Lamunan Bersepeda XLIV

"Aciiiik ...," begitu pasti kata Natali penggemar bersepeda bila ia ikut bersama saya dan Cecilia bersepeda di pagi hari ini. Suhu hangat, 10C :-) sehingga saya hanya perlu berbaju kaus satu dan berjaket sepeda (windbreaker). "Aciiiik ...," demikian juga kata isteriku :-). Ya, ia sedang menikmati sepeda barunya, suatu mountain bike yang serba ringan, dengan berat hanya 26 pound. Sepeda itu dibelikan abangnya sebagai hadiah sering ikut melamun bersama saya, sedikitnya 1000 km tahun ini ia ikut bersepeda bersamaku. Asyik memang bersepeda di pagi hari ini. Selain suhu yang hangat dan matahari bersinar, trail di trayek kami relatif sepi, hampir tidak ada pengendara sepeda lainnya. Akibatnya kami berdua dapat berendeng dan terdengar bunyi kres-kres-kres, bukan ser-ser-an a la Mbak Ira :-). Bunyi itu datang dari ribuan, puluhan ribu helai daun yang rontok dan menutupi trail tergilas oleh ban sepeda kami. Sambil mengobrol ke barat-laut ke tenggara, ia berkata, "Eh, kalau turunan aku kalah cepat dari kamu ya."

Ya, baru saya perhatikan. Sepedaku memang lebih berat sekitar 10 pound dari sepedanya. Akibatnya tanjakan jembatan highway 401 terasa maut :-). Tetapi kalau saya meminjam sepeda Cecilia ke kantor, wah tidak terasa beratnya tanjakan itu. Selamun dua-lamun, tahu-tahu saya sudah sampai ke puncak jembatan. Waktu ia bertanya kepada saya, "Gimana sepedaku Yang, asyik ngga?" Jawabku, "Kurang enak, keentengan :-), kurang mantep dan juga akibatnya aku kurang 'exercise' :-). Hari ini baru saya sadar. Sepedaku yang lebih berat, yang membuatku kembang-kempis di tanjakan, lebih cepat melaju di turunan. Ah, hidup pun seperti itu ya. Kita yang berbeban-berat dan hidup di "pendakian" bila nanti, suatu ketika, kita sudah sampai di puncak dan lalu hidup adalah "turunan" kita akan melaju lebih "cepat dan mantep". Ya kan? Ngga percaya? Artinya "sepeda kehidupan Anda terlalu ringan". "Biarin Mas, acik." Terserah.

Lamunan diteruskan. Di tengah-tengah trail favorit kami ini (total 27 km pp dan tak perlu sepeda "digendong" mobil) terletak sebuah rawa kecil. Disitu hidup beberapa keluarga mallard duck, tak tahu aku apa bahasa Indonesianya. Pokoknya mirip bebek hanya cantik sekali yang jantan. Paruhnya kuning, kepalanya hijau, bulu bagian belakangnya biru dan kakinya jingga. Colourful. Yang betina, biasa-biasa saja, cuma burik-burik coklat. Ada 5 jantan, 3 betina dan seekor pitiknya, pada saat Cecilia dan saya berhenti untuk beristirahat sambil menikmati pagelaran mahkluk ciptaan-Nya. Yang jantan sibuk mencari makan. Sebentar-sebentar mereka menungging. Yang betina santai-santai saja berenang berkeliling. Tanya saya kepada isteriku, "Mengapa di dunia hewan yang cowok yang lebih cakep?" Ia tidak bisa menjawab dan saya hanya bisa melamun. Nah, supaya saya tidak dikatakan memborong habis, silahkan Anda menjawab bila Anda tahu jawabannya. Mengapa di dunia manusia, yang awewek yang lebih cantik atau yang berdandan supaya kelihatan molek mengkilap :-)? Saya tunggu dan Anda bisa beristirahat dari tagihan tukang jualan. Hari Sabbath, Sabtu, tidak boleh minta-minta duit :-). Salam dari Toronto.

Home Next Previous