Lamunan Bersepeda LXXXII

Lima, 10, 15, 20, 25, 30, 35, hampir 40 kuhitung manusia yang sedang berbaris menunggu bis pagi ini, ketika akhirnya saya ke kantor naik sepeda juga :-). Kutoleh ke belakang karena memang jarang-jarang penunggu bis di kota ini sampai jadi segerombolan begitu. Yang ditunggu tidak kelihatan 'batang bempernya'. Kemungkinan ada yang mogok bis TTC (Toronto Transit Commission) tersebut meski sudah lolos test alias Y2K ready dan Y2K compliant :-). Hari ini suhu oke, diramalkan suhu maksimum hanya akan mencapai 26C dan minimum 16C alias cukup sejuk. Bayangkan menunggu bis di siang hari terik 36C seperti di hari-hari kemarin. Sambil menggenjot sepedaku melewati mereka, kuberkata, "Thank you Lord, eh God, for giving me choices." Ya, satu dua sohibku di P-Net ini, penganut aliran 'inclusive' di Gereja Katolik, tidak suka daku memakai kata 'Lord' untuk membahasakan Doi, "Mengapa bukan God sih?," protes atau compliant :-), eh complaint dari mereka. Saya jadi teringat kepada satu prenku bernama Banawiratma SJ :-). Mo Bono ini, konon kalau sekarang berdoa Bapa Kami, menyebut "Bapa Ibu kami ...." Memang pemberani beliau yach. Untuk warga P-Net yang tinggal di Yogya, sampaikan salamku ke doi :-).

Tidak salah lagi pren sadayana, lamunanku di pagi hari tadi kumulai dengan pilihan-pilihan yang kuambil di dalam hidupku. Seperti pernah kusyerkan, sebelum saya dan Cecilia memutuskan memakai KBA di dalam merencanakan keluarga, karena waktu itu belum ada Paroki-Net :-), kami atau tepatnya daku pernah mau men-sret saja saluran bernama 'vas deferens' yang tentu sebentar lagi akan dijelaskan oleh Cak Yo Riono kegunaannya. Benar, istilahnya adalah vasektomi. Tentu saja waktu itu aku belum tahu akan beberapa dampak samping yang mungkin terjadi karena, kata dokter sih, 'operasi kecil'. Kesakitan yang menahun di bagian zakar, dari mulai senut-senut sampai kesakitan yang bisa membuat kita lupa mertua alias beringas dapat terjadi bila nasib sedang sial seperti kemarin dulu kualami :-). Bisa Anda bayangkan bagaimana daku mampu menggotong-gotong kanu bila "buah salakku" ngadat begitu :-(. Karena ini bukan tayangan soal KBA, mari kita tinggalkan lamunan mengenai dampak samping vasektomi meskipun masih ada beberapa hal negatif lainnya yang dapat menimpa para cowok yang "kran spermanya" dipotong.

Lamunan kualihkan kepada nasib yang menimpa seorang anak buahku di kantor. Doi baru saja lulus sekitar setahun lalu dan mampu membeli mobilnya yang pertama, tentu dengan cara menyicil. Sekitar 2 minggu lalu ia mengadu kepada kami para sohibnya waktu jam makan siang. "My car was broken in." "Where?," tanya kami. "Near my apartment. As you probably know, I park my car on the street because we have only one parking space in the apartment building and my friend uses it." "Hmmm, Yonge and Sheppard is not a pretty safe area," kataku mencoba menghiburnya. "What kind of damage happened to your car then?" "The side window was smashed so that the guy could open the lock. The whole steering column was ripped off and wires dangling all over the place. They were not successful or likely didn't have enough time to start the car. Out of frustration perhaps, they smashed the front door as well." Menyingkat cerita, ia harus membayar 'deductible' asuransinya sebesar $ 300 karena ongkos bengkel memperbaiki mobil itu mencapai $ 1800. Cuma begitu kata Anda? Masih belum pren. Ia menyewa mobil agar dapat tetap ke kantor dan ... ya ... mobil sewaan ini juga dikerjain lagi :-( tidak jauh dari tempat semula. Usaha pencurian mobil sewaan ini gagal tetapi tetap saja anak-buahku harus membayar ongkos bengkel. Sang calon maling memecahkan kaca jendela dan tetap tidak berhasil mencuri. Ongkos ganti kaca itu $ 180 saja. Jadi total kesialan atau nasih apes anak ini berjumlah $ 480. Tentu saja perusahaan asuransi tidak akan mau merugi alias selisih biaya yang mereka harus keluarkan, akhirnya akan ditanggung oleh kita-kita juga di dalam kenaikan premi asuransi, bila sampai mereka akan buntung di dalam berusaha :-(.

Ya, itulah lagi pilihan di dalam hidup. Mau memiliki mobil dengan risiko mengalami nasib seperti "anak baru" di atas atau memilih jalan kaki dan naik bis saja dengan risiko kehujanan kepanasan kedinginan menunggu bis? Memang, pada umumnya lebih baik bila kita mempunyai pilihan sebelum mengambil keputusan. Terkadang namun, kita sepertinya tidak mempunyai banyak pilihan dan disinilah kita perlu kreatif. Anda masih ingat syeringku beberapa waktu lalu mengenai seorang anak Indo yang bersekolah di Amrik dan sedang mengalami kesulitan karena krismon? Kuberitahukan doi untuk menjelaskan mengapa ia membutuhkan bantuan, berapa banyak, (masih) berapa lama. Ingin aku membantunya untuk membuat semacam proposal supaya ia dapat "menjual". Tidak ada beritanya lalu, sampai kemarin ketika aku mendapat fax dari ibunya yang hanya menjelaskan mengapa mereka dalam keadaan sulit. Saya sedikit kecewa dengan anak ini karena ia tidak mau berkomunikasi langsung denganku, tetapi "menyuruh" ibunya yang menjelaskan persoalannya. Ia tidak memakai kesempatan yang kuberikan untuk mempunyai pilihan. Mungkin ia tidak sadar bahwa tidak mungkin saya sendirian dapat membantunya. Bila ia layak untuk ditolong, tentu akan kuusahakan "menjual" kepada beberapa temanku di kota ini yang kutahu murah hati. Mudah bagiku untuk "mengajari" tetapi bila keadaanku seperti doi di dalam segala keterbatasannya, apakah aku mampu untuk menciptakan pilihan? Kututup lamunan kali ini untuk memberikan kesempatan kepada Anda merenungkan apa yang kuceritakan di atas. Sampai berjumpa, salam dari Toronto.

7 Juli 1999
Home Next Previous