Lamunan Bersepeda LXIV

Yesterday was indeed a D-day for Cecilia and me. Yah, cita-cita kami beberapa minggu ini kesampaian untuk bersepeda di Don Valley Parkway, yakni satu-satunya highway di kota Toronto ke daerah downtown. Hanya sekali setahun ia ditutup agar para pengemudi sepeda, yang hanya boleh ikutan kalau ia ber-bike-a-thon alias mencari dana, dapat bersepeda sepanjang 50 atau 20 km. Konon sekitar 12 ribu pengemudi kemarin menemani kami :-) dan dana yang dapat dikumpulkan berjumlah 850 ribu $ Kanada saja. Dengan total seperti itu, rata-rata pengemudi mengumpulkan $ 70. Cecilia dan saya, meski tidak sebesar tahun lalu sebab kami sedang repot cem-macem, hanya sempat "menodong" orang dan mendapat total $ 420. Banyak temanku yang memperoleh ribuan $. Mereka yang tinggi motivasinya, umumnya mempunyai sedulur yang sudah pernah dibantu oleh 'Heart and Stroke Foundation' ini, suatu yayasan yang membantu mangsa pembunuh nomor satu di Kanada. Mereka yang berhasil mengumpulkan lebih dari 10 ribu $, ada yang ayahnya meninggal karena sakit jantung, ada yang bojone kena heart attack dan amblas. Jadi besar semangatnya sebab "berhutang-budi".

Anda harusnya melihat betapa di akhir rute, kami berdua hampir gempor :-). Yah, ternyata panitia blo'on sekhalei (paling mudah mengembat orang lain:-)). Rute yang katanya 20 km, berakhir sesudah odometer sepeda kami menunjukkan 32 saja :-), Akibatnya kami kurang persiapan. Memang tadinya mau melakukan yang 50 km, tetapi karena cepat-cepat mau selesai, berhubung Cecilia ingin kembali ke retret kaum THP kemarin :-), kami memutuskan yang "20 km" sazha. Akibatnya, perut tidak kami siapkan, baik di hari Sabtunya, maupun atau terutama di hari Minggunya. Aku hanya makan setengah roti bagel dan Cecilia semangkuk cereal. Amblas-blas-blas ketika kami sudah mencapai 20 km. Kaki seperti timah hitam, perut keroncongan. Yah, bila Anda tak tahu, Don Valley rutenya turun naik ga karu-karuan. Kalau naik mobil sih santai wae. Selain itu, angin yang kencang dan dingin berhembus kemarin pagi.

Nah, bersepeda di dalam suasana susah demikian, saya lalu melamunkan kesusahan manusia berbintang tiga di dalam hal minoritas, triple minority kata Bu Wuri. Saya katakan, temanku yang anak Negro, perempuan, ibu sendirian atau 'single mother' alias sering jadi pariah, quadruple minority karena ia cacat! :-(. Ia memakai tongkat dan jalannya pincang. Nah, meskipun demikian, dan umum anak-anak Negro di kota ini maupun di kota lainnya di Amrik/Kanada, ia orang yang 'assertive' (bukan agresif meski satu dua yang THP, ya). Mereka tahu benar haknya dan berani membela bila hak itu dilanggar. Gini contohnya. Suatu ketika Joan (bukan nama sebenarnya) kudengar sudah masuk ke dalam gedung tetapi kog kami tunggu tidak nongol-nongol. Sesudah beberapa belas menit, baru ia muncul dengan muka tidak bahagia. "What happened Joan?," tanya kami. Ternyata ia baru saja melabrak orang yang bukan cacat (tidak ada tanda itu di mobil doi) tetapi memakai jatah pelataran parkirnya, atau yang khusus diperuntukkan buat orang cacat. "I told the guy, this time I let him, but next, I will call the police." Itulah contoh orang assertive. ia tidak 'throw insult' ke si pemilik mobil yang mencuri haknya, ia "menasihatinya".

