Serba-serbi Kisah Kunjungan Ke Tanah Air Ke 51

Bukannya GR tetapi syer, saya dan nyonya sudah cukup banyak makan di resto-resto sedunia dari mulai di Asia sampai ke Amrik dan Kanada, dari Eropa sampai ke Australia. Banyak makanan yang oke, enak seperti misalnya pasta Itali dan salada Yunani yang merupakan dua makanan favoritku. Namun, tidak pernah ada yang mengalahkan keenakan dan keasyikan restoran di Indo, termasuk kalau lagi makan Chinese food di Hong Kong keg, di Toronto chinatown keg. Saya yakin, selain bumbunya yang ngepas di lidah kita, menyantap pasta seperti Bakmi GM dan salada Gado-gado Boplo membangkitkan nostalgia. Itulah yang membuat perbedaan kenapa makanan disini serasa jauh lebih enak dari dimana-mana. Satu makanan Asia yang mendekati keasyikan makanan Indo dari segi variasi bumbunya adalah masakan Thai tapi itu juga untung-untungan. Terakhir saya dan Cecilia ditraktir oleh ponakan kami di resto Thai Sawadee di Winnipeg, wuih uenak banget. Lalu kami makan bayar sendiri di suatu resto Thai yang udah lupa namanya saking engga enak di Flushing, NYC, lah kaga enak bo. Jelas kata Anda yang jail bin jaul, itu karena bayar sendiri sih :-). Nah, itulah memang salah satu "surganya" tetirah jalan-jalan di Indo, makanannya pas banget dengan perut kita. Ada "surga" tentu ada "neraka" dan Anda tak salah kalau mengatakan mens(cret) atau BAB (buang air besar). Isteriku kemarin sudah mulai berkenalan dengan Diatab, suatu obat diarrhea dan si saya hari ini amblass. Perutku melintir-lintir mulas bak diremas-remas ketika Misa di BonVen baru dimulai, padahal aku sudah mengucapkan 'confiteor', minta ampun atas segala dosaku selama ini :-). Karena tak jelas ada dimana WC-nya dan pada saat itu saya belum menenggak Diatab, dengan persetujuan kenekku sahaya cabut ngacir pulang. Sori Papa Jey, istilah ABG untuk Yesus di jaman reformasi. Kalau bojoku sampai mens, lebih masuk di akal sebab ia suka sekali akan sambel yang kita tahu semua, adalah kubangan cem-macem bakteri. Tetapi si saya yang alim begini, toh kena bakteri perut Kampung Melayu. Sudah begitu, ganasnya memang engga ketulungan. Di TO sakit perut cukup kita tenggak Norit atau Peptobismol, dalam sehari oke lagi. Paling gawat pakai Immodium. Nah di Melayu ini, kalau Diatab engga mempan, alamat saya perlu beli Smecta dan Bactrim Forte. Doakan saja Bang Jeha Anda.

Keramah-tamahan anak Indo, dalam hal ini para sohib saya terbukti lagi. Kemarin dulu saya mendapat email dari salah satunya menawarkan villa atau apartemennya di Carita. Mau banget. Seperti pernah saya syer di salah satu dongengan saya mengenai perkempingan, Pantai Carita adalah favorit saya dan Cecilia sejak kami masih pacaran berasyik-masyuk. Disitulah saya dan ia kemping bersama pertama kalinya, bersama a.l. Pastor Guendhardt, moderator PMKRI. Sekitar 10 kali ada saya kesana, baik dengan eks-pacarku maupun dengan teman-teminku lainnya. Sebelum pantai itu dikembangkan atau "ditemui" para developer, saya sudah tahu akan keindahannya (dan bersihnya di saat itu) karena ya Pater Guendhardt itu. Prennya sesama wong Jerman punya cottage di Carita, pas di tepi pantai di teluknya. Karena Pater tahu daerahnya maka kami diajaknya kemping bersama-sama, kami di tenda, ia di cottage bersama prennya. Siapa suruh kite jadi Melayu alias engga sekasta ye :-). Nah, sejak saat itu Carita menjadi langganan saya kemping tanpa perlu bayar 'fee' sesenpun. Entah punya siapa tanah di sepanjang pantai, mungkin masih milik negara karena tidak ada yang usil mengusir kami. Itu di tahun 60-an akhir. Ketika tahun 80-an awal saya pulang kampung dan sempat kesana, walah walah bujur-buneng, Carita sudah seperti pasar malam layaknya, hilang keasrian dan kesunyiannya. Ga pa pa sebab kalau ke Niagara Falls pun saya bisa melamunkan betapa indah air tumpah tersebut kalau semua bangunan di sekelilingnya dihapus saja. Saya yakin melihat lagi Carita, akan membangkitkan nostalgila kami berdua :-). Masalahnya, pren yang tawarin, mulai nanti malam mobil tebengan saya diminta oleh yang punya alias saya terpaksa akan kehilangan kendaraan untuk dipakai kesana. Tentu saja saya tak mau jadi si Belanda yang kurang ajar, sudah dipinjamkan apartemen, mau minta tanah, eh mobil juga :-). Jadi sementara ini tolong kunci apartemenmu disimpan dulu, saya pasti mau ke Carita.

