"Mas, masa sih engga ada lagi kebaikan atau keokeannya Jakarta atau Indonesia?," tanya Anda yang membaca tayanganku terakhir menggembrengi komentar Hamzah Haz mengenai mengapa negara ini belum bangkit juga dari kepurukannya. Cukup banyak. Di tingkat umum atau di publik, memang kelihatan orang cuek satu sama lain dan tidak pedulian. Di tingkat paguyuban atau kelompok ngerumpi lah mereka yang saling peduli dan masih mau membantu sesamanya. Hal ini nyata atau tampak sekali ketika musibah banjir melanda Jakarta. Sampaipun sekarang kita masih mendengar dari waktu ke waktu bagaimana si A membantu si B, si C menolong si D, tentu tanpa pamrih ketika terjadi banjir bandang di Betawi.
Pabrik obat atau silicone implant yang kuketengahkan kemarin hanya contoh negatif tetapi karena terbukanya Indonesia dan relatif mudah memasarkan teknologi disini, dalam beberapa hal Amerika Utara, terlebih Kanada, ketinggalan. Yang paling nyata adalah ponsel atau cellular phone. Ketika teknologi GSM ponsel sudah dipakai di Jakarta, hape kita masih sebesar kucing :-) bukan hasil suntikan silikon :-). Ketika anak-anak Indo sudah ber-SMS ke Roma dan Manila, anak Kanada masih sedikit yang punya HaPe. Sebetulnya, kutaksir konsentrasi pemakai HaPe terpadat di dunia ada di Singapura. Memakai MRT-nya setiap hari setiap jam dan juga berkeliling kemana-mana, setiap menit ada saja HaPe yang mencuit berbunyi dan sepanjang mata memandang, kalau tidak kuping sedang ditempeli ponsel, mereka sibuk memencet teks SMS. Kalau langganan cable TV kita hanya terbatas seputar channel Amrik Utara, pelanggan disini dapat menyetel puluhan siaran dari stasiun mancanegara termasuk channel Eropa dan Asia. Seorang temanku eks secomberan "gila bola" (ia juga aktif bermain bola) dan akhir bulan ini pulang kampung ke Shanghai, cuti khusus agar ia dapat menonton siaran piala dunia. Soalnya di Toronto, tidak bakalan ada siaran langsung kecuali mungkin yang semifinal atau finalnya. Nah, RCTI, salah satu studio TV di Jakarta menyiarkan 'live' seluruh pertandingan bola piala dunia 2002. Ongkosnya tidak kepalang tanggung, Rp 100 milyard saja. Silahkan Anda kurs ke US dollar (sekitar Rp 8500 hari-hari ini). Bagaimana tidak hebat. Tak heran demam bola melanda Melayu dan pastilah banyak yang BT ketika Saudi Arab dicukur gundul 8-0 oleh Jerman.
Kembali kepada kebaikan anak Indo, setiap pagi saya dijanjikan "rantangan" khusus oleh prenku Wangsa Susilo warga Serviam. Kemarin pagi ia mengirimkan saya kue mangkok, nasi rames dan es kopyor yang semuanya oke punya terutama kopyornya. Tadi pagi ia mengirimkan saya nasi tim yang tak kalah uenaknya. Entah apa menu rantangan besok :-). Di Toronto hal ini hanya terjadi kalau kita kematian dan tidak bisa memasak sebab amblas berduka. Sering prens yang peduli mengantarkan masakan agar kita tetap dapat hidup meski sedang mengalami 'grieving'. Satu lagi kebaikan warga Melayu kualami kemarin ketika dua warga AREK, Anton yang masih mencangkul di ibeem dan Diana mengantarkan ogut keliling Jakarta mencari kerak telor, eh barang kemping. :-) Anton cukup sakti sebab apa yang terjadi? Ia mengantarkanku ke temannya Iwan yang bukan saja bisa membuat website, juga perancang cem-macem barang kemping seperti backpack dan sleeping bag disamping MEMPRODUKSINYA. Ya, saya ke pabrik Iwan di daerah Pasar Rebo. Ransel 70 liter mirip kepunyaan Cecilia yang dibelinya (sale sekitar setengah harga) 150 $ dijual Iwan Rp. 400 ribu, pake diskon karena Bang Jeha diantar Anton. Alhasil, dengan ongkos setengah harga pack di TO, saya mendapat 2 backpack, satu daypack dan satu pack 70 liter. Iwan bercerita karena pack buatannya (merek Reptile) cukup oke punya, ia pernah mendapatkan pesanan satu container yang tentu tak sanggup dipenuhinya sebab industrinya adalah industri perumahan. Jadi kalau Anda ingin memodali Iwan, hubungi saya :-).
Cerita kebaikan anak Indo diatas mah bukan apa-apa ya sebab semuanya prenku. Tadi pagi saya dan Cecilia antri beli karcis di Tirta Mas. Si Mbak di belakang loket berkata, "Kurang Pak". "Lho, naik ya, sejak kapan?," tanyaku setengah tak percaya sebab modalku cuma dua lembaran Rp 10000 dan Rp 5000 tersebut. "Mulai 1 Juni jadi Rp 7700 Pak, jadi kurang 600 Pak (ada premi asuransi Rp 100)," kata si Mbak lagi. "Ya udah, nanti saya balik," kataku dengan maksud mengais-ais duit di dalam mobil. Mestinya sih ada Rp 600 jatah Pak Ogah :-). Eh eh, seorang ibu dibelakangku langsung berkata, "Saya bayarkan yang Rp 600 Pak." Ia memberikan Rp 1000 dan biasa kasir a la Tirta Mas, tidak dikembalikan. Saya dan Cecilia mengucapkan terima-kasih dan merasa terharu sebab di kolam renang berjumpa dengan ibu yang mempunyai bela-rasa. Siapa bilang anak-anak Indo tidak ada lagi yang baik hatinya :-). Sampai berjumpa di tayangan berikutnya dimana saya akan menampilkan satu dua keunikan dan kehesbatan Indonesia lagi. Bai bai lam lekom.