Bila Anda tinggal di kota Toruntung ini, yang berkat prosmotsiku yang gencar sudah membuat sebagian warga P-Net tertarik untuk hijrah kesini, Anda pasti sudah mulai melihat bunga-bunga tulip bermekaran dimana-mana. Macam-macam warnanya maupun besarnya. Bunga ini disebut 'perennial' artinya sekali ditanam, tidak akan mati meski musim dingin tiba, tetapi hanya akan tidur dan di musim semi tahun mendatang, akan berbunga lagi. Begitu suhu menjadi panas, bunga tulip ini akan mengucapkan selamat jalan alias mulai tidur. Jadi hanya satu dua bulan di dalam setahun beliau unjuk tampang. Nah prens sadayana penggemar serial LB, konon bunga tulip di Kanada ini dihadiahkan oleh Ratu Bersepeda Juliana sebagai rasa terima kasihnya kepada negeriku yang kedua. Bukan saja beliau sekeluarga mengungsi ke Kanada waktu Eropa dilanda perang dunia kedua, ia juga melahirkan anaknya Margriet di salah satu rumah sakit di Ottawa. Agar supaya puterinya itu tidak menjadi W.N. Kanada sebab kami menganut paham 'ius soli', gubernemen Kanada mencanangkan kamar bersalin ibunda ratu sebagai bagian dari negeri Belanda. Hesbats yach. Ratu Juliana memang terkenal sebagai Ratu Bersepeda, tidak heran beliau senang bersepeda sebab bike-trail di negeri Belanda memang kulihat asoi-asoi, apalagi bila sepanjangnya bertumbuhan bunga tulip. Nah, meski 'bike-trail' Bang Jeha Anda pagi ini tidak dipagari bunga tulip tetapi trotoar jalan raya, tetap saja hatiku bergembira dapat bersepeda di pagi nan cerah di awal musim semi.
Kemarin, tukang betul-betulin kasihan lagi nasibnya :-). Kran air di dapur kami sudah bego alias bocor terus. Kucoba untuk membukanya tetapi sepertinya paten ataupun sudah susah sekali untuk membukanya, maklum sudah 10 tahun kami tinggal di rumah yang sekarang dan tak pernah diganti. Cecilia, bos urusan beginian sudah menyuruh "anak buahnya" untuk menggantinya saja. "Oke bos," jawabku, tunggu sampai wik-en. Jadi kemarin, pulang Misa kami mampir ke Home Depot untuk membeli 'kitchen sink faucet' atau kran itu. Sedikit persoalan kuhadapi sebab selang yang ada tidak cukup panjang ternyata untuk sampai ke si kran. Jadi terpaksa ogut pergi ke Canadian Tire yang lebih dekat ke rumah untuk membeli selang plastik buat 'plumbing'. Berkat dua pasang tangan, empat biji mata dan dua otak, dalam waktu yang tidak terlalu lama, kami sudah membuat "rugi" lagi tukang pasang kran alias plumber :-) karena sekarang kran sudah rapi-jali berfungsi asoi sekhalei dan kami kerjakan sendiri.
Nah, masih banyak waktu termasuk mengirimkan tayangan hiburan ke Paroki-Net berupa Pengalaman Anak Betawi yang kesekian (semoga tidak membosankan buat Anda, anak-anak lama yang harus membaca kisahku minum air kencing lagi :-)), saya mengajak Cecilia menonton bioskop. "Yang, film 'Affliction' masi maen engga Yang?" tanyaku ke doi. Masih, tetapi hanya satu bioskop di downtown dan jauhnya selangit, jadi kami putuskan untuk tidak menonton film yang konon berisikan kisah manusia-manusia THP. "Nonton Patch Adams aja yuk," kata doi. Oke lach yauw meski kutak tahu persis ceritanya mengenai apa. Nonton ceritanya Bang Jeha dan si empoknya, kali ini bukan di bioskop yang pake bangsat dan mesti gabruk-gabrukkin kursi :-) tetapi tetap di "bioskop rakyat" Toronto. Yah prens, di kotaku pun ada bioskop murah meriah, 2 $ dan tidak pakai digigit tumbila atau kutu busuk, juga bukan "misbar" gerimis bubar.
