Bukannya saya sudah tidak senang melamun lagi meski sudah sekitar 2 ninggu tiada tayangan lamunan :-). Tetapi hari-hari bersepeda memang dapat dihitung dengan jari, mungkin sebelah tangan :-(. Seminggu sekali, dua kali dapat ke kantor bersepeda, sudah boleh membeli lotere alias sedang mujur. Suhu paling tinggi 'single digit' dan kalau malam bisa di bawah nol. Ramalan cuaca hari- hari ini, kalau tidak hujan dan angin, dingin dan salju (sleet). Namun hari Sabtu pagi saya dan Cecilia masih sempat bersepeda, 'a bit of a break in the weather' kata orang sini. Meskipun demikian, kami tetap harus memakai pakaian berlapisan, sarung tangan dan penutup kuping, karena suhu sekitar 5C pagi itu. Yah, bersepeda sudah tidak seasyik hari-hari di musim panas.
Itulah mengapa kami senang tinggal di negeri 4 musim. We don't take things for granted. Boleh dijamin, bulan Pebruari nanti, kami akan menghitung-hitung dan mendambakan hilangnya atau mencairnya salju agar kami dapat bersepeda lagi. Saat ini, bila ada matahari dan udara tidak terlalu dingin, kami pasti memakai kesempatan itu untuk bersepeda. Mirip dengan hidup ya. Kalau setiap kita berdoa, permohonan kita dikabulkan, yah memang sih kita tetap atau sangat berterima kasih kepada Dia. Kalau setiap waktu kita ingin bersepeda, tinggal 'nyemplak' kata anak Betawi, tentu kita bersyukur kita masih mampu bersepeda. Hanya, kalau doa-doa kita sepertinya macet kurang pelumas atau permohonan kita tidak tembus, kita menjadi merenung bukan. Sering kita bertanya 'why?'. Sama seperti kalau ingin naik sepeda, tetapi cuaca buruk, kita mungkin bertanya juga, 'why can I not ride every time I want?' So that you appreciate more the time and moment you can ride your bike, jawabnya. So that you know, sometimes there is another answer to your prayer.
Ya, itulah lamunan saya sambil menikmati menit-menit dimana kami masih dapat bersepeda. We really take things for granted. Di dalam kecukupan kita, kita tidak menghargai bila terjadi kekurangan. Apalagi kalau hidup kita selalu berkecukupan, bagaimana kita dapat mengerti atau berempati kepada orang yang kekurangan. Wong kita tak pernah mengalaminya. Bukan itu saja, kita juga terkadang kurang menghargai bahwa ada manusia yang sengaja memilih hidup "berkekurangan" alias membaktikan dirinya dan hidupnya bagi sesama manusia. Salah sedikit saja, kita embat habis-habisan. Masalahnya, mungkin kita mengidolakan kelompok manusia itu, mereka harus sempurna. Begitu terjadi gambaran atau perbuatan yang jelek, habis atau amblaslah mereka dan lalu dengan cepat kita menuding. Mungkinkah karena iman kita masih sempit, karena Tuhan kita hanya tampak di dalam kebaikan idola kita? Bila sang idola berbuat salah, jatuh di dalam dosa, jatuh juga Tuhan di dalam gambaran kita? Bila orang yang menyebut dirinya kristen, jauh perilakunya dari Sang Kristus, habis seluruh umat kristiani dan hancur imanku? Ya, itulah suasana hati dan renungan saya di hari-hari ini. Apakah dasar imanku? Manusia yang baik-baik hati, kesempatan bersepeda dan berolahraga, kehebatan dan keindahan ciptaan-Nya? Bagaimana bila semuanya "hilang" dari dalam hidupku? Apakah Tuhanku masih ada dan Maha-Pengasih? ...... Selamat ikut melamun, salam dari Toronto.