Waktu saya di Indonesia, sahabatku anak tapian nan uli bercerita. Ia disayang teman-temannya sebab selain ia sendiri jenaka, ceritanya lucu-lucu :-). Begini kira-kira dongengnya. Alkasih seorang pedagang dari Tarutung :-) (trims untuk nickname kota Toronto ini Bu Wuri) yang benaran, menumpak kapal membawa barang dagangannya ke Betawi. Seperti memang kerap terjadi, di Selat Malaka, hujan lebat turun dan ombak menjadi besar. Kapal yang kecil terombang-ambing dan oleng tidak karu-karuan. Ia lalu berteriak (dan temanku tentunya bercerita memakai logatnya :-)), "Hei tuhan, tolong dong angin ribut dan hujan badai ini diredakan, nanti aku berjanji untuk memberikan hartaku kepada Paroki-Net, eh salah, nanti aku tidak berdagang sepatu memaksa, eh salah lagi, nanti aku akan memberikan uangku kepada teman-temanku di kapal ini." Reda ceritanya hujan dan angin itu dan kapal serta penumpangnya selamat semua. Lalu tentu teman- teman si Tarutunger menagih janjinya. Katanya, "Ah kamu ini, bodoh belaka, tak tahu kamu bahwa tuhan sudah kutipu lagi."
Kemarin kantor saya yang "compassionate" memberikan libur ekstra karena hari Senin, Labour Day, atau libur resmi di seluruh Canada. Jadi kami mendapat 4 hari libur saat-saat ini. Karena ada undangan pernikahan hari ini, si gila kemping "terpaksa" bercokol lalu mendongeng :-). Nah, kemarin, dibekali suatu 'get well card' yang sudah ditulisi teman-teman di kantor, saya dan Cecilia mengunjungi teman kami V. yang terkena kanker lever. Rumah sakitnya sekarang di down town, di pusat kemacetan kota, jadi kami bersepeda kesana. Kaget saya waktu melihatnya :-(. Dua minggu lalu ia masih lebih oke. Ia sudah mendapatkan chemotherapy eksperimentil, istilah kerennya clinical therapy. Konon kanker lever di stadium lanjut demikianlah terapinya. Isterinya tidak mengetahui atau mengerti bagaimana prognosanya. Ia hanya dapat berkata, "He is in an advanced stage." Matanya sudah kuning sekali. Belum pernah seumur hidup saya melihat manusia dengan mata sekuning itu, seperti diwarnai :-(.
Namun, ia bergembira melihat kami berdua datang. Waktu membaca pesan-pesan 'get well' untuknya di kartu itu, mukanya berseri dan ia tersenyum-senyum. Lalu kami sedikit mengobrol. Sudah saya ceritakan bahwa ia dan saya sering berduaan keluar makan siang dan sering kami ke Pizza Hut. Katanya, "Jusni, if I get well, we go to a very nice restaurant, with excellent food, much better than Pizza Hut." "Sure V., if you are well again, we go out together." Katanya lagi, dan ini membuat saya terhenyak dan melamun sepanjang perjalanan pulang bersepeda yang 30 km, "Jusni, if I get out from this hospital, I will dedicate my time to the Church." Saya hanya mampu mengangguk. Di dalam hati saya lalu berkata ke diri sendiri, "Yah V., engkau ada di dalam stadium 'bargaining'," sama seperti pedagang Tarutung di atas. Semoga memang terjadi mujizat dan ia dapat keluar dari rumah sakit di dalam keadaan sehat-walafiat, itulah doa kami di akhir kunjungan dan harapan kami senantiasa.
Sambil melamun dan bersepeda berdampingan dengan Cecilia, saya bertanya baik ke diri sendiri maupun ke dia, "Yang, kalau aku yang terbujur di rumah sakit itu, mungkinkah aku berkata, bila aku sembuh lagi, siang malam pagi sore aku akan berkarya bagi gereja? Atau barangkali aku akan berkata, why me God?, atau barangkali aku akan marah kepada Tuhan yang tidak adil?" Saya tak tahu apa saja yang ada di pikiran isteriku selama mengenjot sepeda 30-an km itu. Saya hanya dapat menduga-duganya. Ia berkata, "Yah, coba si V. menuruti nasihatmu waktu bulan Januari lalu kamu menyuruhnya medical check." Cecilia sedang di dalam proses 'what if' yang sering berkaitan dengan perasaan bersalah atau penasaran. Di dalam hal teman kami, perasaan penasaran bercampur kesedihan. Yang sudah berlalu memang tidak untuk disesali tetapi dijadikan pelajaran. Memandangi orang-orang hilir mudik di down town, dengan segala kesibukannya, dalam hati saya berkata lagi, "How fragile life is, betapa rapuhnya hidup ini, satu saat kita semua mampu berkeliaran bergegas kesana-kemari, di saat lain kita bisa terbujur tak berdaya. Lalu, apa saja yang telah kita lakukan waktu kita masih berdaya? "That is the question my dear Watson," kata Sir Arthur Conan Doyle. Selamat meneruskan lamunanku, salam dari Toronto, selamat menikmati libur panjang bagi warga Net ini di Kanada maupun di Amrik.