Serba-serbi Kisah Kunjungan Ke Tanah Air Ke 14

How is Indonesia? Memang tanah airku dengan Kopassusnya sudah menjadi terkenal di seluruh dunia hanya sayangnya, 'notorious' alias terkenal secara jelek. Semua temanku di kantor yang tahu aku baru saja pulang kampung, balikbayan kata anak Pilipin, mengajukan pertanyaan itu. Mudah sekali jawabnya, "bad", dan semua akan manggut setuju. Dengan kekecualian Mang Heru TAMU, tidak ada seorangpun yang kutemui di Jakarta, yang dapat memberikan sesuatu harapan yang cerah bagi masa depan Tanah Melayu. Umumnya bersifat pasrah, tawakal, menyerah. Kalau kita membaca berita di koran ataupun menonton TV, memang beritanya sering masih bagus-bagus dan hebat-hebat. Tidak dimuat misalnya perkelahian yang sudah atau sedang terjadi waktu itu, antara ngabri Merah Putih melawan ngabri Hijau. Tidak ada berita Kompas kena dikompas Rp 6 milyar karena gosbloks memuat berita tentang Aljazair. Dimana dapat "dibaca" semua berita macam demikian? Dari tukang pijit :-). Ya, salah satu kesenangan Cecilia pulang kampung adalah berkesempatan dipijit selama 3 jam hanya dengan biaya $ 8. Tukang pijitnya, Bu M. asal Solo, adalah "radio berjalan". Ketika kutegur dia agar berhati-hati sedikit, katanya dengan aksen Jawa yang medok, "Lho, sekarang ngomong bebas, boleh, mau ngomong apa juga. Kalau dulu, bisa ditangkap, sekarang bebas." Ketika aku bertanya untuk men-test kesadarannya berpolitik, "Bu M., nanti pemilu coblos siapa?" "Oh, saya coblos Pak Sultan (HB X). Lihat buktinya, kota Yogya, aman pak. Kota Solo, wuiih ngeri. Saya orang Solo juga engga berani keluar malam. Dulu saya sering pulang, sekarang jarang, takut. Kalau Yogya aman, hebat Pak Sultan pak." Ya, itulah yang dilihat oleh rakyat jelata, siapa pemimpin yang dapat memberikan keamanan di saat ini, ialah yang akan dipilih oleh mereka.

Mendapat Daftar Gaji Pegawai. Masih ingat ceritaku di serial yang sama pada saat kunjungan 2 tahun lalu? Yakni ketika aku membeli kue ape seusai Misa Kudus, kertas bungkusnya adalah computer listing daftar gaji PT Gobel Dharma Nusantara tetapi bohong. Yah, saya hanya berkelakar waktu itu dan kertas pembungkus adalah laporan statistik penjualan PT Gobel. Namun, saya tidak main-main kalau saya katakan bahwa pembungkus kertas ape yang saya beli kali ini, benar-benar daftar gaji. Di 'heading' dari kertas itu tertera: Pemerintah Propinsi DT I Jabar, Dinas P&K Kabupaten Cianjur, Cabang Kecamatan Cugenang, SD Inpres Pasirmuncang. Lalu tentu ada 'sub-heading' yang lazim terdapat di daftar gaji seperti: Golongan (Pegawai Negeri), Gaji Pokok, Tunjangan (segala macam), Potongan (yang tak kalah banyaknya), Jumlah Bersih. Kulihat gaji seorang guru dengan pangkat golongan IIIA, mestinya seorang lulusan Universitas atau sarjana, gaji bersihnya 300K Rupiah saja :-(. Rupanya para guru di sekolah tersebut sudah 'desperate' sehingga semua jenis kertas bekas dijual oleh mereka ke tukang kue ape yang mangkal di samping gereja Paroki Bonaventura.

Epilogue. Seorang sahabatku di kota ini kemarin menelepon. Rupanya ia tidak sabar menunggu sambungan kisah serial ini :-). Katanya, "Masih ada sambungan dari nomor XIII engga?" Jawabku, "Satu lagi." Yah, inilah serial terakhir oleh- oleh kunjunganku ke tanah air di akhir tahun 1998 di awal 1999. Sebenarnya masih banyak yang dapat kutulis. Bagaimana perasaan hatiku melihat demikian banyaknya bangunan, toko, ruko, supermarket, yang sudah menjadi hangus dan tinggal puing-puing hitamnya padahal dahulu tempatku berkeliling. Betapa senangnya hati dapat berjumpa, 'renew acquaintances' istilahnya, dengan para sahabat dan kerabatku di Betawi, awam maupun rohaniwan dengan kekecualian si Mote yang sudah jadi sombong :-). Betapa mengenaskannya melihat kemiskinan yang semakin menerpa kota Jakartaku. Betapa masih senang dan nikmatnya dapat berenang bolak-balik di kolam Tirta Mas, 30 laps di hari-hari terakhir demi membakar lebih banyak "kemakmuran" di sekitar perutku. Dua tahun lalu kedua anak kami ikut serta tetapi kali ini kami suruh mereka "menjaga rumah" saja. I don't think you will enjoy visiting Indonesia at this point in time. Things are not safe." Ya, itulah harapanku, agar di masa mendatang, kunjungan ke Indonesia serba positip dan tidak ada satupun yang sengak atau buruk yang sampai perlu kami alami. Kata teman-temanku, "Pray for us." Indeed, for sure. Marilah kita semua berdoa, senantiasa, agar tanah air kita dapat menjadi seperti seluruh syair di 'Rayuan Pulau Kelapa' kembali, bukan hanya bait pertamanya saja. Semoga. Salam dari Toronto.

Home Next Previous