya naik beberapa puluh undakan tangga. Jadi kami terus ngobrol sepanjang perjalanan, mensyer hobi atau kegiatan masing-masing. Mudah sekali berteman kalau kita sama hobinya meskipun usia kami berbeda jauh :-).

Kembali kepada keroyalan J, sesungguhnya ia tidak boros-boros banget disamping 'he can afford it'. Semua barang yang dibelinya adalah dalam rangka membuatnya lebih fit, untuk keperluan bersepeda atau dalam rangka survival sebab ia beli juga lilin kemping seharga $ 20-an. Saya jadi teringat kepada keborosanku ketika belum lama bekerja, gaji lumayan gede dan masih bujangan. Sering kalau makan siang, saya pergi ke Hotel Indonesia Intercontinental (sekarang rasanya udah jadi Hyatt Hotel di bunderan Thamrin itu) dan makan dewek, menikmati hidangan a la bule :-). Seorang pren saya, Russel yang kerja di kantor KLM disitu, sesekali melotot kalau lihat saya keluar dari Java coffee shop HI dan bilang "Gile loe, gue nyang kerja disini bawa roti buat makan siang," dan saya hanya tersenyum. Life is too short, we need to enjoy it :-). Sekarang lain perkara, saya menjadi si pelit bin kikir. Sambil menunggu J ngeborong terus, saya dan bojoku duduk membaca-baca buku dekat bagian pakaian, tak jauh dari rak-rak tempat backpack, di lantai 2. Cecilia membaca 'backcountry cooking' cari-cari ide buat menu ke Lake Louisa :-) dan saya menyimak Peterson Field Guide to Stars and Planets. "Bagus nih buku, bagus banget," katanya sambil membuka-buka halamannya. "Piro dear?," tanyaku dalam bahasa ngawuran alias Jowo Inggris. Dua puluh dua dollar saja mahal, kulihat label harga yang diperlihatkannya. "Kita beli di Internet (di toko buku bekas) saja," jawabku menenangkan kemauan belinya :-). Itulah bedanya wong lajang dengan yang sudah kecangcang kaya Bang Jeha sekarang :-).

Lamunan kuteruskan sambil tetap ngenjot di belakang isteriku. Di tanjakan panjang menjelang Don Mills South menuju Taylor Creek Park kulihat ia mulai memainkan mengecilkan persnelingnya. Meskipun pada saat itu kami sudah menempuh lebih dari 30 km, ia masih cukup fit alias ia tidak perlu sampai memakai persneling terendah. Itulah manfaatnya portaging :-). Ya, memang kami lebih fit dibandingkan dengan di awal musim semi tentunya, ketika kita semua yang tinggal di Kanada baru keluar dari kepompong musim dingin. "Hebat loe kuat," kataku memujinya melihat ia tetap memakai persneling di bagian tengah. Ya, ia perlu kusemangati sebab portaging yang berikutnya yang akan kami lakukan bersama 9 wong sinting lainnya tidak main-main, 3 km mengangkat beban puluhan kilo. Bagusnya, yup kita selalu perlu mencari yang positif, suhu sudah sejuk seperti kemarin kami bersepeda, tidak ada lagi serangga pengganggu. Tubuh juga tidak sampai berkeringat banyak meskipun di beberapa etappe kami harus mengenjot menanjak. Minuman cukup sebotol karena tidak terlalu haus kepanasan, kulit tidak perlu lagi dilaburi sun-tan-lotion. Pokoknya, berolahraga di saat-saat sekarang, esok musim rontok dimulai, ideal sekali. Sampai berjumpa di lamunan berikutnya, bai bai lam lekom.

Home Next Previous