Lamunan Bersepeda LXXXIV

Bosan hampir seharian penuh saya duduk mendengarkan cem-macem ceramah di suatu konperensi yang diadakan oleh satu paguyubanku, Parent Support Group. Dari mulai pakar sosiopsikologi, Prof.Dr.Anne-Marie Ambert sampai ke pekerja sosial yang menangani klinik konseling kecanduan obat sampai ke pakar narkoba kudengarkan dongengan-dongengan mereka. Lumejen untuk meng-update beberapa data dan informasi sih tetapi di akhir pekan di hari yang indah, rasanya "berdosa" kalau tidak menikmati 'outdoor'. Jadi sepulang konperensi, saya dan Cecilia bersepeda di salah satu trail yang dekat dengan rumah kami. Tidak seindah trail yang kami nikmati minggu lalu tetapi melalui juga sungai bernama Don River. Kami memulai trayek bersepeda dari seberang rumah sakit North York General Hospital, tempatku sebulan sekali di-xray tulang selangkaku :-).

Udara cukup sejuk dan tidak dingin. Angin bertiup lumayan, mengipasi tubuhku yang mulai kegerahan karena jalanan awal yang menanjak. Kolam bebek berisi 'mallard duck' yang waktu kami sering mampir di musim semi lalu masih pitik-pitik, sekarang sudah meningkat dewasa. Cepat sekali perkembangannya. Seperti lazimnya dunia binatang, yang cowok keren-keren semuanya, indah berwarna-warni dan yang cewek cuma burik-burik doang :-). Kami lanjutkan lagi mengayuh sepeda kami. Tidak begitu jauh dari situ, bila Anda mengenal kota ini, sedikit di selatan Finch Avenue, antara Leslie St. dan Bayview Avenue, kami melihat suatu pemandangan yang benar-benar masya-Allah :-(. Bila Anda membaca koran atau tinggal di kota ini, Anda akan tahu mengapa aku berseru demikian. Ya, seorang anak perempuan imigran Srilangka bernama Sharmini, beberapa hari yang lalu ditemukan mayatnya di dekat trail kami bersepeda itu. Ternyata disitulah persisnya. Oh my God, kata hatiku. Beberapa puluh meter pita plastik kuning yang dipasang polisi, melingkari suatu daerah kecil tempat dimana mayat, persisnya bagian tengkorak Sharmini diketemukan oleh seorang 'hiker'. Anak 15 th ini hilang pada hari Sabtu tanggal 12 Juni lalu pada saat pergi ke suatu mal bernama Fairview Mall, tak jauh dari apartemennya di Don Mills Rd., trayekku bersepeda ke kantor. Selama beberapa hari, komunitas Srilangka di kota ini sibuk bekerja-sama menyebarkan puluhan ribu poster yang berisikan fotonya dan berita hilangnya. Ternyata ia mati dibunuh :-(. Mayatnya sebetulnya sudah tinggal kerangka karena dimakan oleh 'coyote' sejenis ajak atau serigala yang memang banyak di daerah itu.

Jelas sudah lamunanku atau pikiranku dipenuhi oleh kisah Sharmini pada saat kami meneruskan perjalanan lagi setelah berhenti sebentar untuk berdoa. Pembunuhnya telah cukup bersusah-payah untuk menguburnya di suatu tempat di seberang Don River atau di seberang trail bersepeda. Jaraknya beberapa ratus meter dari jalan raya terdekat. Mestinya ia tidak sendirian. Kusering berkata 'life is fragile' tapi bagi anak-anak perempuan 'life can be fatally dangerous'. Kata detektif penyelidik, kemungkinan ia mati dibunuh hari itu juga tetapi penelitian terhadap kerangka maupun bukti-bukti yang telah diketemukan di sekitar kuburannya masih dilakukan. Tiada yang namanya tempat aman di dunia ini, dimanapun binatang yang bernama manusia berada. Kuyakin pembunuhnya laki-laki, species sejenisku. Baru saja seorang penceramah tadi berkata, anak-anak perempuan yang mengalami permasalahan, lama-kelamaan masuk ke rumah sakit jiwa, anak laki-laki masuk penjara. Ya, anak laki-laki sebelum masuk penjara atau tertangkap, menjadi 'violent' dulu dan membunuh sesamanya.

Tidak perlu diceritakan lagi betapa THP-nya keluarga Sharmini saat-saat ini. Ayahnya menyesali nasib, sudah jauh-jauh dan susah-susah hijrah dari Srilangka yang dilanda perang, pikiran mencari tempat yang aman, anaknya mati dibunuh di negeri Kanada ini, konon 'the best country to live in the world'. Is it?, tanyaku dalam hati lagi. Satu hal namun sedikit menghibur. Perhatian dan rasa 'compassion' dari masyarakat terhadap Sharmini dan keluarganya cukup besar. Beberapa puluh mahasiswa/i U of T dari jurusan forensic anthropology ikut membantu polisi mengumpulkan data-data di sekitar tempat itu. Tadipun masih kulihat mereka bekerja. "We'll catch the person who did this," kata seorang detektif yang menjadi anggota tim penyidik. Dengan teknologi DNA di jaman komputer saat ini, kemungkinan tercekalnya si pembunuh cukup besar. Hanya itulah yang sedikit menghibur hatiku bila membandingkan, bahwa hukum masih berlaku di negeri ini dan entah di Srilangka dimana jiwa mestinya semurah jiwa orang di tanah airku saat ini. Tuhan Yang Maha Kasih, semoga Sharmini sudah ada di dalam pelukan-Mu saat ini, itulah yang kudoakan pada saat kami berhenti untuk mendoakannya. Semoga keluarganya tidak sampai menjadi THP abadi dan dapat "mengampuni" Kanada, negeri pilihannya. Salam dari Toronto.

Home Next Previous