Prenku memang cukup banyak di kota ini. Dahulu waktu saya masih remaja, kalau saya ke Pasar Baru, hampir selalu saya berjumpa dengan orang yang saya kenal. Maklum penduduk Jakarta ketika itu, di akhir tahun 50-an, awal 60-an belum semembludak seperti sekarang. Satu prenku secomberan, yang pernah kusitir sedikit di tayangan terdahulu, sebetulnya sudah tidak perlu bekerja. Duitnya engga keitung banyaknya, kata anak Betawi. Kalau kusebut bisnisnya Anda akan manggut. Sebetulnya bisnis isterinya. Banyak kolegaku anak jenius, ia salah satu dari yang terjenius, kubuktikan waktu kami sama-sama ikut training di Hong Kong selama 3 bulan. Tidak ada hal yang ia tidak mengerti atau tahu meski yang mengajar pakai bahasa Inggris :-). Nah, itulah salah satu sebabnya meski ia sangat beruang, ia tidak mau berhenti bekerja. Otaknya perlu ia picu dan jejali terus dengan ilmu-ilmu terkini di dunia komputer yang setiap bulan ganti model baru dengan harga lebih murah :-). Kemarin saya berekreasi lagi dengan sedulurnya Cecilia, biasaaa ... makan di restoran :-). Letaknya di Tomang, namanya Central dan konon dulunya di Pasar Koja, sekompleks dengan Yun Nyan dan lain-lainnya. Memang banyak restoran Tionghoa yang enak di daerah Priok di jaman doeloe. Apa yang mau kuketengahkan adalah tentang si Encek pemilik restoran. Tak sempat kuwawancarai beliau tetapi taksiranku umurnya sekitar 75 80 tahun. Nah, seperti teman secomberanku di atas ia pun MASIH BEKERJA. Meski jalannya sudah lambat, ia hilir mudik. Menaruh sumpit-sumpit yang sudah dicuci ke dalam bungkusnya. Melipat lap secara pro dan menaruhnya di atas piring di meja-meja. Pokoknya "he is still an active team member" :-). Tak heran ia panjang umurnya dan sehat kuat begitu.
Siapa di antara Anda yang belum percaya kemajuan teknologi di Indonesia mengalahkan Kanada? Ketika sistim cellphone kita masih PCS, GSM sudah tersebar kemana-mana di Melayu. Ketika HP kita masih sebesar termos :-) HP anak-anak Indo sudah bisa dikantongin. Nah, beberapa tahun lagi Anda yang tinggal di Toruntung baru akan seperti mereka. "Apaan Mas?," tanya si Tomas suaminya si Jane :-). HP yang dilengkapi dengan earphone dan microphone. Jadi ketika sang HP bergetar atau berbunyi tilulit, kita si empunya mengambil kabel dari kantung kita dan menaruh ujungnya berupa earphone ke dalam telinga kita. Di kabel yang sama, dengan jarak yang sudah dihitung seberapa centimeter panjangnya antara telinga dan mulut orang Indonesia :-), tergantung sang mike. Jadi sambil mendengarkan apa isi "gossip for the day" kita bisa mengetengahkan lagi satu dua gosip baru atau menambahkan bumbunya seperti keahlian beberapa prenku di Toronto ini sementara tangan kita tak perlu berhenti melakukan apa yang sedang digerayanginya :-). Itulah upaya manusia Indonesia di dalam memelihara dan menjaga kesehatannya. Tidak akan ada pemakai HP yang sampai harus terkena kanker otak seperti HaPeis yang bernasib sial di Amrik Utara karena HP-nya mereka tempelkan ke kepala bukannya ke kuping.
