Lamunan Bersepeda XXXI

"How are you and how is V.?", demikian pertanyaan saya kepada C. isteri teman saya V. yang ceritanya saya tayangkan di tayangan 'The Hurting People XXIV'. "I am fine but he is still too weak. They cannot start chemo(therapy) on him yet," jawabnya. Ya, pikiran saya banyak teralihkan kepada V. hari-hari ini sambil saya bersepeda ke kantor p.p. Beberapa kolega saya yang mengenalnya sudah saya beritahukan. Macam-macam reaksi manusia. Menarik memperhatikannya, sama seperti menarik melihat dampak dari "musim tayangan forward" yang tengah berkecamuk dan menghantam P-Net :-(. Ada yang hampir mau menangis, ada yang berkata, "My God, liver cancer is devastating and usually quick", ada juga yang tidak begitu acuh, ada yang mau mengirimkan bunga dan yang mau menengok.

Setiap hari sepanjang route saya, saya melewati beberapa 'stop sign'. Bukan lampu lalulintas tetapi suatu rambu berbentuk segi enam, merah catnya dan bertuliskan kata 'STOP' dalam warna putih. Pengendara sepeda seharusnya patuh kepada peraturan lalulintas dan betul-betul berhenti di 'stop sign'. Hampir tak pernah saya melihat "kolegaku" melakukannya. Paling banter kami melakukan apa yang namanya 'rolling stop', yakni pura-pura berhenti tetapi ban tetap menggelinding.

Bukan hanya V. yang melanggar "stop sign" kehidupan. Ayahku yang meninggal karena thyroid cancer, jelas-jelas melanggarnya di "siang hari bolong" :-(. Sudah berbulanan ia sebetulnya sakit dan ia tahankan serta tidak memberitahu- kan anggota keluarganya, sampai kankernya masuk ke stadium III/IV. Kata V. kepada saya, "I still remember you told me to do a check-up." Hanya itu yang diingatnya, namun tidak dilakukannya. Lalu Cecilia bertanya kepada saya, "Apakah menurutmu kankernya itu akan ketahuan kalau ia melakukan medical check beberapa bulan lalu?" "Tak tahu aku," jawab saya. Tetapi saya merasa bahwa ia mengabaikan "stop sign" yang antara lain, melalui saya, sudah diberikan oleh yang mengatur "lalulintas kehidupan".

Mudah sekali memang melanggar 'stop sign' di route bersepedaku. Tinggal celingak-celinguk, kalau-kalau ada mobil yang akan berbelok melintasi kita. Bila keadaan sepi-sepi, orang blo'on apa, berhenti dan menghitung 1-2-3 sebelum berjalan kembali? Namun, yang memasang rambu lalulintas itu sebetulnya ingin melindungi diri kita maupun orang lainnya. Demikian pula kehidupan ini, banyak "rambu lalulintas" yang sudah diberikan-Nya untuk melindungi kita semata, namun sering-sering kita langgar. Sebagian karena kita tidak mau merasa blo'on, sebagian karena kita sok jago, sebagian karena kesombongan kita, 'I know wnat I am doing', sebagian lagi karena kita 'take things for granted'. Saya hanya dapat merenung hari-hari ini, apakah saya akan bersikap seperti temanku V. bila ada "stop sign" kehidupan dijogrokkan di depan mataku? Masalahnya memang bila aku tidak tahu bahwa itu adalah 'stop sign', ataukah aku tidak mau tahu? Selamat merenung bersamaku hari-hari ini, salam dari TO.

Home Next Previous