Lamunan Bersepeda XCII

Rembulan sedang bersiap-siap masuk ke peraduannya di ufuk barat, mentari masih malu-malu munculnya di langit timur ketika saya mulai mengenjot sepeda di pagi hari ini. Di medio September ini, suhu sudah turun menjadi sekitar 10C kalau saya berangkat. Kurang begitu asyik bersepeda di suhu segitu, apalagi kalau angin cukup kencang bertiup, tetapi tetap harus kulakukan sampai suhu menjadi 0C dan salju mulai turun di kotaku. Kemarin dulu saya harus mengisi POI. "Apa itu Mas, bahasa prokem baru?," tanya Anda peminat bahasa pop :-). Proof of Insurability, karena saya mengganti perusahaan asuransi untuk long-term-disability-ku. Cem-macem hal harus kita jawab, dari mulai yang menyangkut that 4 letter word called AIDS, sampai berapa berat tubuhku sekarang. Kutulis 70 kg, naik 2 kg sejak dari tahun lalu. "Why," pertanyaan berikutnya. Maunya sih daku menjawab, "Because I built more muscles." :-) Tapi karena ga bisa main-main dengan perusahaan asuransi, kutulis "Less exercises because of broken collarbone last July 1999." Nasibku terkena malaria sampai dua kali juga harus kulaporkan menjawab, "Have you had any serious illness?" Kuyakin sih mereka tidak akan menolak asuransinya Bang Jeha, yang pindah karena yang lama menaikkan preminya 20%. Bensin aja yang naik setiap hari tidak sampai naik 20% dalam sekejap :-). Kalau saja semua pengemudi mobil di Toruntung ini naik sepeda, kujamin besok bensin turun jadi 25 sen seliternya :-). Ya, negara-negara OPEC kecuali Indonesia sedang naik daun lagi karena bensin mereka didambakan dimana-mana. Tapi prens sekotaku, 75 sen seliter masih murah lach yauw, di Itali waktu bulan Mei lalu, 1 US $ seliternya, di Jerman 2.50 $ Kanada. Jadi bensin kita seliternya masih tetap lebih murah dari Coca Cola.

Anda yang seperti daku mengikuti berita dari tanah air setiap hari tentu baru saja menjadi THP lagi mendengar pemasangan bom di BEJ, Bursa Efek Jakarta tempat beberapa temanku mencangkul. Hari ini kurs $ di Kompas Online kulihat menaik lagi, Bill Gates tambah kaya kalau ke Indonesia. Mengapa? Karena si Totom S. lagi mau ditangkep! Bukan Totom Suherli tukang cukurku yang masih setia memegang kepalaku kalau aku pulang kampung :-) tapi Totom Cendana. Gus Dur ini memang banyak akalannya. Mau nangkep orang woro-woro dulu di koran, sama kaya waktu mau mecat Wiranto. Seorang temanku warga Sanbima berkata, kacaunya Tanah Melayu sama kaya benang kusut. Sambil mengayuh pedal sepedaku, saya teringat lalu kepada tali temaliku yang murah meriah. Waktu saya membelinya, modalku sedang pas-pasan :-). Talinya sih konon bikinan Finlandia, negeri yang kemarin dilaporkan sebagai paling bersih dari korupsi. Tapi karena murahnya (dan panjangnya), setiap kali mau kupakai untuk mengerek makananku ke atas pohon, doi menjadi kusut dan harus kubereskan. Itulah, kujadi teringat akan manusia Indonesia yang mau hidup "serba murah". Segala macam akal dikerahkan untuk menghindar dari pajak! Kalau perlu, tukang pajak disogok supaya jatuhnya lebih murah daripada bayar pajak resmi. Ga heran Indonesia duduk di anak tangga terbawah kelima sebagai negara paling korup di dunia, hanya kalah dari Nigeria, Ukraina, Yugoslavia dan Azerbaijan. "Prens, kenapa lamunan ente jadi soal murahan begini?", tanya Anda lagi. Lantaran beberapa hari lalu aku mendapat berita sedih. Guru favoritku di SMA, Pak W. yang baik hati, meninggal dunia. Waktu 2 tahun lalu saya pulang kampung, saya sempati mengunjungi beliau. Waktu itu ia masih tinggal di asrama SMA K. Bangga sekali ia menyebutkan nama-nama muridnya yang kalau tidak jadi menteri, jadi Ketua Golkar :-). Tidak apa-apa ia engga begitu bangga kepada Bang Jeha yang cuma kemping mulu bisanya dan hanya mampu beli tali murahan yang suka kusut :-). Kukatakan kepada prenku yang mengabarkan berita duka itu, kalau aku jadi preziden RI, kunaikkan gaji guru sampai lebih tinggi dari gajiku sendiri :-). Itulah maksudku hidup serba mau murah. Yang layak diberi imbalan seperti guru, keblangsak banget hidupnya di tanah air. Maka mengetahui Pak W. berbunga-bunga hatinya menyebutkan "tokoh-tokoh bangsa" hasil didikannya, saya pun ikut senang. Memang kita perlu mempunyai sesuatu yang kita banggakan.

