Serba-serbi Kisah Kunjungan Ke Tanah Air Ke 61

Jadwal makan saya dan Cecilia di Jakarta ini sudah semakin ketat alias setiap hari ada saja yang mau mengajak kami makan, umumnya prens dari Internet :-). Jadi kalau Anda juga mau mengajak kami makan, dengan sangat menyesal booking kami sudah penuh mulai saat ini s/d tanggal 25 Januari. Kata pasutri ServiamTO cabang Jakarta yang kemarin malam mengajak kami makan di Nelayan Senayan, apalagi kemampuan anak Indo untuk menyenangkan tamunya kecuali mengajaknya makan? Bejug, bener juga sebab manusia langka sedikit-kurang-waraslah yang mau mengajak kami tamasya ke pulau di musim barat dan main bekel bersama :-). Nah, su-is prens kami tersebut bercerita bahwa salah satu bisnis yang lagi ngetop di Jakarta ini adalah mengelola upacara pesta perkawinan, suatu bisnis jasa jadinya. Misal Anda mau mungut mantu, tinggal kontak si Badu yang jadi bos bisnis demikian. Dengan asumsi sang calon mantu sudah di-screen diinterpiu tidak terlibat G30S, eh itu mah untuk generasi saya, tidak terlibat bom Bali dan JW Marriott, Badulah yang akan mengurusi semuanya. Mulai dari pencetakan kartu undangan sampai ke distribusinya, mulai soal memesan tempat di hotel yang dipilih anak dan calon mantu, termasuk ngebook MC-nya maupun band sampai ke penyanyinya. Bila Anda ngefans ke si Inul, mungkin Anda rela menambahkan lagi beberapa jeti agar para tetamu bisa menikmati 'boran'nya doi yang sudah terkenal sampai ke Kanada :-). Oya, tak lupa tentunya si Badu perlu mengatur makanan supaya cukup sehingga tidak terjadi apa yang dialami Bang Jeha minggu lalu ketika kondangan di pesta prennya yang ngunduh mantu.

Ceritanya si saya datang agak di akhir jadwal pesta, yakni pada jam 8:15 malam dimana jadwalnya antara jam 7 s/d 9 menurut undangan yang bisa dipercaya. Demi sopan santun saya dan nyonya langsung antri di belakang puluhan orang lainnya untuk memberi selamat dulu kepada sepasang mempelai, padahal kulihat ratusan orang masih ngerubungin "kiosk-kiosk" berisi cem-macem makanan. Weleh-weleh ketika turun dari panggung menuju kiosk tersebut, makanannya udah pada gelontangan, istilah Betawi berarti entek, abis rek. Yang tinggal tersisa cukup banyak adalah pasta Itali dan saya hanya bisa tersenyum di hati alias ogah ah makan pasta di Indo. Itu sih menu kemping kite, kata Bang Herry prenku di Toronto yang paling doyan pasta kalau kami kemping bersama. Iye Bang, lantaran aye ke pesta engga bawa ransel, jadinya kuhabek kue-kue saja, dessert untuk mengisi perutku yang sudah keroncongan. Kembali ke si Badu yang kemungkinan dikaryakan pren saya di resepsinya di hotel mewah Gran Melia di Kuningan, konon ia juga yang mengurus booking tempat ibadah lengkap dengan pastor, putera altar dan koornya kalau ente Katulik, sesuatu urusan yang sempat membuat si Dindin prenku jadi THP ketika mau kawin di Solo belum lama ini. Pokoke, dengan adanya servis si Badu semua tinggal beres, apalagi kalau jumlah undanganmu ribu-ribuan seperti pren saya di atas. Ya, kalau Anda tinggal di tanah airmu, semakin banyak jumlah undanganmu, akan semakin sedikit anggota keluarga, handai-taulan atau sohibmu yang akan mengumpat menyumpahimu sebab tidak diundang :-). Kalau undangan Anda jumlahnya 2000 orang, paling sedikit Anda akan disenyumi 2000 kali.