Meskipun kita orang asing atau hanya melakukan kunjungan singkat ke negeri ini, kalau kita berbahasa lokal, apalagi ngerumpi bersama anak bangsanya, di dalam beberapa hari pun kita sudah tahu seberapa gawatnya keadaan atau suramnya masa depan Indonesia. Yang sedang ramai ditulis dan dianalisis di koran-koran adalah selesai ditunjuknya 5 pimpinan KPK, Komisi Pemberantasan Korupsi oleh DPR. Yang masuk atau dipilih itu ternyata tidak memenuhi aspirasi rakyat alias yang dijagokan mereka tidak masuk. Yang lolos adalah "die-die juga" yang selama ini toh tidak berhasil memberantas korupsi yang sudah ada, yakni wakil dari kejaksaan, kepolisian, ngABRI. Salah satu tokoh yang dijagoi rakyat, Marsilam Simandjuntak yang ketika masih mahasiswa se-era dengan saya, tidak masuk ke dalam tim KPK itu. Berita begituan sebetulnya sudah tidak aneh demikian pula kupasan dan analisis serba suram lainnya mah udah jamak. Satu hal yang lain dari yang lain adalah apa yang dimuat Kompas kemarin. Yakni ramalan Putri Wongkamfu, nama cucu si Empeh Wong, bahwa Pemilu 2004 akan berjalan meriah, semarak dan ramai, bak pesta saja. Berita seperti inilah yang dibutuhkan psikonya warga bangsa ini. Bahwa kita semua baik yang tinggal di Indo maupun yang di luar batang tak perlu kuatir sebab sehabis Pemilu, niscaya Indonesia yang gemah ripah loh jinawi toto tentrem karta raharja akan muncul kembali bak sulapan si David Copperfield wong Amrik.

Artikel Putri Wongkamfu itu memang perlu bagi konsumen Indo tapi tak akan kukirimkan kepada prenku Dr. Jacques Bertrand. Masih ingat edisi Kompas, Catatan Akhir Tahun Bidang Politik dan Hukum yang kusitir di tayangan lalu? Ku-email Jacques menawarkannya dan ia mau beeng katanya. Jadi kalau Anda mempunyai bahan-bahan artikel untuk memperbaiki buku yang ditulisnya berjudul 'Ethnicity and Conflict in Indonesia' silahkan Anda mengirimkannya kepada beliau dan sebut saja nama saya sebagai sponsornya. Oya, ia mahir membaca maupun bercakap-cakap dalam bahasa Indonesia terbukti ketika ia kongkow-kongkow dengan Pak Pramoedya waktu kami undang beliau ke Toronto di tahun 1999, pertama kalinya Mbah Pram ke luar batang sejak dipenjarakan Suharto. Inilah alamat surat Propesor Jacques, menurutku wong bule Kanada yang paling pakar mengenai dunia perpolitikan di Indo berkat pernah tinggal disini.
Dr. Jacques Bertrand
Associate Professor of Political Science
Asian Institute Munk Centre for International Studies, Rm 107N
1 Devonshire Place
Toronto, ON
Canada M5S 3K7

Terima kasih sebelumnya, sampai berjumpa di seri mendatang, lam lekom bai bai.

Home Next Previous