Prenku yang kutokohkan di tayangan ini, menikmati banget hidupnya baik di Jakarta, Indonesia maupun di kantornya. Semua hal yang gilak-gilak dan aneh bin ajaib yang terjadi, diceritakannya secara humoris dan mengandung jenaka, baik itu ulah koleganya di kantor maupun orang senusa sebangsa setanah-air doi. Indeed, we have to take things from the lighter side if we want to survive living in this country. Satu berita humor kubaca kemarin di Kompas. Engga tahu apa ada di Kompas Online. Polisi berhasil mendeteksi bahwa di bawah rumah si Tommy Buronan, ada bunkernya dan cukup besar untuk dijadikan tempat bersembunyi. Geo radar Oom Polisi (apa pula itu bah, aku pun mboten ngertos) malah menemukan adanya jalanan di bawah tanah yang menghubungkan bunker dengan rumah si Cing Eyang. Lalu mereka meworo-woro, ini hesbatsnya Indonesia :-), bahwa mereka akan menggerebek rumah dan membongkar bunkernya. Serius engga becanda, mereka benar-benar datang kemarin dan membawa tukang batu plus linggisnya untuk membongkar sang bunker. Salah estimate, bunker dicor dengan beton setebal 40 cm, jadi perlu linggis yang lebih besar. Akan halnya si Tommy, mungkin doi sudah budeg saat ini karena harus mendengarkan kebisingan lantai atas kamar persembunyiannya ketika dilinggis polisi :-).
Anda yang tinggal di Jakarta tentu tahu, jenis maling kota ini pun beragam dan bermacam. Dari mulai maling ayam yang sekarang bisa mati digebuki kalau tertangkap, sampai ke maling milyaran $. Nah, ke dalam maling kelas teri, masuklah pencoleng kaca spion. Kurasa hanya di Indonesia kaca spion digasak dengan akibat ekspor suku-cadang kaca spion dari Jepang hanya ke Melayu :-). Sedulurku, Toyota Lucida-nya (van) sudah 2 kali digasak maling kaca spion. Yang hesbats adalah, si maling langsung menawarkan mau menebus berapa sang kaca yang dicongkelnya. Kembali, hanya terjadi di Jakarta. Harga kaca spion itu tidak main-main, konon Rp 1,5 juta. Gaji insinyur sebulan tak cukup buat beli kaca spion mobil. Nah, akibat lakunya kaca spion itu, manusia yang selalu beradaptasi sesuai dengan teori evolusinya Darwin, memakai akal. Kaca spion mobil mereka dibuat sedemikian sehingga dari jauh kelihatan pecah dengan akibat dihindari maling kaca spion. Anak Indonesia memang kreatif. "Alah biasa karena bisa," kata peribahasa ibu Anda :-). "Terbalik Mas," kata si Marsel pencinta buku-bukunya Pramoedya. Tidak terbalik, memang kebiasaanku yang baik karena racun di kota ini, menjadi pupus atau menghilang. Kalau saya bermobil di Toronto dan ada penyeberang jalan, apalagi di zebra cross, dari jauh saya sudah memperlambat kendaraanku, lalu berhenti beberapa meter dari sang penyeberangan bukan buat zebra. Apa yang terjadi kalau itu kulakukan di Betawi? Pertama saya digoblokkin oleh pengendara di belakang mobilku. Kedua, kalau ia sedang melaju alamat aku akan disundul dan bisa masuk UGD lagi :-). Ketiga si penyeberang jalan TIDAK AKAN MENYEBERANG. Itu yang kuperhatikan, tidak ada yang mau menyeberang ketika daku mengerem mobilku dan mempersilahkan mereka menyebrang. Mereka tidak tahu (lagi) bahwa mereka mempunyai hak untuk menyeberang. Semakin besar sang kendaraan, ya bis dan truk adalah rajanya, semakin kehilangan hak-hak mereka yang berkendaraan lebih kecil atau tidak berkendaraan.