"The pathology report on the thyroid piece that they removed showed the presence of pappilliary cancer," bunyi satu kalimat dari ratel pren saya di Toronto yang kuterima kemarin. Suatu konfirmasi bahwa hasil biopsi yang baru saja dilakukan terhadap thyroidnya ternyata 'cancerous'. Sejak hari pertama ia diduga mempunyai kelainan di organ itu, yakni ketika ia selesai menjalani pemeriksaan kesehatan rutin setahun sekali, saya diinformasikannya karena kami sering saling bantu membantu mendoakan. Saya pernah bercerita kepadanya bahwa ayah saya amblas karena kanker thyroid, tidak ketolongan karena sudah di stadium IV ketambahan umurnya sudah lanjut. CA teman saya masih dini sebab diketemukannya di dalam pemeriksaan rutin. Saya lalu menjadi teringat pren saya di atas yang mengundang kami makan. Ketika ia bertanya kog saya engga tambah gendut sejak kami terakhir bertemu (saya sudah naik sekilo selama sebulan di Jakarta), saya katakan salah satu resep saya adalah berenang 1 km setiap pagi. Isterinya lalu berkata bahwa dokternya menganjurkannya untuk berenang demi suatu kelainan yang dialaminya. Hanya, ketika saya menawarkan untuk menjemputnya, ia tidak bisa sebab harus masuk kantor pagi-pagi. Itulah suatu yang tragis bin ironis meskipun mungkin suatu hal "lazim binti lumrah" di Melayu. Orang berlomba-lomba menyangkul ngumpulin duit dan pemeliharaan kesehatan menjadi sekunder. Salah satu bukti lainnya yang saya temui selama ini adalah melihat ompongnya gigi sohib-sohib saya, padahal saya tahu sebagian besar cukong alias mampu untuk memakai gigi palsu seperti saya :-). Masalahnya saya yakin mereka tidak ada waktu untuk berkali-kali mengunjungi dokter gigi, mungkin prinsipnya nanti saja kalau sudah pensiun atau sekalian ompong semua dulu biar cepet prosedurnya.

Kemarin kami mendapat satu ratel lagi dari pren non-Internet kami, eks bosku waktu masih nyangkul di kumpeni kami. Cecilia kagum sekali membaca email tersebut sebab ia tidak pernah secangkulan dengan kami. Isinya adalah kiat dan langkah-langkah bantuan rinci yang disiapkannya agar kunjungan saya ke Bali dan pulau-pulau bagian timur lainnya di Indonesia menjadi mulus dan akan serba menyenangkan. Saya tentu tidak 'surprise' karena pernah sama-sama bekerja di dalam satu team dengannya. Istilah cangkulan kami, itulah yang namanya 'complete staff work', sesuatu hasil kerja yang superior. Tidak heran bahwa banyak kolega-kolegaku yang digaet PT Astra karena rupanya Oom Willem dan anak-anaknya tahu bahwa kumpeni kami memproduksi karyawan seperti doi :-). Selain email yang masuk tersebut, tuan rumah alias penyedia cottage yang akan kami inapi di Ubud juga khusus menelepon saya pagi ini memastikan 'everything is alright'. Ia juga pren sekumpeni dengan saya ketika jaman masih susah :-). Itulah bagusnya bersama-sama "tumbuh" menjadi manusia di antara kita anak-anak Indonesiya, bantu membantu dan di dalam hal saya meminjamkan tempat bagi Bang Jeha berteduh sebab tendaku kutinggal di Toronto alias tak mungkin kemping. Lagipula prenku tahu bahwa hanya orang sinting tulen yang di jaman sekarang masih pasang tenda di Carita atau di Kuta maupun di Kepulauan Seribu :-).

Satu hal menarik terakhir yang ingin saya syer hari ini adalah membuminya ujud Misa atau doa-doa di gereja di Jakarta ini. Misal, tadi pagi ada yang memasukkan ujud agar Tuhan membantunya di dalam memperoleh visa ke Kanada. Ke Kanadanya pelesetanku, bantuan bagi visanya suwer engga bohong. Belum lama ini ada yang meminta ujud agar suaminya insap pulang dong, kemungkinan sudah kelamaan ngedekem di rumah WIL doi, Wanita Idaman Lain kalau Anda sudah tidak up-to-date dengan singkatan anak-anak Indo. Mana ada ujud Misa di Toronto yang seperti itu, paling-paling demi perdamaian dunia alias muluk-muluk banget ye. Boro-boro dunia bisa berdamai, wong antara abang ade ipar mertua azha sering kite pada korslet, ya engga? :-) Mong-ngomong WIL, kemarin waktu mengantar pren saya ke Cibubur ke perumahan yang serba asri dan berbentuk villa-villa saya jadi nyeletuk bahwa itu tempat yang ideal banget untuk menaruh WIL. Disetujui dibenarkan oleh pren saya dengan mengemukakan data tetangga yang diyakininya WIL. Waktu saya masih tinggal di Kayu Putih Utara di tahun '77 daerah tersebut adalah perumahan baru yang juga serba asri alias burung terdengar bernyanyi di pagi hari. Sebelah rumah kami seorang WIL juga, suwer lagi. Itulah satu hal yang membedakan cowok-cowok di Indo ini dengan di Kanada. Godaan, sarana ataupun probabilita untuk ber-WIL tinggi sekhalei. Jadi hai para isteri prenku yang tinggal di Kanada dan Amrik, count your blessing you have your husbands fully, they go home to you every night and on the week-end too :-). Bai bai lam lekom, sampai seri berikutnya.

Home Next Previous