Serba-serbi Kisah Kunjungan Ke Tanah Air Ke 48

"Udah kemana azha?," adalah suatu pertanyaan standard prens dan sedulur kita yang ramah-ramah bila tahu kita yang tinggal di luar batang sedang jadi turis. Berhubung si saya baru menclok semingguan, ya belum kemana-mana sih kalau jawaban yang diharapkan adalah ke Bunaken (:-) cita-cita hidupku seh), ke Gunung Rinjani (komporan Cak Indratmo untuk menewaskan saya :-)), deeste. Jadi jawaban saya paling ke Bakmi GM, Satay Senayan atau Gado-gado Boplo. Jelas itu mah norak sebab siapa azha setiap saat bisa ke resto model begitu. Nah, saya tidak tahu ada berapa anak Betawi asli di antara Anda para pembaca dan kalau ya, apakah pernah mendengar, syukur-syukur mampir, di Italian Es Ragusa di Jl. Segara I? Itu resto es krim sejak kuda masih dikasih makan kue talam di Batavia alias dari jaman Belande. Menurut ukuran ketika Bang Jeha masih bocah, es krim itu adalah yang teroke sejagat raya :-). Kemarin saya mampir tombo kangen bernostalgia mengajak Cecilia yang tak pernah diajak babe enyaknya kesono sebab ia bocah Pekalongan. Es krim pesanan saya adalah yang selalu saya santap disana, Casatta Neapolitan. "Masih enak atau seberapa sih enaknya?," tanya Anda. Secara jujur dan demikian pula jawaban saya ke bojoku ketika saya mulai menyuap sang es krim, "Enakan Hagen-Dasz". Artinya kita dapat merasakan bahwa es krim itu agak "kampungan" dalam arti kata buatan rumahan dan yang pasti lemaknya tidak seabrekan es krim jaman sekarang dimana-mana. Namun, yang tidak bisa mengalahkan santapan es krim itu adalah kenangan indah yang disajikannya berhubung di restoran yang sama itulah saya dan adik saya serta bokap nyokap hampir setiap bulan ke Ragusa. Yang lebih melengkapi adalah jajanan lainnya yang bisa kita pesan dari luar resto seperti sate ayam, rujak juhi dan kue ape khas Betawi. Jadi meskipun saya belum dapat menjawab pertanyaan prens saya di atas, sedikitnya saya bisa bercerita, sudah mencobai lagi es krim Ragusa.

Kalau seputar soal makanan, dongengan saya tak akan habis-habisnya. Sejak pren saya Noordin CNL pindah ke Kanada, jabatan PhD doktor urusan makanan di Jakarta saya hibahkan kepada pren saya lainnya, Sisca Grandy yang saya kenal sejak di Paroki-Net. Beberapa hari yang lalu kami para penggemar si nCis eks P-Netter berkumpul di Gading Food City ngerumpi sambil bernostalgia. Memang hebat dan aneka rupa makanan yang ditawarkan di 'food court' di alam terbuka itu, lengkap dengan 'live band'-nya. Sisca-lah yang menemukan bagi saya Soto Betawi Pak Mat di belakang Gedung Bumi Putera di pinggir lapangan bola Persija yang bermetamorphosa menjadi Bang Husein di Pasar Rumput. Saya memang juga sudah kesana bersama salah seorang sahabat Internet saya lainnya dari milis Psiko/ServiamTO, si Nana Xenia. Nah, Sisca memberitahukan lagi satu tempat bapao di KG Boulevard, Teck Kee Tang Lin Pao yang ia suwer bapao teruenak se-Jakarta. Titel doktornya cukup bonafid sebab tidak ia beli seperti konon beberapa pejabat gubernemen Indo, memang bapao itu asyik punya. Yang lebih menggembirakan saya, ukurannya kecil, sehingga saya bisa menikmati lebih dari satu macam tanpa harus memperbesar ukuran lingkaran perut saya. Satu hal terakhir di serial ini mengenai makanan, nyokapku punya "resto" rahasia, yakni ia suka memesan makanan dari mantan koki restoran Tjoeng San di Senin yang pernah terkenal di jaman jayanya. Kemarin ini ketika pesanan bistik dan puyonghai serta lomie pesanannya dianterin isteri si koki, ibu saya bertanya apakah ada kepiting saus tirem di menu sang resto rumahan. Engga ada alias harus pesan. Walah, tahu-tahu si isteri yang semart menelepon bahwa ia sudah membelikan kepitingnya di Cilincing padahal mah nyokapku engga pesan. Begitulah teknik jualan anak Indo yang assertive alias tahu psiko langganannya yang lalu, merasa engga tega, jadi memesan kepiting yang sudah kepalang dibeli tersebut. Hidup di kota ini memang keras dan hanyalah mereka yang pandai mencari peluang kaya isteri si koki bisa bertahan.

Kekerasan hidup itu saya saksikan sendiri, bukan saja di jalan-jalan raya kalau saya mengalami kemacetan dan bisa menyimak 'what is going on' dari para warga kota yang sedang berjuang mencari sesuap nasi. Juga lewat syering seorang suster Katolik yang mewakili Yayasan Sinar Pelangi. Suster Andre saurang bule yang mungkin sudah WNI sebab orang asing tak bisa lagi berkarya di Indonesia, menjelaskan mengenai yayasan yang diasuhnya. Mereka membantu merehabilitasi anak-anak cacat berumur 3 bulan s/d 25 tahun yang a.l. sumbing bibirnya, gondokan, burut, bengkok, cacat wajah, maupun beberapa kasus kelainan medis lainnya yang suka menimpa seorang anak. Kata suster, bantuan tidak dibatasi oleh agama maupun etnis, alias terbuka bagi siapa saja. Ia mensyer satu kasus yang baru saja dialaminya, bayi yang dibuang ortu/ibunya di jalanan karena sumbing. Jadi di akhir pidatonya, suster meminta sumbangan bagi yayasan maupun panti asuhan yang dikelolanya. Itulah yang terjadi di negeri ini, tiadanya hak azasi untuk mendapatkan jaminan kesehatan bagi para warga bangsa, jangankan hak azasi untuk perumahan atau komponen HAM lainnya. Akibatnya para pengelola dan pengasuh yayasan seperti itu harus berkeliling nyawer mengedarkan "kupiahnya". Di brosurnya suster memberikan nomor bank rekening untuk penyumbang yang ingin mentransfer dana kesitu.

Saya lalu menjadi teringat bahwa 23 tahun lalu ketika saya cabut dari Indo, saya masih meninggalkan rekening koran (chequing account) di Bank Exim di Jl. Jendral Sudirman. Lumayan saldonya ketika saya pindah ke Kanada, sekitar beberapa ratus ribu rupiah seingat saya. Kalau saja masih ada dan terjadi pertambahan modal dengan bunga ber bunga, mungkin dana rekening itu lumayan untuk dihibahkan ke Yayasan Sinar Pelangi dan yayasan lainnya yang membantu kaum tertindas dan terkandas di negeri ini. Saya sedang meminta bantuan pren saya seorang bankir untuk mencari info apakah account Bang Jeha itu masih ada di Bank Mandiri (leburan beberapa bank pemerintah, antaranya Bank Exim). Syukur-syukur bisa saya cairkan sehingga dapat saya hibahkan kepada mereka yang lebih membutuhkannya dibandingkan Bank Mandiri. Anda kaum beriman, tolong bantu usaha saya ini dengan doa-doamu agar sukses. Terima kasih sebelumnya, salam dari Jakarta.

Home Next Previous