Lamunan Bersepeda XLIII

It's getting worst :-). Ya, suhu sekitar 0C di thermometer di luar rumah pas saya intip sebelum berangkat pagi ini. Bila Anda sudah terbiasa tinggal di negeri "freezer" Anda dapat membedakan antara suhu 0C dan 5C tanpa melihat thermometer. Muka saya seperti "kapal uap" pada saat mulai mengenjot sepeda alias napas yang keluar dari hidungku berasap :-). Untungnya, udara cerah dan angin tidak terasa.

Seperti pernah saya ceritakan, trayek bersepeda saya melewati beberapa sekolah. Hari ini saya heran melihat kog sepi di muka sekolah-sekolah itu. Biasanya ada guru-guru yang berseliwiran sambil membawa plakat tanda sedang berdemonstrasi alias mogok. Ya, minggu ini sudah minggu kedua para guru mogok dan semua sekolah di propinsi Ontario ditutup dengan akibat saya sedang tidak bisa melamun di kolam renang :-). Saya lalu jadi teringat, pantes sepi. Semalam saya ngobrol ke utara ke selatan dengan seorang teman guru sekolah. Ia berkata a.l. untuk jangan ke downtown hari ini bila tidak perlu sekali. Jalanan akan macet karena semua guru-guru akan berdemonstrasi di muka kantor pemerintah.

Sambil mengayuh sepedaku, saya teringat lagi ke dialog kami semalam. "We are not on strike, we are protesting," katanya. "Oh yeah," kataku pura-pura blo'on. "Yes, we do not get any pay at all (strike pay; mereka yang mogok kalau resmi, mendapat sedikit sangu dari kas serikat buruh). We are protesting against the government because if Bill 160 becomes law, the whole education system will collapse," katanya lagi. Saya mulai bersimpati kepadanya :-). Yah, memang saya tahu dari koran bahwa gaji mereka tidak dibayar selama mereka melakukan "aksi protes" ini, demikian pula serikat buruh tidak akan mengeluarkan sesenpun bagi mereka. Saya menaruh hormat karena mereka mengorbankan sesuatu untuk memperjuangkan apa yang mereka percayai akan terjadi.

Saya lalu teringat kepada masa demonstrasiku melawan rezim Sukarno. It's nothing compared to the current regime. Maksudku, kebatilan yang kami protes waktu itu, seperti semut dibanding gajah, terhadap kebatilan yang sedang terjadi di tanah air hari-hari ini :-(. Saya tidak dapat melupakan suatu hari berdemonstrasi di muka Istana Merdeka. Ketika kami ditembaki pasukan pengawal Cakrabirawa, tidak ada yang sempat bertanya kepada para pemimpin demonstran, si Fahmi, si Gafur, si Cosmas atau si Bian Koen, "Eh Fahm, pan janjinye ngga pake ditembakin begini?" Begitu saya melihat seorang di sebelah saya bajunya merah, basah karena darah, langsung saya lupa akan kacamata yang lepas ketika sedang tiarap dan lari terbirit-birit. Arief Rahman Hakim kehilangan nyawa hari itu, bang jeha cuma kehilangan kacamata.

Will I do it again? You bet I will. Kalau ada massa yang berdemonstrasi melawan rezim yang sekarang, saya mau ikut juga turun ke jalanan, apalagi kalau tidak pakai ditembak. "Mas, kalau digebukkin gimana Mas?" "Nasib; tidak mungkin 100 ribu orang bisa digebuk semuanya dan kalau kita termasuk yang kebagian "rejeki", anggap saja salib di dunia. "Mas, kalau ditangkap, periuk dapur dari mana asapnya?" Saya tidak mengatakan mudah, tetapi untuk melawan kebatilan skala gajah saat ini, memang dibutuhkan pengorbanan luar biasa juga dari mereka yang ingin melihat Indonesia sejahtera dan menyanyikan Rayuan Pulau Kelapa setulus-tulusnya.

"Tapi Mas, kami rakyat kecil, mana mampu menggulingkan rezim batil skala gajah saat ini?" Anda ada benarnya, 200 juta manusia melungker tak berdaya, apalagi satu Bang Gonjreng :-). Paling-paling ia bisa menjadi ketua yayasan dan minta sumbangan kesana kemari untuk membantu para korban sang rezim. That's it folks, you got my message I hope. Sukar untuk berdemonstrasi kan, lebih mudah untuk mengirimkan sumbangan kepada Yayasan Silimo. Saya dan para "agen" lainnya menunggu uluran kasih Anda, sampai berjumpa di lamunan berikutnya, salam dingin dari Toronto :-).

Home Next Previous