Mungkin Anda belum lupa akan kehepian saya bahwa meskipun tidak bisa menonton pertandingan badminton internasional di Jakarta ini, saya sempat kebagian menyaksikan pertandingan di TV, ESPN tepatnya. Meskipun seluruh partai final itu adalah hasil rekaman kejuaraan dunia tahun 2003 di Birmingham, Inggris, lumayan banget dibandingkan nonton mutu bule-bule Kanada badmintonan. Hanya, sekaligus peristiwa gembira tersebut menjadi peristiwa sedih karena tidak ada satupun partai pertandingan final dimana pemain Indonya ngejagoin. Boro-boro kaya RRT dengan 'all China final' alias kedua pemain senegeri Cungkuo. Melihat kwalitas atau mutu permainan para jawara tersebut, memang sih mereka hesbats semuanya tapi engga keterlaluan banget lah dilihat dari kacamata si saya. Jumping smash mereka oke, tapi Rudy Hartono pun bisa. Permainan net-nya banyak yang mulus tetapi Tan Yoe Hok pun mampu. Penguasaan lapangannya memang bagus, demikian juga ausdauer mereka tapi kalau tidak demikian ya mana mungkin masuk ke final kejuaraan dunia. Satu-satunya partai dimana ada anak Indonya adalah ganda putera, si Sigit Budiarto dan si Candra Gunawan yang keduanya baru sekali ini saya lihat, maklum saya anak Kanada yang norak kalau soal siapa-siapa pemain Indo sekarang. Harus saya akui, jagoan di era saya, Nyoo Kim Bie dan Tan King Gwan akan putus sih diadu dengan mereka, mana bisa opa-opa tahan melawan pemuda seusia mereka :-). Hanya saja, kenapa atau kemana para pemain cewek Indo yang dulunya oke, sejak si Minarni mulai mentenarkan nama puteri Indonesia dan kemudian si Suzy pas saya cabut ke Kanada. Saya jadi melamun sepanjang menyaksikan kebolehan wong Kroya (Korea) dan RRT pada tandingan. Dahulu cuma Malaysia, Malaya di tahun 1957 ketika Piala Thomas diboyong Indonesia yang menjagoi sedunia. Oke ada bule dari Denmark dan Inggris yang cukup bagus permainannya tapi umumnya akan keok lawan orang Asia di final. Mengapa LeLeTe sekarang jadi oke begitu? Tak salah lagi karena "diusirnya" Si Botak, julukan kami anak-anak ke pemain calon pengganti Yoe Hok, di akhir tahun 50-an ke RRT. Ting Hian Houw nama doi ketika ia masih di Betawi dan bermain di kelab sana-sini yang kutonton. Walah tak lama kemudian saya dan man-teman mendengar bahwa namanya sudah ia ganti menjadi Tang Hsien Hu, mewakili RRT di pertandingan dunia dan yang parah, menjadi coach para (calon) pemain Cungkuo kaliber dunia. Jadi kalau mau mencari kambing hitam terpuruknya mutu perbadmintonan di Indo, mulailah dari para menteri di Kabinet Djuanda yang sudah mengeluarkan peraturan bernama PP 10. Bila Anda bukan WNI suku Tionghoa, peraturan pemerintah itu melarang wong Cino berdagang di daerah-daerah. Akibatnya ribuan "ting hian houw" pada hengkang ke negeri leluhur dan sebagian jadi warga THP. Kambing-kambing hitam selanjutnya, tentulah Anda-anda yang tinggal di Indo dan pencinta badminton lebih mampu menunjuknya dibanding sahaya.
Anda para pemerhati psikologi tahu mengenai phobia ya? Bila Anda warga milis dimana saya suka mendongeng, Bang Jeha pernah menayangkan serial Phobia. Salah satu terapi psiko yang sering dipakai untuk menyembuhkan para penderita phobia, tak peduli ketakutannya itu seputar naik montor mabur alias kapal terbang atau melihat kacoa seperti diidap isteriku, bernama flooding. Dengan metoda yang sudah diselidiki secara seksama, para penderita di-ekspose "dibanjiri" dengan sumber ketakutannya. Misal, bila ia takut kacoa, ia akan diberikan kacoa dari plastik dulu atau yang mirip tapi tak sama. Bila ia takut terbang, ia akan didudukkan di kursi pesawat terbang yang tidak bakalan enjot-enjotan terkena turbulence namun mencerminkan suasana bak di dalam pesawat udara. Melenceng sedikit, konon anak Kanada yang terkena phobia naik kapal terbang, disebabkan oleh uzurnya para stewardess Air Canada dimana sebagian dari mereka wajahnya mirip si nenek sihir di dongengan Hansel dan Gretel. Kalau Anda tidak percaya, naiklah Air Canada dengan penerbangan yang jauh-jauh seperti ke Eropa atau Asia. Saya jamin Anda akan bertemu dengan perempuan yang mirip nenek sihir :-). Nah, kalau Anda pernah tinggal di Betawi pada bulan Pebruari tahun 2001 dimana banjir bandang melanda kota ini, Anda mungkin mengidap phobia takut banjir. Pak Gub Sutiyoso rupanya tahu akan teori psiko di atas sehingga guna menyembuhkan banyak penderita psiko di kota ini, ia membiarkan terjadinya flooding alias dibanjirin terus azha dah warga kota. Dana anggaran daerah yang tersedia, tidak perlu dialokasikan untuk mencegah banjir tapi lebih tepat dipakai untuk menyembuhkan phobia jenis lainnya. Yakni, bila selama ini Anda takut naik bis dari Blok M ke Kota atau sebaliknya, cobalah naik busway sebentar lagi :-).