Si Dewin anak Serviam yang baru seminggu di Toronto, langsung cabut dari Betawi, senang banget ketika membaca Bang Jeha lewat di Cideng Barat. Ia dapat melamunkan kali bau penuh sampah itu yang memisahkan Cideng Barat dan Timur :-). Barusan ogut ditraktir prenku makan siang di dekat situ juga, di restoran Kroya (Korean BBQ) bernama Gang Gang Asoi :-). Memang asoi sekali berjalan di gang-gang di Jakarta. Hanya ... Dewin dan para pendatang baru lainnya, kemarin saya betul-betul iri dengan Anda yang kedinginan. Jarang sekali aku perlu mengipas kegerahan. Di dalam gereja St. Kristoforus itu, bak di neraka rasanya :-). Lembaran Misa terpaksa kujadikan kipas dan sepanjang perayaan Ekaristi daku merenung dan tak henti-hentinya berdoa agar Oom Han mbok mempersilahkan aku nanti masuk ke taman yang ada AC-nya :-). Padahal suhu di luar paling 35C sedangkan menurut laporan dari Mang Ucup yang dikisikkin prennya, suhu di neraka sedikitnya 70C di musim dingin mereka. Si Romo yang mempersembahkan Misa, kutak-tahu siapa namanya, karena tak sempat sowanan basah jubahnya dan setiap menit menghapus mukanya yang keringatan. Ampun memang kalau harus memakai jubah. Kalau saja tidak ada bahaya di- ekskomunikasikan, mau rasanya daku membuka celana dan bajuku, biarin pake cangcut doang deh :-). Dulu, sekali dua kali di Betawi saya pernah ke gereja pakai celana pendek. Semua mata ditujukan melihat pahaku yang mulus :-). Jadi Bang Jeha kapok berpakaian tidak sopan seperti itu ke gereja, takut ada yang syur :-). Makanya, Anda yang di Toronto dan kedinginan, dengan memakai 3 lapis jaket, boleh beli di Cikapundung, Cibaduyut dan Cileungsi, pastilah hangat dan nyaman tubuhmu. Akan halnya daku, beginilah rasanya hidup di muka gerbang neraka :-).
Seorang bapak kuperhatikan kog berdiri saja sejak daku mulai berenang pagi ini. Di lap 10 atau waktu jedah Bang Jeha, kusapa dan kutanya apakah dengkulnya mengalami problem? Soalnya, kulihat dari dalam air sekali-sekali ia menekuk dengkulnya sambil menjejakkan kakinya ke dinding. Kalau saja dengkulnya kopong atau keropos, saya bisa menawarkan apakah ia mau membeli obat ajaib bernama SynVisc. Tidak main-main pren, ini penemuan baru tukang obat Amrik Biomatrix, yakni cairan semacam WD40 yang bisa dimasukkan ke dengkul kopong sehingga bisa dipakai menendang orang lagi :-). "Bukan Pak, saya salah dioperasi," jawabnya. Ia menjelaskan bahwa ia sakit pinggang dan si dokter bego melakukan kesalahan di dalam operasi sehingga akibatnya, sekarang kakinya menjadi sakit sekali. Seluruh badannya tidak mungkin berada di dalam posisi tegak lurus lagi. Dahulu ia bisa berenang 10 lap (500 meter) katanya tetapi sekarang ya seperti itu, berdiri saja dan mecoba melatih kedua kakinya. "Apa udah difisio Pak?," tanyaku. "Sudah, segala macam, dilistrik, dipanasi, tidak ada hasilnya. Frustasi rasanya Pak. Stress saya, kalau malam tak bisa tidur," katanya lagi. Bang Jeha mengangguk dalam, "Memang Pak, kalau tadinya bisa berenang 10 lap dan sekarang tidak, yah jelas akan stress. Tapi coba latih terus Pak, cari fisioterapis yang oke punya, yang mengerti sistim jaringan otot manusia," nasihat si sok teo :-). Kutinggalkan lalu bapak yang THP tadi, yang kalau di Amrik bisa jadi kaya raya hasil lawsuit terhadap dukunnya, di Melayu cuma berdiri di kolam renang. Sampai berjumpa di kisah selanjutnya, salam dari Batavia.