Prakata: Seri ke 15 s/d ke 24 saya tulis ketika selama sebulan di Januari tahun 2001 saya sempat berliburan lagi ke Indonesia bersama Cecilia.
Seluruh tayangan analisis akhir tahun Jakarta Post mengenai Indonesia sepanjang 178 halaman, sebesar 585 KB, dapat kusingkat menjadi satu kalimat. Namun, kasihan kepada para wartawan/wartawati yang sudah mewawancarai beberapa tokoh dalam dan luar negeri pakar Indonesia, mungkin dapat kupersingkat jadi 1 paragraf deh. Soalnya, bagi mereka yang sehari-hari mengikuti situasi tanah air, apa yang tertulis, kalau bukan konfirmasi hal yang sudah kita duga, hanyalah merinci apa yang sudah kita ketahui.
"Tiada yang namanya hukum di Indonesia sejak tahun 1957 (ketika Sukarno menumpas PRRI/Permesta)," kata Dr.Timothy Lindsey, profesor Fakultas Hukum Universitas Melbourne, direktur Asia Law Centre di Universitas tersebut. Kita manggut-manggut semua sebab yang ada adalah KUHP, Kasih Uang Habis Perkara, terbukti dari banyak kasus yang selalu dimenangkan mereka yang beruang atau berkuasa. "Tidak ada yang namanya pemimpin, leaders di Indonesia saat ini, yang ada hanyalah elit politikus," kata Munir, pendiri KONTRAS aktifis HAM. Tidak ada yang heran, kita semua tahu para politikus di Kampung Melayu kerjanya berkelahi melulu dan memanipulasi apa saja yang dapat membuat mereka tetap berkuasa. Seperti apa perekonomian di Indonesia, kita pun tahu. Yang paling gampang adalah dengan mengamati kurs Rupiah terhadap dollar dari waktu ke waktu. Kata Mari Pangestu, seorang ekonom, selama kepercayaan terhadap pemerintah masih nol, tiada hukum yang berlaku, reformasi yang mandeg, musim bom dimana-mana, kerusuhan dan kekacauan di daerah-daerah, permainan politik dalam membereskan hutang, selama itu pula ekonomi Indonesia masih belum akan beres-beres. "No surprises," kata anak Kanada.
Nah, dengan latar belakang di atas, tidak heran juga ketika kami tiba di Bandara Cengkareng dan disengat. Bukan, bukan arti kiasan bahwa Bang Jeha Anda dikompas, tetapi suhu yang melonjak dari -30C ketika kami di Toronto, 0C di London dan +30C di Cengkareng. Asyik sekali, kata para imigran pendatang baru di Toronto yang pakaiannya sedang berlapis-lapis :-). Tapi prens, lebih baik dingin daripada panas sebab tidak bisa kita telanjang kemana-mana seperti kalau kita canoe camping :-). Sepanjang perjalanan keadaan kayanya oke-oke, tak terasa betapa bokbroknya negeri ini, meminjam istilah seorang Romo yang baru saja datang di kotaku. Namun, kesan payah membaca analisis Jakarta Post segera sirna ketika kami mulai mencicipi makan siang di restoran Canton di Kelapa Gading :-). Itulah satu-satunya hal yang kita para imigran kehilangan, enaknya masakan Indonesia, belum murahnya kalau kita kurs dengan dollar :-).