"Tilulitlulit ...," telepon hape pinjaman saya berbunyi sekitar jam 9 malam kemarin. Ternyata seorang sohibku pemerhati psikologi yang merekomendasikan agar saya keluar dari kamar dan melihat tayangan Trans TV channel 7. Tentu saja saya patuhi wong sepuh psiko di Indo :-). Tidak perlu terlalu lama duduk jadi permirsa siaran berjudul 'Dunia Lain' itu saya sudah feeling mengapa saya dianjurkan menonton. Untuk Anda yang tinggal di luar batang, tayangannya serba klenikan, urusan persetanan maksudku hantu. Tidak terlalu lama menonton saya lalu berkomunikasi dengan sohib sepikolog tersebut. Katanya, setiap malam Jum'at beberapa saluran TV menayangkan soal begituan. Wong Indo saat ini sudah berbudaya irrasionil, katanya lagi dan saya cuma ho-ohin teringat kasus penggalian harta karunnya Said Aqil yang merebak beritanya di Internet hingga budaya Indo kembali menjadi omongan sedunia. Mengapa sedulur prens Anda-anda menjadi suka klenikan? Kata sohibku lagi, karena mereka sudah kehilangan kontrol terhadap dunia atau lingkungan mereka hidup. Padahal kalau Anda ingat teori Glasser yang pernah kuprosmotsikan, salah satu kebutuhan manusia normal adalah ya itu, control atau power. Kugembrengin sinyalemen prenku sepikolog dengan mensyer bahwa itu sebabnya gereja yang Misa paling akhir pun penuh dengan tua muda besar kecil, umat yang yang sudah banyak kehilangan kontrol dan hanya bisa berdoa semoga Pulo Mas dan Kayu Putih tempat rokum mereka berada, tidak kebanjiran di minggu-minggu mendatang. Saya tidak bercanda sebab itulah kotbah si Romo paroki, ia hanya bisa berdoa mengharapkan air surut dan tidak terjadi hujan lagi. Tidak beda terlalu banyak dengan manusia purba yang menandak berjoget di muka api unggun sambil berteriak-teriak mengusir dewa-dewi atau setan hujan agar pergi dari lahannya.
"Grrrrekkk grrrrekkk ...," bunyi SMS hapeku ketika saya masih di Yogya diajak kelilingan Oom Gun ke Ganjuran di Muntilan dan ke Sendangsono. Ternyata, lagi lagi Tuhan mahabaik kepada Bang Jeha dan empoknya yang sedang menjadi turis di tanah air mereka. Kami mendapat undangan nonton pertunjukan konser Boney M yang mungkin tidak pernah Anda dengar kecuali sudah setuwek kami. Merekalah pencipta lagu populer 'By the rivers of Babylon' di tahun 60-an akhir ketika saya masih menjadi teknisi Radio Angkatan Muda. Kalau Anda tahu liriknya, isinya adalah keTHPan bangsa Yahudi yang dibuang ke Babylon (Irak di jaman kini) dan tak bisa bernyanyi lagi. Kepincuk dengan undangan itu, meskipun kami tidak tahu bahwa harga tiketnya jeti-jetian, maklum dalam rangka pencarian dana, kami mengubah rencana untuk dari Bandung pulang di tanggal 31 pagi naik KA Argo Gede (ekspres). Jadilah kami berdua "turis borjuis", melewatkan malam tahun baru di hotel Shangri-La didendang-senandungkan oleh kelompok Boney M. Bukan itu yang penting atau mau saya syer, tetapi naik kereta api Bandung-Jakarta tanpa stop. Dahulu waktu saya sering ke Jatayu, pasar dumping barang-barang bekas spare-part pemancar radio eks AURI, saya sering banget ke Bandung naik KA. Bedanya, sekarang jauh lebih nyaman tetapi sekaligus kami jadi borjuis juga sebab keretanya ber-AC dan lama perjalanan cuma sekitar 2,5 jam doang. Sebetulnya, kami senang sekali naik KA dan terakhir kami kemping ke Swiss, Itali dan Austria, naik apa yang namanya Eurorail. Jangan dibandingkan harga karcis kereta di Eropa itu maupun di Kanada dengan Melayu. Saya sesekali ke Ottawa naik KA dan jarak yang cuma 400-an km dari Toronto itu membutuhkan duit sekitar 100 $ per tripnya. Bayangkan ongkos karcis Argo Gede yang cuma Rp 75 ribu, dikurs tidak sampai 15 $ Kanada. Ditambah lagi ... jangan kejengkang, kami diberikan bantal yang lumayan bersihnya dan ... satu dos berisi air + roti + snack. Kapal terbang domestik di Amrik Utara saja sudah tidak memberikan makanan/snack kepada para penumpangnya. Si MoTe memang benar lagi, Indonesia tanah murmer :-). Hidup PJKA :-). Sampai dongengan seri berikutnya, bai bai lam lekom.