Tadi sehabis makan siang saya dipanggil juraganku. Ia sedang kelimpungan. Sudah berhari-hari ia mencoba memasang suatu produk yang sedang kami kembangkan, di komputer laptopnya. Kalau Anda belum tahu, yang namanya komputer bekas, satupun tidak ada yang sama. Selain isi otaknya berbeda-beda juga isi perutnya :-). Akibatnya ya itu, karena ia mau meng-install semua produk-produk dari versi terakhir bersama produk kami ini, engga jalan-jalan. Tidak bisa kubayangkan nanti nasib kustomerku kalau ia saja, yang namanya sudah kebeken ke seluruh Amrik Utara, mau menyerah. Katanya, "Jusni, I am so pissed off, why don't we just go back to our 5250 (nama displei komputer bikinan comberanku), use the good old RPG and SETON LR?". Suatu istilah programming karena itu memang bahasa kesayangannya meskipun sekarang ia sudah memakai topi 'Java programmer' :-). "I want to go home and watch the Olympic," katanya lagi, "I got a headache. "Yes, go home and I won't tell." :-). "How many of your people participate in the Olympic?," tanyanya. Maksudnya, berapa banyak atlit yang ada di kontingen Indonesia. "I don't know, must be a handfull because we are good in badminton." "There are 3 from The Palestine," kata doi bangga. Ya, ia anak pengungsi Palestina, dari Nazareth ke Amman, Jordania dan menganggap dirinya anak Palestina sama seperti ia menganggapku anak Indonesia. Jadi ia mau pulang untuk menonton tayangan ulang pembukaan Olympiade di jam 2 siang, melihat atlit bangsanya :-). Di jalanan pulangku, aku lalu melamun lagi. Kalau ia saja tidak mampu untuk meng-install produk yang maha kompleks ini, terbukalah lagi peluang bagiku :-). Mulai kulamunkan sebentar lagi akan datang tiket montor mabur terbang dari Indonesia untuk daku mengajarkan kawulanya Gus Dur bagaimana memasang sang produk dan memakainya :-). Kemarin kubaca bahwa sekarang seminar bisnis dari perusahaan di Kanada, tidak lagi diadakan di dalam kota, tetapi lebih populer dan laku kalau diadakan nun jauh di luar kota di dekat cagar alam :-). Jadi kursus dimana daku akan menjadi sang instruktor perlu diadakan di Pulau Peucang dan temanku Greg manggut-manggut sebab ia bisa jadi pemandunya :-).

Sedang asyiknya melamun itu, tiba-tiba daku dikejutkan oleh suatu hardikan: "401?" Weleh, seorang tante non-Torontonian di dalam mobil merendengi sepedaku dan bertanya arah jalan ke highway itu. "Straight ahead," kataku. "No no no, sorry, this is Don Mills Road. Turn right ahead on York Mills and then take Don Valley north, you will get to 401." Kuteruskan kayuhanku mendaki jembatan 401 di Don Mills yang merupakan trayek bersepedaku terberat. Moga-moga beratku berkurang 200 gram sesampainya di rumah. Engga tahunya pizza bikinan anakku sudah tersedia. Nasib :-), terpaksalah week-end ini daku akan melamun lagi :-). Sampai berjumpa di lamunan yang ke 93. Salam dari Toronto.

Home Next Previous