Setengah main, memang film ini oke punya. Saputangan di kantongku sudah berpindah ke tangan penonton di sebelahku :-). Tak heran. Entah doi menangis karena mendengar syair Pablo Neruda, penyair Chili pemenang hadiah Nobel yang sudah mengalahkan Pramoedya atau karena jagoannya kojor. Oom Pablo memang benar mendapat hadiah Nobel bidang kesusasteraan di tahun 1971, tapi apakah ia mengalahkan Pramoedya, walahu-alam sebab konon, calon-calon hadiah Nobel tak pernah dipublikasikan, hanya diduga-duga orang saja. Syair itu memang bagus, antaranya berbunyi, "Aku mencintaimu bukan karena kau darimana, bilamana, atau dimana, aku mencintaimu bukan karena engkau mawar atau bunga tulip :-), dst. dst," ogut tak ingat lagi persisnya. Maksud si Pablo, atau di dalam film, si Robin Williams ke si Monica Potter, adalah bahwa ia mencintai karena "You are you." Mudah memang mencintai manusia yang juga mencintai atau sayang kepada kita. Coba mencintai orang yang terus berdebatan dengan kita soal agama :-), atau bila kita hanya P-Net ROM-er ya Mas yang 'complain' per japri ke ogut, mesti terus men-delete tayangan-tayangan selama beberapa hari terakhir ini :-). Masih lumejen sekhalei dibandingkan menerima tayangan forward bertubi-tubi kan atau bila P-Net dibom kena spamming pada waktu jaman jahiliah dahulu kala :-).
Sampai dimana lamunanku tadi? Oh ya, film yang dibintangi si Robin itu memang oke punya, terutama bila profesi Anda adalah dukun yang tidak pakai sembur-semburan atau jampi-jampi modelnya si Aris Conyers anak So'e dari Timor. Film itu mau mengetengahkan bahwa manusia penting dan di dalam hubungan dokter-pasien, terlebih-lebih lagi pentingnya untuk memperlakukan sang pasien bukan sebagai obyek medis tetapi sebagai 'the hurting people who needs help'. Satu lagi yang akan Anda lihat bila Anda belum menonton film tersebut dan sudah menjadi kurang seru karena kudongengkan (:-) sori pren), 'taking life from a lighter side helps'. Si Robin atau Patch Adams adalah manusia gembira dan jenaka, kontras sekali dengan dekan fakultas dukun, si Walcott yang judes. Saya lalu teringat akan anak Betawi si Tomas yang jadi memikir lebih lagi sebelum memutuskan hijrah dari tanah Melayu. Dari puluhan ratusan imigran asal Indo yang kukenal di kota ini, hanya sedikit yang betul-betul kapok dan pulang kembali ke tanah air mereka. Bisa kuhitung dengan sebelah jari tanganku. Satu dua karena kemilau dengan serba gemerlapannya ekonomi Indonesia beberapa tahun lalu, sebelum amblas karena krismon. Satu dua memang manusia tukang 'complain' yang setiap datang ke rumahku, selalu mengeluh dan ada saja salahnya orang atau pemerintah Kanada. THP kelas berat. Tetapi Tomas, bila dikau mampu bersepeda dan melamun dan terkadang tertawa atau mentertawakan apa-apa yang lucu di dalam kehidupan, niscaya dikau akan mampu menjadi seorang imigran, seperti telah terjadi dengan ratusan juta manusia di banyak negeri di dunia.
Masih ada waktu sedikit sebab sepedaku belum sampai-sampai juga. Pagi ini ada berita di koran, 70 ribu THP di Littleton melakukan upacara peringatan musibah yang menimpa mereka. Segala macam berita memang berseliweran yang ingin menimpakan kesalahan kepada sekelompok orang termasuk orang tua. Namun saya melamun, mengapa anak-anak berandal dan terkadang kriminil di kota-kota besar tidak menjadi gila seperti itu, menembaki teman-temannya? Kurasa karena apa yang bernama 'anger channeling'. Kedua anak toxic itu jelas THP kelas berat yang menjadi 'outcast', tidak masuk hitungan. Mereka tidak mempunyai saluran untuk kemarahannya seperti anak di kota besar yang lebih luas atau lebih banyak kemungkinannya. Seperti pernah kukatakan Tomas, terkadang, ada orang yang kurang PD-nya, mengembat orang lain guna meningkatkan PD itu. Ini salah satu cara penyaluran kemarahan atau frustasi, yang paling mudah. Jadi bila dikau suatu ketika senteres setelah menjadi imigran, penyaluran kesenterasan atau kemarahan itu perlu, sebab bila tidak, akibatnya, mungkin kamu akan "membomi" Paroki-Net, seperti pernah terjadi di jaman dahulu. Sekian dahulu lamunanku karena kantor sudah kulihat, salam dari Toronto.