Serba-serbi Kisah Kunjungan Ke Tanah Air Ke 11

Asyiknya Jadi Pembesar. Banyak yang membuat saya gedeg (istilah Betawi untuk kesal sekali) bila mengunjungi tanah airku. Salah satunya adalah bila melihat iring-iringan pembesar dan yang empunya negara, memakai sirene mengaung-aung, setelah sebelumnya menyetop lalulintas, terkadang satu dua jam sebelumnya :-(, Bisa dibayangkan apa yang lalu akan terjadi setelah si "raja-raja dungkul" ini lewat. Kemacetan total! Itulah yang terjadi di suatu pagi pada saat saya dan Cecilia sedang melamun melihat ke jalan raya Puncak, kog tidak ada lalulintas sama sekali selama seperempat setengah jam. Ternyata, konon, si Bibie juga mau ikutan tetirah di Istana Puncak :-(. Sekali pernah kusyer bahwa yang namanya CEO alias bos TTC, Toronto Transit Commission, perusahaan pengangkutan umum (bis dan subway) di kotaku, pergi ke kantor naik bis dan subway. Itulah caranya untuk memantau bagaimana kwalitas pelayanan perusahaannya. Kalau saja para penguasa itu sudah berubah mentalnya dan mau berkendaraan tanpa sirene atau mobil pemandu, kuyakin mereka akan semakin merakyat seperti temanku yang barusan diangkat jadi dirut. Selama 'power', kekuasaan yang dimiliki para pembesar itu memungkinkan mereka melakukan hal-hal seperti di atas, mendapat prioritas dan kemudahan di dalam hidup yang tidak akan terimpikan oleh orang banyak, selama itu pula tidak akan selesai-selesainya kemelut di Kerajaan Antah Berantakan.

Vivere Pericoloso dan Tanggung-Jawab. Kata Itali itu adalah ungkapan Bung Karno yang kira-kira berarti "hidup berani (mati)". Itulah yang kulihat dilakukan beberapa temanku, yang sudah perutnya serba gendut alias kebanyakan makan, eh ngerokok tanpa berhenti. Ketika kutanya, "Berape bungkus elu ngisep searinye?" Umumnya akan dijawab bahwa mereka hanya mengisap sebungkus saja atau ada yang berkata, "Sekarang cuma sebungkus, dulu 2-3." :-(. Tidak heran sebetulnya kalau memang kita tahu betapa senteresnya hidup di Betawi dan nicotine adalah salah satu "obat" penawar hidup senteres. Nah, suatu iklan setengah halaman di Suara Pembaruan dari satu perusahaan rokok terkenal berbunyi sbb: "Bagi Yang Mengemban Tanggung-Jawab, Dan Bukan Sekedar Tanggung-Jawab." Dalam hati kutertawa. Ingin kulihat saatnya si perusahaan rokok memikul tanggung-jawabnya suatu ketika bila para perokok di Indonesia, atau keluarganya yang ditinggalkan, melakukan tuntutan hukum ganti kerugian setrilyun Rupiah. Bila Anda tinggal di Amerika Utara, Anda tentu tahu itulah yang sedang dialami para perusahaan rokok yang sudah dihantam 'multibillion dollar lawsuit' dari berbagai pihak, pemerintah maupun keluarga korban kanker paru-paru, emphysema, dan berbagai penyakit karena merokok. Bila Anda keluarga perokok kelas berat, ada baiknya Anda mencari dan menyimpan iklan rokok di Suara Pembaruan itu, apalagi kalau itulah merk rokok yang dihisap orang kesayangan Anda.

Radio Kesayangan di Betawi. Kalau Anda seperti seorang warga P-Net ini yang baru saja menulisiku per japri, bahwa sejak lahir ia masuk Paroki-Net :-), mungkin Anda membaca semua tulisanku :-). Masih ingat dongenganku bahwa Radio Sonora yang informasi kurs dollarnya dijadikan pedoman pedagang di Mangga Dua, berasal dari Radio Angkatan Muda di PMKRI? Karena Bang Jeha dulu siang malam nongkrong di RAM istilah kami, maka setiap kali ke Betawi, kusempati mengunjungi stasiun radio "cucuku" itu :-). Buset-buset, karena segala kegilaan dan kebiadaban di tahun yang silam, ternyata, konon Radio Sonora sudah melebihi isteri dan suami bagi sementara pasutri di Jakarta. Artinya, kalau sang isteri atau suami tidurnya di kamar terpisah, (siaran) Radio Sonora menemaninya tidur! Saya tidak main- main, kalau tidak percaya lakukan sampling statistik dan kuyakin hasilnya akan membenarkan teoriku di atas. Untunglah temanku si Y.T. yang menjadi bos di Sonora, masih selalu ingat akan daku. Ia membenarkan bahwa sejak ia sering "menginformasikan" segala hal di Betawi, terutama di hari-hari hitam 13-15 Mei, siaran stasiun radionya dipantau banyak orang. "Kog elu percaye aje ame nyang kirim laporan," tanya saya ke si bos. "Oh gue peripikasi dong, gue tanya nama, nomor ktp, kode ktp :-), nomor telepon doi. Abis entu gue telepon balik," katanya lagi. (Bohong tanya ktp segala, itu variasi dongengku :-).) Setelah cukup lama ngobrol ke barat ke timur dengan sahabatku satu itu, yang dulu juga teman kemping dan naik gunung, setelah mencicipi cem-macem suguhan penganannya, maka saya minta permisi. Sebagaimana layaknya orang Indonesia, ia menyiapkan oleh-oleh untukku. Karena tahu saya akan 'overweight' pulang ke Toronto nanti, baik tubuh maupun jumlah dan berat koperku, maka tawarannya untuk membawa TV dan lemari es hadiah-hadiah Sonora untuk pendengarnya, terpaksa kutampik dan kubawa pulang 2 baju kaus saja untuk oleh-oleh anak-anak :-). Sekian dulu, sampai berjumpa di tayangan oleh-oleh berikutnya.

Home Next Previous