Agar supaya tayanan ini seimbang, selain makanan enak-enak yang tersedia, kusitir beberapa hal yang juga oke yang ditulis oleh Jakarta Post. Profesor Jeffrey Winters, seorang pakar politik dari Northwestern University di Chicago memberikan komentar. Di dalam artikelnya yang berjudul "Even in worst of times they turn nation ideals into effect," ia bercerita mengenai anak-anak Indo yang oke punya. Anda yang tinggal di luar batang mungkin tak tahu siapa Marsinah, Udin (Fuad Muhammad Syafruddin), Yap Yun Hap, Jafar Siddiq Hamzah, Sulami, Wardah Hafidz, Budiman Sudjatmiko, Munir, Romo Sandyawan, Pramoedya. "Bang Jeha, ogut kenal dong ama Pram, pan ketemu waktu doi ke Toronto." kata sementara warga Serviam :-). Ya, hampir saja (ini rahasia, tolong disimpan terus) paguyuban CCEVI juga berhasil "mengimpor" Romo Sandy ke Toronto tetapi edikit mandeg karena beliau lalu "dikerangkeng" oleh ordonya ketika ketahuan mau ke Toronto main politik :-). Apa yang dikatakan Jeff Winters mengenai Pram? Quote. Indonesians will never understand their history or themselves until they read and understand the writings of Pram. He can be thanked for his consistency of vision and his unwillingness to accept the empty apologies offered by today's elites for the wrongs of the past. Pram understands something leaders like President Wahid and his colleagues never will: If rule of law cannot be applied to those with so much blood on their hands starting now, there is no reason to have confidence that it will be applied to those who break the laws tomorrow and the day after. Justice comes into existence the moment it is applied. The clock starts with the first real investigations, prosecutions, and sentences. Until then, it is only empty talk, usually by those who fear justice the most. It sounds deeply pessimistic when Pram says he does not believe the current and older generation will bring meaningful change for Indonesia. But in fact it is Pram's way of saying to the younger generation that they are the only true hope for the country. He is as brilliantly subversive as he is inspiring. Instead of bringing in advisors like the autocrat Lee Kuan Yew or the hideous Henry Kissinger, President Wahid, Megawati, and the commander of the armed forces would do much better if they held weekly advisory sessions with Pram. Unquote.
Anda yang tinggal di Toronto tahu "Recycling Matters" dan segala macam yayasan yang meminta sumbangan baju kita maupun benda lainnya? Baru kutahu hari ini diekspor kemana baju-baju bekas kita semua prens. Bila Anda tinggal di Betawi, dengan modal Rp 1000, Anda dapat membeli baju bekasku atau Cecilia di Pasar Senen :-). Ya, itu tentu harga untuk bajuku yang agak kumel. Jas masih bagus yang kusumbangkan karena pakaian kerjaku sekarang tak perlu jas dan dasi lagi, dapat dibeli dengan harga beberapa ribu rupiah saja. Gaun Versage punya isteriku tapi bohong, pun dapat Anda beli dengan harga loakan karena memang pembeli baju impor tersebut sudah tahu mereka membeli baju bekas. Hesbats sekhalei Indonesia ini :-). Tiada yang lebih sreg juga kalau pertama kalinya daku bermobil di tahun yang baru di kota dimana saya belajar mengemudi dalam hidupku. Dari mulai di London, Inggris, otakku sudah kusiapkan untuk menyetir di sebelah kanan mobil di lalulintas sebelah kiri jalan seperti juga halnya di kota itu. Jadi, ketika penumpang atau kenekku mau masuk ke dalam mobil dan menuju ke arah pintu kanan atau pintu supir di Betawi, sempat kutertawakan :-). "Paye lu," kata si anak Betawi yang kasar. Untung mau ke Misa sehingga ia tidak mengajakku berkelahi :-). Ya, tinggal di kota berhukum rimba ini kita perlu lebih suci alias ke Misa setiap pagi.
Dengan suhu sekitar 30C, berjalan kaki di jalanan pun sudah merupakan olahraga yang memeras keringat. Tetapi tiada olahraga yang lebih oke dari berenang di kolam renang Tirta Mas. Anda penggemar tayanganku mungkin masih ingat ketika saya diusir dari kolam renang waktu memakai celana renang pantai, beach swimwear. Maklum si blo'on penjaga kolam renang belum pernah melihat celana renang model kolor, ia tahunya model kancut. Tetapi hikmahnya diusir dari Tirta Mas itu, kunikmati sampai sekarang karena Bang Jeha Anda kini bercelana renang kancut dengan akibat jauh lebih laju :-). Harga karcis sudah naik menjadi Rp 6600, masih tetap lebih murah dibandingkan kolam renang di kampungku, L'Amoreaux Pool yang ongkosnya 2.5 $ jauh dekat :-). Karena jatah renangku sekilometer setiap berenang, dikurs ke Rupiah ongkosnya cuma 6 sen semeternya, tidak ada kolam renang semurah di Betawi. Itulah asyiknya memang berliburan di kampung halaman bila kita bergaji dollar :-). Setiap membayar apapun, kita hepi dan tersenyum, apalagi kalau dibayari :-). Salam dari Betawi, sampai jumpa di tayangan berikutnya.