Serba-serbi Kisah Kunjungan Ke Tanah Air Ke 56

Pertama-tama, kepada semua penggemar serial ini dimana saja Anda berada: Selamat Tahun Baru 2004, semoga ... . Titik-titiknya Anda isi sendiri dengan resolusi tahun barumu yang mungkin sudah usang, misal mau berhenti merokok untuk mereka yang sudah kecanduan :-) atau mau jadi kurus untuk yang terokmok tapi hobinya makan mulu. Akhirnya prens, berkat doa restu Anda semua, sekarang saya sudah dapat menjawab pertanyaan standard anak Indo kepada prennya turis dari luar batang. Saya sudah ke Semarang, Solo, Yogya dan Bandung serta melintasi seratus kota dan desa lainnya di Jateng Jabar. Tuhan selalu mahabaik, dikirimkannya dua "malaikat" pengemudi dan keneknya untuk menyupiri saya berdua nyonya di trayek di atas, dari mulai Jakarta lewat Pantura, kemudian dari Yogya ke Bandung. Dapat saya laporkan, supir kiriman Oom Han tersebut benar-benar luar biasa. Mesipun umurnya sudah lebih uzur dari saya (sedikit sih, beda satu shio doang kata orang Tionghoa), kegesitannya mengemudi bukan main lach yauw. Bayangkan, trayek Klaten - Solo yang serba macet dan terutama ketika masuk kota, bisa disikatnya pas tepat waktunya, jam 2:55 sudah ada di ujung Jl. Slamet Riyadi padahal jam 2 siang masih lesehan bersama seorang prennya di Klaten. Namun, nasib kurang baik sedikit karena kami membutuhkan waktu hampir satu jam mencari gereja tempat dilangsungkannya pernikahan si Dindin, sahabat Internet kami. Semuanya itu tak lain karena keramah-tamahan wong Indo yang sangat suka membantu. Seorang Romo prennya pak supir yang kami khusus temui di Klaten ketika ditanya ada dimana Gereja Kristus Raja di Solo, dengan mantepnya tapi ngawur memberikan petunjuk, bahwa dari ujung Jl. Slamet Riyadi, sudah kelihatan katanya. Akibat petunjuk yang amblas itu, kami jadi lebih mempercayai saurang pastor yang ngaco ketimbang 10 tukang becak yang kami tanyai sepanjang kesesatan kami di Solo. Tuhan kembali mahamurah, berkat doa restu si Ncis yang dengan gencar ku-SMS-in mohon petunjuk, ketika telepon interlokalnya dari Jakarta ia tutup, tahu-tahu kami sudah ada di depan sang gereja di daerah Solo Baru yang letaknya jauh banget dari ujung Slamet Riyadi. Nasib reks :-). Baidewe lagi, meskipun terlambat 45 menit, trims berat kepada kebiasaan jam karet Melayus, pas kami sampai pas akan dimulai upacara pemberkatan kedua mempelai menurut tradisi Gereja Katolik. Jadi tidak sia-sialah seluruh perjalanan khusus kami dari Jakarta ke Solo Baru, semoga sang pengantin dapat langgeng pernikahannya seperti pak supir dan keneknya serta Bang Jeha Anda. "Amin," kata mereka yang mengenal Diana dan Lilik si bojo. Anak-anak pak supir kami tidak habis percaya ada orang segila bapaknya, terus ngotot meski sudah nyasar, untuk kondangan ke seorang pren yang kenalnya cuma dari Internet :-). Seumur hidup mereka, baru kali itu dalam waktu satu jam doang, sudah sempat mengunjungi cem-macem gereja keiristen di Solo yang ditunjukkan oleh para tukang becak ketika kami tanyai sang gereja ada dimana :-).

Terakhir saya ke Semarang ketika masih pacaran dengan bojoku, a.l. "sowanan" ke kuburan babenya almarhum, di Kobong kalau Anda wong Semarang. Kesan saya ketika itu, kotanya semrawut sebab sempat macet total satu jam di daerah Pasar Turi kalau tidak salah, mau mencari bakmi yang enak. Kali ini saya ke Semarang, mungkin karena keramahan tuan dan nyonya rumah, kembali sahabat Internet kami yang belum pernah sekalipun kami pandang matanya, si Kus Dul Badung, ternyata kota itu cukup adem ayem. Jalanannya ramai tapi tidak ngawur atau segila di Jakarta lalulintasnya. Kota Semarang dari atas tempat bernama Alam Indah (daerah Candi ke atas lagi), lumayan indahnya di waktu malam, polusinya relatif tidak terasa sebab seluruh kota dapat kita lihat berkelap-kelip lampunya. Yang paling mengesankan adalah daerah kota tuanya, dengan beberapa bangunan sejak jaman VOC atau Belanda, lebih tampak terpelihara dibandingkan dengan Jakarta, Bandung atau kota-kota lainnya yang kami kunjungi. Jumlah lampu lalinnya yang putus boglamnya juga tidak sebanyak di Solo dan Yogya :-). Salah satu yang istimewa di Solo dan Yogya, lampu merah bisa berarti terus sebab itu adalah merah untuk lalulintas yang mau belok kanan. Lalulintas yang terus, merah atau berhentinya ditandai dengan lampu ber-icon tanda panah lurus terus yang kecil.

