"Salju terus turun dari waktu ke waktu," kata anak kami di emailnya. Dengan adanya tumpukan salju, menjalankan anjing menjadi lebih asyik, suatu olahraga musim dingin saya dan Cecilia. Nah, kemarin kami melihat hal yang istimewa dalam menjalankan anjing. Kuyakin hanya terjadi di Indonesia. Seseorang "menjalankan" anjingnya naik motor! Kupakai tanda kutip karena tidak mungkin sang anjing berjalan tetapi ia harus berlari. Kelihatan tubuhnya yang cukup ramping hanya lidahnya melelet kepanasan. Memang banyak yang aneh-aneh di kota Betawi ini. Itu belum apa-apa. Bersandal kamar mandi, saya syoping ke mal Kelapa Gading ceritanya. Hanya Bang Jeha satu-satunya yang berani bersandal kamar mandi di seluruh syoping mal itu. Kuperhatikan apakah ada larangan untuk masuk ke dalam mal dengan sandal jepit merk Swallow itu. Hanya ada tulisan bahwa anak-anak berseragam sekolah dilarang masuk. "Peraturan bagus Mas, jadi anak yang bolos ketahuan," kata Anda. Bukan itu tujuan aturan tersebut tetapi agar supaya anak sekolah tidak bertawuran di dalam mal. Bagi Anda yang sudah lama tidak pulang kampung, tawuran adalah salah satu acara olahraga anak-anak sekolah di Melayu di jaman kini :-). Olahraga jenis ini lebih seru dari main petak atau sepakbola karena mereka saling lempar-melemparkan "cakram, lembing dan peluru" bernama batu kali.
Mungkin karena seringnya kami berenang, atau terlalu lajunya kecepatan Bang Jeha di dalam berenangnya karena memakai celana renang model kancut :-), atau mungkin air di kolam renang Tirta Mas ganas terhadap kain, baru semingguan celana renangku sudah perlu diganti. Jadi saya berbelanja di mal Kelapa Gading. Ternyata prens, si cing Harto memang sudah dibenci banget oleh rakyat Melayu. Uangku segepok di dalam denominasi 50 ribu rupiah bergambarkan si cing, engga laku. "Mesti ditukarin dulu di bank pak," kata si mbak kasir. Di dalam sekejap saya jatuh miskin :-). Yang begonya, mungkin mau memberi pelajaran atau "rasain loe punya gambar Harto", bukannya mereka menerima dan menukarkannya, kitalah para pembeli yang disusahkan :-(. Itu bedanya berbisnis di negeri yang tidak perlu duit ini dengan di Toronto. :-)
Anda yang tinggal di Toronto pasti tidak akan serinci saya dan Cecilia mendengar semua kisah The Hurting People dari warga kota Betawiku yang mengalami "kesenggol" bom di Hari Natal. Salah seorang teman Internet kami yang sekarang kami jumpai setiap ke Jakarta, pasutri S dan J bercerita. Sebagaimana tradisi, mereka selalu ke Misa Natal di kapel Kanisius karena kedua adik laki-laki S anak CC. Setelah Misa usai, tidak seperti lazimnya, adik mereka si G mengajak langsung pulang. Seperti sudah mendapat firasat, mereka, satu keluarga besar berdua-mobil langsung pulang tanpa bersalam- salaman. Oom mereka yang ikut serta dan selalu mesti "say hi to the washroom" seusai Misa, tidak melakukannya juga. Berderetan mobil yang di parkir di muka Kanisius ketika mereka mengeluarkan mobil mereka dari sekitar seberang PT Guna Elektro. Blenggg ... terdengar suara keras dari arah Kanisius, ketika beberapa menit kemudian mereka sedang dalam perjalanan. Alkisah prens sadayana, mobil di sebelah merekalah yang membawa muatan bom, ketika mereka kemudian melihat posisi "kawah" yang ditinggalkan mobil bom itu. Bila Anda mantan anak CC, mobil maut itu ada di sebelah kanan gedung, di muka tempat praktek beberapa dokter spesialis di jaman Bang Jeha masih jadi anak CC.
"I've got good news, I have a car; bad news, there is no driver. That means I have to drive myself to your place," demikian kataku ke L bos ICMC, International Catholic Migration Commission yang kukunjungi. "Isn't that dangerous?," tanyanya sebab dikiranya Bang Jeha sudah jadi anak Kanada :-). "Well, it is less risky than driving in Maluku, so I will see you around 11 AM," kata saya lagi. Bermobillah ceritanya daku menuju suatu rumah di Kebayoran Baru yang dijadikan kantor ICMC sebab tidak ada satupun relawan supir yang mau mengantarkanku. Namun, berkat "back-seat driver"-ku alias kenekku yang oke punya, tidak sekalipun atau sejalanpun kami tersesat. Masuk jalan tol di Pulo Mas, ambil jurusan Mampang/Tomang, keluar di Semanggi, jalan terus sampai inderaku mengatakan inilah Pasar Blok M. Tak lama kemudian sampailah Bang Jeha dan Empoknya di tempat yang ditujunya tanpa sekalipun perlu bertanya jalan. Memang sih si L sudah memberikan peta kira-kira dimana mereka berada. Tepat di jam yang dijanjikan kami sudah sampai di muka pintu kantor ICMC.
