Serba-serbi Kisah Kunjungan Ke Tanah Air Ke 41

Anda tentu masih ingat tayanganku kemarin mensyer keponakanku yang lari ke dalam rumah dan tak suka main layangan. Ia hanya "mewakili" seluruh generasi ABG di Nusantara. Kuberani bertaruh, jangan sampai 1M Rp :-), ada jutaan bapak-bapak yang hari-hari ini sedang senteres berat karena tontonan mengasyikkan sejak sebulan berselang, pertandingan sepakbola kejuaraan dunia sudah berakhir. Berapa banyak bapak yang terkena RSI, repetitive strain injury, karena kebanyakan mencet remote-control TV :-). Untuk seorang fan baruku di Melbourne, itu prenku si L memang kurang ajar sekhalei dan omongannya lebih jorok dari Kali Karang Anyar. Bayangin, di depan tamu yang sudah dilupakannya, Bang Jeha dan isterinya, ia berpantun jopor, 'meeting' artinya mijit yang penting-penting (yang dilakukan para bos di Melbourne katanya). Masih ada sederetan kosa-kata jopor anak itu yang waktu masih di Jakarta tidak demikian halnya. Bilangin pren, kalau sampai tantenya almarhum tahu ia sekarang seperti itu, sampai di gerbang nirwana nanti mulutnya akan dilaburi cabe-rawit :-). Seriusan lagi, Anda tentu masih ingat peribahasa yang diajari bu guru kita, "Saya kencing berdiri, kalian kencing berlari". Yang dijadikan guru alias para ortu, seperti itulah kelakuannya, hobi mereka menikmati sesuatu yang pasif, tidak perlu heran lalu anaknya ikut-ikutan.

Kemarin dulu saya ditanyai prenku ketika berkumpul, "Jus, elu kalu kemping berhari-hari begitu, ngapain azha?," pertanyaan mudah sebetulnya untuk kujawab tetapi mungkin sukar untuk dicerna oleh mereka. Itulah untungnya menjadi generasi "gelasan", kita tak akan kekurangan permainan atau kesibukan di luar rumah. Mas W van Ciputat membenarkan bahwa tak ada lagi anak jaman sekarang yang mampu membuat gelasan benang untuk mengadu layangan. Satu contoh kreatifitas AUT, Anak Ude Tuwek alias generasiku. Meskipun resep gelasan sebetulnya cukup beling halus dan 'ka' (perekat kayu), kami mempunyai kekhasan sendiri-sendiri karena kami tambahkan cem-macem "zat sakti mandraguna" ke dalam gelasan kami. Ada yang boleh nyolong telor (putihnya) enyaknya, ada yang nyabet daun kembang sepatu tetangga (air perasannya), ada yang ngumpulin 'ambril' (serbuk besi, diperoleh dengan memakai magnit), deeste, deesbe, sampai ke resep yang gelasannya pake tai kotok :-). Bukan itu saja, Flo B. warga P-Net di dalam emailnya per japri kepadaku, mensyer segala macam permainan kanak-kanak yang dinikmatinya, ketika boro-boro Game Boy, telepisi azha engga terimpikan oleh anak-anak Indonesia. Kasian banget generasi ABG Indo bersama para ortunya ya :-). Bagaimana tidak?

Kusyer satu lagi. Di perumpian kemarin kukemukakan cita-citaku untuk masih mau melihat SumBar yang konon indah rupawati, juga Lombok dan Flores yang hanya sering kudengar ceritanya. Itu prioritas pertama dan tentu masih banyak tempat lainnya. Namun mereka menasihatiku untuk berhati-hati sebab dimana-mana banyak perompak maupun "bajak darat" di Melayu saat ini. Yang paling mengerikan untuk mereka adalah daerah Ogan Komering. Sampaipun Pak NA70 sesepuh (perkumpulan silat) Perisai Diri tak mau lagi mengemudikan mobilnya di route Jakarta-Palembang lewat Komering. Itulah kendala utama Indonesia, bukan saja sumber penghasilan pariwisata menjadi ciut karena nyali turis sekaliber Bang Jeha, para investor yang membaca tayanganku ini berpikir 2-3 kali sebelum mencairkan rekeningnya di Zurich Bank. Tak heran setiap akhir pekan ratusan ribuan bis pariwisata pergi ke Puncak karena masih cukup aman bagi warga Jawa Barat. Belum terdengar ada rampok di Taman Safari, Kota Bunga, dan Cibodas, tiga tujuan top-hit para bis pariwisata tersebut.

Oom Gun warga hampir semua milis yang kuikuti :-), ente rupanya sekiblat dengan Jusuf Wanandi yang meramalkan dalam 5-10 tahun mendatang Indonesia akan oke kembali. Kutahu keluarga Wanandi banyak bisnisnya, apa ente punya saham perusahaan mereka? :-) Seriusan lagi, tidak ada dasar sama-sekali ataupun apa yang bisa diharapkan sehingga keadaan di Indonesia akan menjadi gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo, bukan untuk segelintir aparat dan pejabat doang, tapi bagi RAKYAT banyak. Salah satu yang paling runyam tentunya urusan hukum dan keamanan sehingga rapor Sutijoso gubernur musim bom, maupun Polri jelek sekhalei. Kompas kemarin melaporkan cem-macem data mengenai kepolisian negeri ini dalam rangka menyambut HUT Polri. Anda yang tinggal di Indo mungkin tidak heran membaca kenaikan angka persentasi citra buruk Polri dari 50,9% tahun lalu hingga 62,9% tahun ini. Memang, kalau penyakit Indonesia saat ini ibaratnya terkena kanker, bagai memakan buah simalakama, tidak dioperasi ia akan ko'it suatu ketika alias bangkrut, dioperasi negara ini akan porak-poranda. Kemana jin botol si Wan Nawi, prenku di Pengkuper yang mampu memecahkan banyak permasalahan dunia ya? Tidak ada manusia satupun yang dapat membereskan negeri ini termasuk Taufiq Kiemas :-). Sampai tayangan mendatang, bai bai lam lekom.

Home Next Previous