My days are numbered :-). Bukan, bukannya saya mau kojor, ini sih terserah Yang-menciptakan daku. Tetapi hari-hari bersepeda, paling tinggal sekali dua kali lagi :-(. Hari ini sekitar -2C ketika saya berangkat. Dua derajat sudah berbeda jauh sekali dengan 0C, jangan-jangan thermometer Celcius tidak linier, tak heran orang Amrik masih senang memakai Fahrenheit yang skalanya puluhan. Terasa sekali dinginnya hari, ketika saya memulai lamunan di pagi ini.
Tidak lama mengayuh, suatu sekolah saya lewati lagi dan di papan pengumuman mereka masih tertera 'School reopens Monday, welcome students and staffs'. Namun, hanya sehari anak-anak bersekolah, hari ini mereka libur lagi karena hari pahlawannya Kanada atau 'Remembrance Day'. Kata anak sekarang, "Kog pere mulu" :-). Yah, itulah, asyiknya bersekolah disini, liburannya segudang. Melamun tentang pahlawan atau hari pahlawan, saya jadi teringat kunjungan saya ke tanah air sekitar 2 tahun lalu. Kebetulan, mertua sahabat saya, pensiunan jendral ngabri, meninggal dunia. Jadi saya melayat karena kenal dengan pasutri itu. Kata saya kepada temanku, "G., kog mertua elu dikubur di Karet, bukan di Kalibata?" Sebab ia bercerita bahwa esok harinya, mertuanya sudah harus dimakamkan menurut kebiasaan Islam. Lalu ia menjawab, "Gilaaak lu, mana mertua gua mau dikubur di taman makam para koruptor!" Yah, saya yakin bukan hanya almarhum mertua temanku yang berpendapat seperti itu.
"Bangsa yang besar mengakui pahlawannya," kata Bung Karno, tetapi tidak ada taman makam pahlawan di negeri ini, setahu saya. Para pejuang Kanada yang meninggal, dimakamkan di negeri di tempat mereka tewas. Belum lama ini koran memuat berita mengenai dilelangnya medali-medali seorang pejuang Kanada, Lt.Col John McRae. Ia konon tersohor sekali karena mengarang sajak 'In Flander's Field' yang sangat terkenal. Hampir saja medali itu "terbang" atau dibeli orang asing. Tetapi seorang pengusaha Cina, mengajukan penawaran seharga Can.$ 400,000 dan ia menang. Lalu seluruh medali Lt.Col McRae diserahkannya kepada negara untuk dipamerkan di museum. Ketika diwawancara wartawan, ia mengatakan bahwa ia tergerak untuk membelinya karena ingat akan kebaikan negeri ini kepadanya. Memang bagi orang Cina, kata 'tjeng', grateful, rasa berterima-kasih, merupakan kata atau prinsip hidup yang penting. Kalau orang Cina dikatai 'bo tjeng' (tidak tahu rasa terima kasih), yang bersangkutan pasti akan sedih atau kesal.
Mas Semar kemarin dulu berkata bahwa orang yang tinggal di luar negeri belum tentu tidak nasionalis. Setuju Mas. Buktinya pakde-ku Tan Po Goan dan koleganya Sumitro Djojohadikusumo, kabur ke luar batang ketika suasana politik di Indonesia membuat mereka gerah. Jangan-jangan darah politik mengalir di tubuh saya :-). Selain pakde Tan, seorang pakde lainnya, Dr. Lie Kiat Tjeng juga pernah menjadi Menteri Kesehatan RI di kabinet Bung Karno. Ini kata sedulurku sebab saya masih bocah waktu itu. Kakek saya pun pernah menjadi Kepala Polisi Tionghoa di kota Betawi di jaman kiblik :-). Jadi salah kaprah rupanya saya jadi programmer, mestinya saya mencalonkan diri jadi presiden, ikut jejak Mas Pras. Lihat saja negeri Thailand, yang kemarin dulu juga memilih seorang Cina (melihat namanya) menjadi Perdana Menteri, dengan harapan rakyat agar doski mampu membawa Thailand keluar dari kemelut keuangan saat ini. Selain saya akan berhasil membuat program-program, kalau perlu ditulis dalam bahasa Java, bukan Jowo :-), untuk memulihkan keadaan keuangan Indonesia yang porak poranda, saya juga berani menjamin, tidak mungkin keluarga saya akan punya bilyunan $. Tidak mungkin saya akan bergelimang uang sementara rakyatku di Irian Jaja mati kelaparan, dan yang belum mati kalau tidak saling bunuh-membunuh, saling jegal-menjegal. Kalau itu sampai terjadi, lebih baik aku gantung diri karena tidak tertahankan malunya, 'bo tjeng' sebilyun kali. Ini baru 'isin' benar- benaran Mbak Rin, bukan malu urusan kamar mandi atau kamar tidur yang semuanya serba alamiah atau natural. Gantung diri tentu bukan di pohon toge, tetapi sedikitnya di pohon cendana. Nah, kalau ada di antara Anda yang ingin mencalonkan saya jadi presiden, saya akan kembali ke negeri tercinta untuk membuatnya antah berantah lagi, aman dan makmur, berwangi melati agar dapat dipuja Anda semua. Sambil menunggu pencalonan, salam dari si salah-pilih-karir.