Buat teman-teminku warga CCEVI dan Serviam Apostolate di Toronto kalian boleh hepi sedikit. Sumbangan yang kita berhasil kumpulkan bersama, kata si L merupakan yang paling top dari jenis sumbangan langsung non-government atau private contribution. Selama hampir 1 jam saya dan Cecilia di-brief mengenai keadaan di Maluku, dimana yang oke, dimana yang bego dan betapa tersedia banyak lowongan buat psikolog disana. Proyek ICMC memang bermacam- macam, tentu saja mereka bekerja bersama LSM lokal dan tidak pandang "bulu". Bulu kuning merah hitam coklat tetap dipandang, maksudku baik pihak Islam maupun Kristen mendapat bantuan mereka. Itulah yang kusenangi. Pada umumnya mereka melakukan T3, sama seperti tugasku saat-saat ini, yakni Teach The Teacher; istilah lainnya Train The Trainer. Untuk kursus bidang PTSD, Post Traumatic Stress Disorder, mereka memakai psikolog anak Bosnia yang sudah berpengalaman bertahun-tahun menggarap kasus-kasus PTSD. Bang Jeha sudah melamar dan diterima langsung :-), untuk seusai pensiun menjadi konsultan ICMC. Seperti sudah kusebut di atas ICMC mestinya International (Catholic Migration Commission), namun kata si L lagi banyak anak Kanadanya disitu sehingga Catholic-nya diganti menjadi Canadian :-). Buktinya, selain si L anak Kanada, saya dikenalkan dengan P anak Ontario. Wah si P cukup haus akan info terkini sebab rupanya tidak sempat membaca Toronto Star. Maklum, sebagian besar dari waktu mereka, mereka habiskan di lapangan alias tempat-tempat yang jauh terpencil dari pusat kota. Kebetulan si P mantan pegawai kotapraja North York sehingga ia kenal dengan Oom Mel Lastman. Ketika ia bertanya bagaimana prennya, kujawab "He survived a scandal." Keluarlah berita sungguhan bukan gosip, bagaimana Oom Mel sedang di-sue habis-habisan oleh anak "haramnya" :-). Akibatnya, nasi goreng Bakmi Gajah Mada yang disuguhkan oleh ICMC bagi saya dan Cecilia menjadi tambah nikmat rasanya. :-)
Seorang anak mantan kantorku kemarin bertandang. Ceritanya ia mengajak Bang Jeha Anda bisnis-an :-). Jadi bukan saja lowongan tersedia di ICMC, lahan KKN-pun sudah terhampar tinggal ditanami. Kalau ada yang mengatakan tidak bakal ada revolusi di Tanah Melayu, itulah sebabnya prens, warga di kampung kita ini senang sekali berbisnis! :-) Mana ada orangg bisnis yang suka repolusi, repormasi pun asal lidah goblek, kata anak Betawi. Tapi memang para prenku di Jakarta ini benar, masa bodoh krismon keg, politik engga stabil kog, bisnis jalan terus. Salah satu yang menjadi spesialisasi SDM di Melayu adalah percaloan. Tidak tanggung-tanggung. Satu kenalanku menjadi calo PMI, Palang Merah Indonesia karena ia donatur darah. Jadi ia banyak mengenal orang PMI sehingga kalau ada yang membutuhkan darah, ialah "contact person"-nya. Satu sedulurku pakar mengurus segala macam surat, dari mulai SIM, ke surat-surat rumah, ke surat pajak sampai ke surat mahasakti. Pokoknya mereka yang tidak suka berhubungan dengan gubernemen tak perlu kwatir. Itu semua masih belum apa-apa. Satu temanku lagi, si G yang pernah menjadi "satpam Paroki-Net" kini menjadi calo security. "Apa itu Mas?," tanya Anda yang telmi (telat mikir). Penyediaan jasa perlindungan. Katakan ada kerusuhan dan kompleks perumahan tempat kediamanmu mau dibakar. Telepon si G dan langsung datanglah sepasukan security lengkap dengan pakaian "galak" dan tentu tak lupa "katapel timah panas". Kata temanku yang lainnya, bisnis si G itu maju pesat. Sebentar lagi mungkin ia akan "go public" alias masuk ke BEJ sehingga Anda semua bisa membeli sahamnya :-). Jadi sekarang Anda maklum mengapa negeri ini terus makmur meski tidak aman dan tak pernah akan terjadi revolusi. Salam "Hidup Reformasi" sudah kuno dan salam yang lebih baru adalah "Hidup KKN!" Sampai berjumpa di kisah berikutnya, salam dari Jakarta.