Mong-ngomong orang Negro memanggil polisi, saya lalu teringat kepada temanku yang lain, si Jack, juga nama bohongan. Anaknya toxic! Perempuan berumur 15. Suatu ketika si anak mengambil pisau (ini contoh THP agresif) dan mengejar Jack yang tentu lari lintang-pukang. BTW, ayah di Kanada ini jangan main-main atau berani-beraninya mendisiplinkan secara fisik anak, apalagi anak yang perempuan sebab kalau polisi berpendapat Anda melakukan 'physical abuse', jam itu juga Anda dibawa mobil berkerangkeng ke dalam penjara :-(. Anak yang toxic dan perempuan, tidak jarang menuduh-dusta si ayah, bahwa ayahnya melakukan pelecehan seksual. Jadi Jack yang 'cool' sudah tahu dan tidak berani ia menjamah sang anak. Polisi dipanggil atau diteleponnya. Datang dua orang katanya, yang satu polwan, yang satu polki atau polisi laki-laki. Eeeh si polwan, cerita Jack lagi, "she throws insult and abuse at me, worst than my daughter. She was using the F-word in her sentences throughout the time. Don't you f...ing dare to get into your daughter's room. Why the f... you did that and can't you f...ingly do something else instead?" Jack melongo di-abuse seperti itu dan si polwan rupanya demikianlah sikap atau pendidikan jalanannya dalam menghadapi laki-laki Negro. Yah, setiap saya mendampingi anak Negro, maklum dulunya pernah jadi "negro kuning" di melayu, kadar kasihan saya sedikitnya jadi dobel. "Jack, indeed your cool attitude was excellent," pujiku kepada doi karena ia bilang, ia tidak mau berbantahan dan melawan, apalagi ikut-ikutan 'abusive' kepada si polwan. Ia diam saja meski dalam hati ia berkata, "You jack-ass you" :-), ceritanya.

Yach, sibuk semalam, mau menulis-lanjut serial THP akhirnya jadi menulis di dalam LB ini :-) kisah si Joan dan Jack. Sedemikian banyaknya mereka yang ikut bersepeda kemarin sehingga ketika, satu setengah jam setelah kami berangkat, kami kembali ke arah Lakeshore Blvd, kami masih berjumpa disitu dengan mereka yang baru saja mulai start :-). Artinya, panjangnya rombongan bersepeda ini memang berkilo-kilo-meter. Ya, itulah contoh panjangnya kepedulian para imigran di kota Toronto, yang menurut suatu badan pemerintah Kanada, satu-satunya kota di dunia dengan jumlah etnis yang paling 'diversified'. Bhinneka Tunggal Ika, boleh Anda lamunkan dan slogankan dan mimpikan bila Anda di Jakarta, hanya kemarin, aku sudah mengalaminya, berada di tengah 12 ribu orang yang berbeda warna kulit, besarnya mata, maupun jenis sepedanya :-). Hanya itu yang kulihat dan kagumi, beda-bedanya sepeda kami. Ada yang manyala bob seperti sepedaku :-), ada yang bersepeda berduaan (tandem bike), ada yang sepedanya sambil duduk di kursi (sepeda khusus buat wong gae), ada yang sepedanya lebih mahal dari mobil bekasku :-), ada yang menarik kereta khusus berisi bayinya, dst. Semoga Anda yang belum dapat ber-BTI sungguhan tidak ngiri, semoga Anda yang ingin menyusul jejakku lebih bersemangat. Semuanya itu, dapat menjadi imigran Toronto, tidak datang di atas suatu piring perak, kata orang sini, tetapi kuperjuangkan seperti kupu-kupu di dalam kepompong, baik perjuangan fisik, terlebih emosionil. Seperti pernah kutulis, bukan keputusan yang mudah bagiku untuk pindah ke Toronto. Sungguh sedih kemarin ini, ada yang secara kurang ajar menanyakannya. Kasihan memang, seperti ditulis beberapa di antara Anda per japri. Itu memang kataku juga, nah, selamat melamunkan hidup Anda sendiri, dimana saja Anda berada, Salam dari Toronto di pagi hari yang indah dengan indeks polusi 15 alias bagus sekhalei ini, selamat berkarya buat mereka yang di Amerika Utara.

Home Next Previous