Serba-serbi Kisah Kunjungan Ke Tanah Air Ke 5

Kemarin pagi seusai Misa Cecilia membeli kue ape di depan gereja. Hebat sekali memang gereja-gereja di Jakarta ini. Setelah Misa selesai sudah menunggu segala macam tukang jualan bagi mereka yang belum sarapan. Selain tukang kue ape itu ada tukang roti, bakpao, mie bakso, ketoprak dan segala macam yang lainnya lagi. Sepulang di rumah, karena iseng saya buka atau robek kertas pembungkusnya. Ternyata computer listing daftar gaji PT Gobel Dharma Nusantara! Bohong :-), suatu laporan statistik penjualannya. Bermimpi- pun tidak untuk melihat kertas pembungkus berupa computer listing bila kita berbelanja di Kanada atau Amrik. Alamat perusahaan yang menangani pembuangan sampah dokumen akan menjadi "populer". Memang hebat semangat daur-ulang (recycling) manusia Indonesia ya :-). Segala macam yang namanya "sampah" di Indonesia dapat dimanfaatkan kembali dan menghasilkan uang. Waktu pertama kali tinggal di Toronto, kami kehilangan tukang loak yang mau membeli kertas koran kami yang seminggunya bisa mencapai berat satu ton :-). Beberapa tahun yang lalu, anak tetangga sebelah rumah saya di Toronto, sarjana lingkungan hidup dari Waterloo University dikaryakan ke Padang dalam rangka hubungan G to G. Banyak ceritanya kepada saya dan Cecilia sepulangnya bertugas. Saya yakin ia belajar banyak dari "teknologi daur-ulang" Indonesia :-). Buktinya program daur-ulang di Toronto termasuk pembuangan kertas koran sekarang mendapat tempat di hati masyarakat dan sangat disukai.

Dari waktu ke waktu bila sedang di Jakarta dan bertemu beberapa sahabat, mereka suka menanyakan kapan saya mau bekerja kembali di Indonesia. "Nanti kalau saya sudah pensiun dari IBM," kata saya. Tetapi melihat iklan-iklan lowongan kerja di koran Kompas, hati saya menjadi masygul :-). Soalnya ya, hampir semua lowongan kerja itu memuat batas usia. "Not older than 35 years old," bunyi iklan Bank Umum Nasional yang mencari programmer/system analyst. "Under 28 years of age," kata iklan PT Unilever Indonesia untuk lowongan management trainee. "Usia max 30 tahun," kata Astra Group yang mencari pegawai di bidang a.l. System Analyst. "Not more than 30 years old," tertera di iklan Dharmala Group untuk lowongan Web Programmer dan Web Designer. Masih banyak sederetan iklan lainnya yang bunyinya sama. Sedih deh ya menjadi manula di Indonesia yang masih mau bekerja. Kalau Anda perhatikan, mayoritas iklan memang di dalam bahasa Inggris meski dipasang perusahaan nasional. Satu dua meminta lamaran dimasukkan dalam bahasa Inggris. Inilah yang seharusnya ditertibkan oleh pejabat pembuat peraturan berbahasa Indonesia :-). Kan banyak cara lain untuk menguji kemampuan berbahasa asing calon pegawai atau pelamar.

Kemarin dulu saya bertemu dengan adik sepupu ayah saya, seorang pensiunan guru. Anak-anaknya masih bersekolah dan ia mengatakan, "Sekolah sekarang sudah seperti perusahaan." Saya terhenyak dan merenung mendengarnya. Benarkah? Sayang saya sedang picek alias tidak tahu bila ada komentar ataupun tayangan tanggapan Anda ke Paroki-Net sebab saya hanya mampu menayangkan saja. Kalau tidak saya mengundang sanggahan dari mereka yang tinggal di Jakarta untuk membantah pernyataan tante saya itu. Saya percaya ia salah dan masih banyak sekolah yang merupakan arena pendidikan, bukan arena mencari keuntungan. Mungkin ia termasuk 'the hurting people' :-) sebab ia juga mengatakan bahwa rumah sakit pun sama dengan perusahaan alias mencari keuntungan semata. Sudah saatnya saya menayangkan THP VII :-). Rupanya ia mengalami banyak perlakuan diskriminasi (catatan: suaminya pribumi dan mereka keluarga Islam serta tante saya tidak kelihatan sebagai orang keturunan) karena termasuk kelompok yang oleh Mas Pras dikatakan elit, ekonomi sulit. Dari kacamata mereka saya dapat mengerti mengapa mereka mengatakan sekolah dan rumah sakit sudah sama dengan perusahaan. Seperti pernah saya ceritakan, saya mempunyai beberapa teman yang "berusaha" di kedua bidang itu. Kalau saya singgung nama sekolah dan rumah sakitnya nanti saya menciptakan 'the hurting people' juga :-).

