Saya tak tahu hobby Anda apa saja selain menonton TV dan bermain golf :-). Waktu masih tinggal di Indo, selain saya berlangganan (sejak nomor 1) majalah sastra Horison, saya pun menjadi anggota Kine Klub di Taman Ismail Marzuki. Kalau Anda senang menonton film, yang akhirnya belum tentu hepi alias 'happy-end', Anda hanya dapat melihat film seperti itu di Kine Klub. Life is like a play, bukan kata saya. Tapi saya setuju dengannya sehingga hampir tak pernah ada sandiwara bermutu yang Cecilia dan ogut lewatkan waktu kami masih di Betawi. Dari mulai karya Teguh Karya lewat Teater Populer HI, sampai Willibrordus, eh Wahyu Suleiman Rendra dengan Bengkelnya hingga ke kreasi Arifien C. Noor pembina Teater Kecil. Hidup saya diperkaya oleh semuanya itu. Berbahagialah generasiku yang masih mengenyam dapat bermain gundu, petak dan layangan karena lahan di kampung kita belum dijadikan real estate. Lebih berbahagia kita semua, anak generasiku dapat menjadi manusia berbudaya, pergi kemana-mana tanpa perlu was-was apakah akan ada sasaran bom lagi hari ini.
Kemarin saya lewat Taman Ismail Marzuki, hendak melihat dan juga membeli karcis kalau-kalau ada pertunjukan sandiwara disitu. Nihil banget. Dari 4 papan alaihim pengumuman pertunjukan, hanya ada satu pameran patung. Anak Betawi hanya yang snobbish yang suka patung :-), kami lebih suka yang asli-li-li :-). Sebelum ke Ustrali, saya juga melewati Gedung Kesenian beberapa kali sebab kata satu dua prenku, kalau mau melihat sandiwara disitulah tempatnya. Sami mawon sarua keneh, tidak ada pertunjukan sandiwara. Kalau tidak salah ada pertunjukan boneka untuk anak-anak a la Disney atau eks Amrik. Payah banget mencari hiburan berbudaya sekarang ini di Jakarta. Bandingkan dengan kota-kota metropolitan lainnya di dunia. Ambil satu, Milan. Tidak heran kota itu bisa menarik pemain seperti Ronaldo hingga mau masuk InterMilan :-). Selain ia bisa menikmati opera di La Scala, ia pun bisa melihat lukisan termashur di sebelah Chiesa di Santa Maria della Grazie :-). Seriusan, banyak sekali acara kebudayaan di kota itu di cem-macem teaternya. Demikian pula Vienna dan Salzburg serta tentu kota-kota besar di segala benua lainnya. "Kapan Indonesia bisa masuk piala dunia?," kata iklan Extra Joss di RCTI setiap pertandingan piala dunia berakhir. "Ampe mati idup lagi juga ga bakalan," jawabku. Apa yang menjadi prioritas utama hidup di Jakarta ini, tentu yang kupantau dalam batas kemampuanku adalah urusan duniawi semata. Dari mulai skala terendah Oom Maslow alias urusan perut, sampai agar PD bisa di angkasa bila mobil kita berderetan dan rumah dijaga satpam kopassus. Itulah sepertinya yang menjadi sumber senteresnya manusia Indo sehingga hilanglah keramahannya. Uda Datuk yang dari warna kumisnya saja sudah ketahuan banyak kata bijaknya bersabda, "Orang yang berkata bangsa Indonesia adalah bangsa yang ramah, kemungkinan belum pernah melihat keramahan bangsa lainnya." :-) Uda betul sekhalei, dari mulai warga Zurich, Milan sampai ke Auckland, selalu kujumpai orang-orang yang ramah dan mau membantu. Semoga Andapun masih orang Indo yang ramah.
Apakah di rumah Anda anak-anakmu yang belum dewasa membaca tayangan Bang Jeha? Kubertanya karena apa yang akan kutulis ini 21 tahun ke atas alias 'only for mature audience' :-). Juga karena kutahu bahwa di Toronto ada satu dua keluarga prenku dimana seluruh anggotanya membaca dongengan ogut karena sering-sering mutunya oke punya. GR dikit boleh dong :-). Seperti sudah kusyer atau kusinggung kemarin, membaca buku Gonjang-Ganjing Perkawinan karya Leila Budiman, menyebabkan sahaya geleng-geleng kepala. Banyak sekali pasutri Indo yang "sakit" di dalam urusan ranjang atau esek-esek mereka. Dari mulai arti kiasan sampai arti sebenarnya, perempuannya kesakitan alias disiksa di dalam hubungan seks mereka :-(. Anda baca teori sexual disorder yang mana saja dalam textbook sepikologi, Anda dapat menemui kasusnya lewat buku Uni Leila. Betapa manusia Indo tidak gila seks? Tahan napasmu. Konon ada bapak atau laki-laki yang disunat dan lalu ditaruh mutiara di bagian ujung burungnya. "Buat apa?," kata Anda. Agar supaya si perempuannya keasyikan. Gile banget. Berulang kali dikemukakan oleh Leila bahwa organ seks yang paling penting ada di otak kita. Bukan, ukuran penislah yang dapat membuat seorang perempuan menjadi cintrong setengah hidup kepada lakinya, tetapi ulah kita di tenda, eh di ranjang, sejak 'foreplay' sampai ke akhir eksyen atau dalam istilah yang terkini 'total performance'. Karena tayangan ini bukan konseling seks Bang Jeha, itu saja yang ingin kukemukakan meski masih ada yang aneh-aneh lagi terjadi di tanah airku seperti anak yang sunatannya diberi kembang-kembangan (diukir kulit sisa sunatan sehingga penisnya kelihatan kece).
Anda bisa bernapas kembali dan apa yang kukemukakan, seperti halnya semua tayanganku, adalah kisah nyata dan syering dari pengalamanku sehari-hari. Like it or not, itulah tanah air kita bersama sekarang ini. Seperti anjuran Mas W dari P-Net dan Pa Aji Adrial dari Sanbima, kita manusia non-ateis masih dapat berdoa agar Ia yang maha-pemurah mau mengampuni bangsa yang patut dikasihani ini agar segera datang sang Ratu Adil bukan isteri si Taufiq yang dapat menghentikan langkah kehancuran bangsa. Amin. Tayangan ini juga merupakan akhir serial di atas dalam kunjungan Bang Jeha Anda ke tanah airnya, mulai akhir Mei s/d awal Juli. Saya bersama Cecilia minta permisi kepada Anda-anda yang masih bermukim di tanah air. Kepada semua pembacaku yang setia, doakanlah kami agar perjalanan pulang ke "tanah air" kedua, pilihan kami setelah dewasa, dapat berlangsung dengan lancar termasuk cem-macem makanan sekwintal yang kami boyong dari negeri berkelimpahan ini. Terima kasih sekali lagi atas semua persahabatan Anda dan kepada sedulur kami, atas cinta kasih kalian bagi kami berdua. Sampai berjumpa di lain waktu, bai bai lam lekom.