Ulah Pejabat. Berita marak di koran pada hari-hari pertama saya tiba di Jakarta adalah BMW Kejagung karena si Andi Ghalib secara ajaib dapat mempunyai anggaran untuk memberikan mobil dinas BMW kepada semua Jagung Muda di "kerajaannya" :-(. Seperti dikatakan Mas Noordin di dalam komentar 'what a waste'-ku, salahnya rakyat sendiri kenapa engga mampu pakai/beli BMW? Jadi jangan iri dong bahwa Jaksa Agung Muda juga mau menikmati asyiknya naik BMW disupiri dan sekali- sekali dipandui mobil sirene. Inilah salah satu contoh ulah pejabat bermental penguasa dan bukannya "hamba dari rakyat" di Indonesia. Kalau Anda sempat membaca satu koran saja, setiap harinya, contoh seperti ini senantiasa ada dan memang orang di tanah air sudah "kebal". Gubernur DKI Bang Sutiyoso di hari yang sama dengan woro-woro BMW itu, menyatakan keprihatinannya melihat sebagian warga kotanya dengan gampang membuang uang untuk membeli petasan sedangkan sebagian warga masih mengalami kesulitan untuk makan. Ada dimana Sutiyoso ketika si Bibie menghamburkan milyaran dollar guna membiayai proyek mercu suar bernama kapal terbang Gatutkaca? :-( "Daripada dibelikan petasan lebih baik dibelikan sembako," kata Sutiyoso lagi. Coba ia berani berkata begitu kepada "rekannya" si Ghalib, "Daripada naik BMW pribadi, naik Mercedes Benz bersama-sama si Polan dan si Sarinem." Kuyakin rumahnya akan didemo laskar demo bayaran yang sekarang juga sedang menjamur di Betawi.
Bojana Ekaristi. "Mas, kog ceritanya sengak mulu, apa engga ada senangnya pulang kampung?", tanya anak P-Net ini yang kepatriotisannya tidak bisa dilawan :-). Oke, oke, memang dan pasti banyak kebahagiaan pulang kampung, kalau tidak begitu, betul- betul bego membuang uang ribuan $ dan waktu 72 jam di perjalanan. Nah, bila Anda mengerti apa artinya subjudul di atas, itulah salah satu kebahagiaan kami berdua di dalam kunjungan kali ini, dapat mengikuti Perayaan Ekaristi yang diadakan di dalam 'adat kabudayan Jawi' lengkap dengan gending dan karawitan Jowo asli sebagai 'pangrawit pangiring kekidungan Misa' :-). Untuk hamba yang kosakata bahasa Jawanya hanya mampu mengucapkan 'mboten ngertos', sebenarnya sih seperti kata anak Betawi "kambing denger geluduk", tapi mengetahui isteriku ada di kahyangan lapisan ke 7 selama Ekaristi ini, saya tentu turut senang. Ongkos tiketnya seharga satu kanu baru, kuyakin telah direlakannya dapat mengikuti 'upocoro pambuko' sampai dengan ke 'kidung pamungkas' di dalam bahasa ibunya meski sang ibu juga sebetulnya tidak mampu untuk berkromo inggil :-). Meskipun hanya mengerti beberapa kata di dalam seluruh Bojana Ekaristi itu, tetapi gendingnya, meski tidak sehesbats gending Bali, tetap kunikmati. Kalau tidak, mana taahaan ikut Misa Kudus 2.5 jam? :-) Bagaimana tidak mau lama, seluruh "pemain", dari mulai Romo-romo sampai ke putera-puteri altar sampai ke 'Eucharistic Ministers'-nya memakai pakaian adat Jawa lengkap dan jalannya waktu masuk ke dalam gereja, sudah 15 menit sendiri :-). Memang patut kita mengacungkan jempol kepada seorang Romo dari Tapian Nan Uli dan satu lagi dari 'Pulau Bunga' alias Flores, yang bukan saja ikut jadi wong Jowo lengkap dengan blangkon dan keris, tetapi tahan sabar merayakan Ekaristi yang tiada duanya ini kecuali di Paroki Ganjurannya Mas Pras nang Yogya :-).
Kolongwewe, Polisi, Kopassus. "Apa itu semua?," tanya Anda lagi yang banyak rewelnya :-). Itu adalah kronologis akal orang tua untuk menenangkan sang anak yang rewel. Jaman atau generasiku, anak yang bandel atau menangis terus, cukup ditakut-takuti dengan "Awas kuntilanak atau awas dimakan kolongwewe lu". Anak-anak generasinya si Natali yang sudah tidak begitu norak lagi :-), mulai perlu ditakuti dengan polisi sebab mereka tahu bahwa kolongwewe bohongan, kaya sinterklaas :-). Nah, meski konon Kopassus saat-saat ini sudah jatuh pamornya, anak-anak generasi sekarang, tidak manjur lagi dengan kolongwewe, kuntilanak, polisi, maupun zwaartepiet. Untuk membuktikannya, ketika seorang cucu keponakanku di Betawi menangis rewel, langsung kuberkata, "Eh, awas lu nangis terus, nanti dicekal Kopassus." Benar saja, anak itu langsung berhenti menangisnya dan Cecilia yang menyaksikan semuanya melongo keheranan :-). Sampai berjumpa di dongengan selanjutnya, hati-hati bila melihat Kopassus, salam dari Toronto.