Waktu di Toronto saya pernah menulis kisah berbelanja oleh-oleh untuk sahabat dan kerabat di Indonesia. Sungguh tidak mudah membelikan oleh-oleh untuk orang Indonesia sekarang. Benar! Kalau Anda pergi ke toko-toko di Jakarta ini dari toko biasa sampai pasar swalayan sampai pasar kulakan, jenis dan macamnya barang yang dijual membuat Anda menggeleng-gelengkan kepala terkagum-kagum. Yang namanya JC Penney di Amrik atau The Bay di Kanada sih putus deh :-). Segala macam merk barang dan makanan dapat Anda jumpai. Hanya memang saya belum menjumpai daun lalap maple dan siropnya :-). Salah-salah bisa terjadi dialog sbb. "Ini mbak aku bawakan untukmu dan si mas pesawat genggam merk Montorelek type 3141617 yang paling mutakhir dan tercanggih di dunia." "Aduh jeng, ini banyak lho dijual di perempatan jalan kota Jakarta, berapa belinya?" Nah kemana muka mau ditaruh deh :-). Satu lagi yang membuat saya kagum adalah kemampuan untuk mengambil uang tunai dari ATM-ATM meski saya tidak mempunyai rekening koran apapun di bank-bank Indo. Asal kartu ATM atau bank Anda di Kanada mempunyai akses ke Interac kemungkinan besar Anda dapat mengambil uang tunai dari ATM yang berlogo Interac atau Cirrus yang banyak terdapat dimana- mana. Prosesnya cukup cepat. Tidak sampai semenit 'PIN number validation' Anda sudah selesai dan keluarlah kertas bergambar sakti yang Anda minta dalam jumlah yang Anda kehendaki :-). Konon Anda dapat mengambil sampai 1-2 juta rupiah tergantung ATM-nya dan biaya transaksi sebesar Rp 7000 (karena Anda tidak mempunyai rekening). Biaya itu agak mahal sebab di Kanada paling 1-2$. Kemampuan untuk membayar dengan kartu kredit juga sudah terdapat dimana-mana sampaipun berbelanja di Mangga Dua! Untuk Anda yang tidak tahu, Mangga Dua adalah nama kompleks pertokoan di Jakarta yang terkenal karena murahnya sebab mereka menjual eceran dengan harga grosiran. Jadi selama Anda memiliki kartu kredit dan ATM, Anda tidak perlu membawa uang tunai terlalu banyak bila berbelanja ataupun sebagai persiapan berkunjung ke Indonesia.

Kecanggihan lainnya di Indonesia adalah dunia periklanan. Baru tinggal semingguan saya sudah termakan iklan :-). Suatu kaset Billboard dimana salah satu lagunya adalah Bunga Mawar ciptaan A.Riyanto yang saya senangi (dinyanyikan oleh Uci yang tidak saya kenal namun bolehlah suaranya) sudah saya beli karena diiklankan di TV. Satu lagi iklan yang hebat yang saya lihat adalah cincin kawin berlian. Di Kanada rasanya tidak pernah saya melihat iklan ini atau orang memakai cincin kawin berlian. Di Jakarta saya mulai perhatikan dan memang ada yang memakainya. Hebat ya! Lebih lama tinggal di Jakarta, saya bisa termakan iklan ini pula sebab kalau saya melirik ke cincin kawin di jari Cecilia, semakin hari sudah semakin sesak :-). Maklum ia tidak mau mengecewakan orang-orang yang mentraktirnya. Waktu "CPM-nya" belum datang, ia rajin loncat tambang ratusan kali dan angkat besi karena saya katakan nanti di Cengkareng saya takut salah cium kalau ia sampai kegendutan :-). Eh setelah saya datang ia tidak begitu rajin lagi sehingga cincinnya sudah minta ditukar tuh :-). "Tanyakan pada seorang wanita, adakah yang lebih menggetarkan hatinya daripada sebutir berlian," kata sang iklan. Tetapi saya percaya kalau saya katakan ke Cecilia, mauan berlian atau canoe, pastilah ia memilih yang terakhir sebab canoe camping masih lebih menggetarkan hatinya. Ini kalau kami tidak tinggal terlalu lama lagi di Jakarta :-). "Hati senang walaupun tak punya uang," demikian bunyi nyanyian di lagu berjudul 'Bujangan' yang dinyanyikan oleh kelompok bernama Junior di kaset di atas. Susah rasanya untuk senang kalau tak punya uang hidup di Jakarta. Alasannya mungkin akan saya tayangkan di 'Kisah Kunjungan' keenam. Salam dari Jakarta.

Home Next Previous