Prakata: Seri ke 25 s/d 42 ini kutulis di bulan Juni 2002 ketika seusai pensiunnya, Bang Jeha kembali menenikmati lebih dari sebulan di Indonesia.

Serba-serbi Kisah Kunjungan Ke Tanah Air Ke 25

Rembulan bundar berwarna kuning emas di langit yang biru mengucapkan selamat datang kepadaku di kota kelahiranku ini ketika Bang Jeha Anda tiba hari Sabtu lalu. Indah rupawan sebab selama ini bulan di Toronto mungkin berkat langit yang bersih :-), selalu putih bak putri salju. Tak banyak perubahan yang tampak sejak kunjunganku terakhir 1.5 tahun lalu. Bekas air banjir di rumah ibuku kuperhatikan setinggi apa. Lumayan (menyedihkannya) memang. Cerita musibah di Jakarta di bulan Januari lalu itu masih dapat kita dengar meskipun cerita yang sedang 'in' adalah seputar pertandingan sepakbola piala dunia. Sayang Thomas Cup sudah berakhir dan saya hanya kebagian wawancara dengan para pahlawan nasional pemain bulutangkis itu. Dalam hatiku, bila engkau menjadi jagoan seperti demikian, judul pahlawanlah yang kau sandang, jangan ente orang biasa-biasa azha, sandungan demi sandungan masih tetap akan kau hadapi. Kisah ini bukan serial THP jadi kuteruskan dengan dongengan oke punya lach yauw.

Seperti kukatakan, tak banyak perubahan kecuali jumlah portal maupun gardu hansip bertambah dimana-mana termasuk di muka gang rumah nyokap ogut. Di muka (eks) gangnya si NC Budi, 2 jalanan dariku, terpasang portal abadi, 24 jam sehari dengan pos hansip yang kentungannya 'cute' alias cabe rawit segede alaihim. Mungkin calon maling udah keder melihat kentungan cabe rawit itu sehingga berpikir 7 kali sebelum mencoba-coba menggaet sesuatu dari rumah warga disitu. Oya, satu perubahan lainnya adalah semakin banyak bertambahnya pasar, toko, mal maupun bangunannya. Kalau melihat suatu gedung yang belum jadi, jawaban warga setempat adalah, "Itu bakal jadi mal abcd atau pertokoan wxyz." Tidak ada pembangunan kolam renang ataupun badminton hall misalnya. Akibatnya, pagi ini saya berenang ditengah-tengah 100 "kecebong" di kolam renang Tirta Mas. Ya, mereka anak-anak SMP yang digiring gurunya untuk mata pelajaran berenang atau olahraga. Akibatnya, Bang Jeha Anda yang biasanya hanya membutuhkan setengah jam untuk 1 km lap-nya, menjadi terlambat sebab nabrak mulu :-). Seorang bapak yang kemarin dulu kutegur, pensiunan DepKeu katanya, kulihat hanya sebentar tahan berenang bersama para kecebong. Ia juga rajin ke Tirta Mas, 3 kali seminggu tapi butuh 1 jam untuk 10 laps-nya. Tidak kutanya rinci apa 10 laps-nya 1 km atau setengahnya. Itulah bedanya pensiunan enom dengan yang sudah gaek :-).

Kemarin saya bertemu atau tepatnya diajak jalan-jalan oleh seorang prenku yang sudah 40-an tahun lebih tidak berjumpa. Ia se-SMP (Budi Mulia) dan SMA (Kanisius) denganku. Hanya saya ke UI, ia ke Karlsruhe. Memory-nya masih bagus sekali sebab ia ingat pacar-pacarku :-). Ia pun sudah pensiun, sayangnya terpaksa atau istilah kerennya, for medical reason. Ya, ia berkendala alias dinasihati oleh dokternya, kalau masih mau hidup lebih lama, berhentilah bekerja alias hindari senteres di comberan dan penyangkulan. Tentu saja ia sayang akan nyawanya, anak eks CC memang banyak yang pinter :-). (Namun satu sedang diadili dan menjadi sumber berita sehari-hari karena sedikit kurang lihay, you know who I am writing about.) Kalau mantan Canisius College (yang di bulan September mendatang akan mengadakan reuni akbar 75 tahun) umumnya oke, mantan warga Sanbima atau eks comberanku, tak kalah hesbatnya. Semalam saya ditelepon oleh NK, bendahara PKB, partainya Gus Dur. Ketika ku-verify, katanya ia masih kepake oleh PKB sebab jago nodongnya :-). Betapa tidak. Ia tahu azha Bang Jeha 'loaded'. Kemarin dulu, lewat ATM Citibank di Kepala Gading, kuambil 1.5 juta rupiah, jumlah maksimum di ATM itu. Sayang cuma segitu, I will tell you why. Ketika saya menjawab ya pada saat ditawarkan mau resinya engga, crek kecrek kecrek, keluar resi jumlah yang kuambil maupun saldo di rekening koran Bank of Montreal-ku. Kalau saja jantungku tidak kuat, hasil berenang setiap hari di Tirta Mas dan mendayung kanu di Kanada :-), pastilah Bang Jeha Anda udah ngegelepar. Hold your breath, tahan napasmu, saldoku: Rp. 1.833.022.400,00. Coba tidak ada jumlah maksimum di ATM-ATM Jakarta, pastilah 0.8 milyard sudah pindah ke kas PKB seperti kujanjikan ke NK kalau saja ia bisa membantuku mencairkan uang Rp 1,8 milyar tersebut :-). Itulah prens sadayana, bukan saja Mpok Cecilia, Bang Jeha Anda pun tak kalah disayangnya oleh Oom Han.

Becanda tentunya alias sahaya tak berani takabur. Doa-doa Anda para penggemar tulisanku masih selalu kuharapkan, terlebih hari-hari ini. Betapa tidak. Sudah 10 20 jenis makanan langka (di Kanada) mulai kami nikmati sampai ke es teler abang di depan rumah. Tok tok tok, knock on wood, perut kami tidak berontak. Oleh prenku kemarin, anak Betawi juga, sahaya diajak ke food courtnya Pluit Mal ke suatu restoran yang menjual serba-serbi makanan kesukaanku. Sayangnya abang tukang kerak telor engga "masuk". Jadi malamnya saya cari ke Lokasari, engga ketemu juga. Penjaja makanan khas Betawi ini rupanya sudah seperti wong bule di Toronto, terdesak ke pinggir kota oleh para imigran dunia ketiga :-). Tak heran lagi. Kalau biasanya hanya beberapa gelintir warga Kampung Melayu yang mewawancaraiku setiap kali bertandang, "Gimana sih caranya pindah ke Kanada?" kali ini konon jumlah peserta jumpa darat dengan Bang Jeha warga Serviam di Jakarta sudah melebihi 50 orang. Temanku anak Karlsruhe tadi memang pinter. Katanya, kenapa saya engga mengambil (minta) fee seperti lawyer imigrasi Kanada yang berkeliaran di kota ini. Ongkos per orang 4500 US$ saja, tarip saat ini. Saya hanya tersenyum. Kalau demikian prinsip hidupku, sebentar lagi aku akan menjadi anak CC yang diadili orang :-). Sekian dulu dongengan pertama dari kunjunganku ke tanah air di musim panas tahun 2002 ini. Asyiknya kota Jakarta :-). Bai bai lam lekom, sampai seri berikutnya.

Home Next Previous