Masih ingat dongengan saya mengenai restoran Kusuma Sari di Jakarta yang dimiliki prenku anak Padang yang jualan (kog) masakan Jowo :-)? Saking enaknya masakan Jawanya, juga dibekali pesan doi bahwa harga di Solo setengah dari harga di Betawi, saya tidak mau melewatkan mampir ke restoran tersebut yang kebetulan letaknya juga di Jl. Slamet Riyadi. Apa lacur dan sedikit aneh, restoran pusat K.S. di Solo, di kedua lokasinya yang berdekatan, tidak mempunyai menu masakan tradisionil Solo, boro-boro ada nasi liwet atau sup timlonya. Karena sudah lapar, maka ya terpaksalah kami memesan 'chicken steak' di sang restoran yang kalau dari harganya memang murmer. Tidak sampai sedollar sepiringnya, kita sudah kenyang. Di muka restoran K.S. di Solo tersebut, terpancang pengumuman sudah dibukanya cabangnya di Jl. Ahmad Dahlan Kebayoran Baru dan kesanalah sebaiknya Anda pergi bila ingin menikmati nasi liwet asli Solo, bukan dari Kotogadang :-). Rupanya bukan hanya lalulintas tapi keadaan bisnis restoran di Indo pun serba semrawut yach.

Kalau sudah 30 tahun tidak ke Semarang, sudah 40-an tahun saya tidak ke Yogya sehingga ya rada norak sedikit. Setiap malam kami ke Malioboro dan tentu sebelumnya sowanan dulu ke Oom Han alias hadir di Misa terakhir di hari Minggu sore jam 6 malam. Paroki Kotabaru itu tidak sesukar Kristus Raja ditemuinya sebab di Yogya saya ditemui oleh kembali, seorang pren Internet saya, Akang Mas Drajat wong Ngayogyadikarta. Beberapa tulisan psikologi populer saya cukup laku alhamdulilah sehingga dimasukkan ke dalam majalah Psikologi Polri, Empathy. Itu sebabnya Mas Drajat bersemangat menemui saya untuk mengetahui kesan saya terhadap perilaku wong-wong sekotanya, just kidding rek. Ya, doi menggambarkan peta dimana letaknya sang gereja paroki dan kalau Anda lain kali mau kawin di Yogya atau Solo, mbok dibuatkan petanya supaya para supir tidak sampai nyasar mencarinya :-). Pergi ke Misa dimana umat yang datang ngebeludak sih sudah bukan hal yang aneh di Indo ya. Tapi pergi ke Misa yang terakhir-akhir banget dimana umat meluap sampai ke pelataran tidak akan Anda temui di Amerika Utara. Terlebih lagi ada 16, baca enambelas, 'ministry of eucharist' yang saya hitung membagikan hosti di saat komuni. Luar biasa rek. Mana mungkin negeri dengan contoh iman para warga yang seperti itu bisa amburadul ataupun hancur berantakan, mestinya ya.

Kalau Anda simak, sejauh ini dongenganku di nomor serial ini memang mengkisahkan perjalanan saya ke Jateng dan Jabar. Menurut saya, dari seluruh trayek yang kami lewati, yang paling 'challenging' sekaligus menarik adalah rute dari Yogya ke Bandung yang ditempuh sekitar 10 jam oleh pak supir istimewa kami. Disitulah keahlian mengemudi kita diuji. Sudah jalannya serba sempit, hanya muat dua mobil alias sejalur searahnya, sudah tambah penuhnya dengan segala macam kendaraan bermotor, dari waktu ke waktu kita akan menjumpai pedati dan gerobak serta andong di jalan raya yang tentu dengan alon-alonnya ikut memakai sang jalanan. Selain lebih rusaknya atau buruknya mutu aspal rute itu di beberapa bagian, berkelak-keloknya jalan raya di daerah pegunungan, terutama di Nagreg, memang membuat menyetir menjadi lebih asyik, terutama bila Anda masih berjiwa muda seperti supir kami :-). Jadi saran saya, kalau Anda sedang mencari-cari seorang supir yang baik dan dapat diandalkan, ajaklah atau ujilah ia membawa mobil, kalau bisa pinjaman saja, sepanjang Bandung-Yogya atau sebaliknya.

Nah, karena dongengan ini sudah cukup panjang, sekian dulu prens sadayana. Di seri berikutnya akan sahaya kisahkan mengapa saya dan Cecilia hanya disupiri sampai ke Bandung doang. Terima kasih sebesar-besarnya kepada pak supir istimewa kami di perjalanan kami semingguan berselang, Oom Gun SSSS dan keneknya yang setia, Tante Ennie. Thank you very much for all your hospitality, kindness and love to both of us, your Internet friends :-).

Home Next Previous