Serba-serbi Kisah Kunjungan Ke Tanah Air Ke 65

Seperti sudah saya singgung di tayangan terakhir, kalau hati Anda tidak tegar alias engga tegaan berhubung Anda sudah terlalu lama tinggal di luar batang seperti isteri saya, kemungkinan Anda tidak akan betah terlalu lama jadi turis di Melayu. Bukan saja jurang kaya miskin menganga di hadapan kita dari waktu ke waktu, tidak saja di Jakarta tetapi hampir di seluruh tempat turis yang kami kunjungi, penderitaan rakyat negeri ini dapat kita lihat sepanjang hari. Lupakanlah 'right to adequate housing' bagi WNI, tidak ada yang namanya 'right to health services' seperti di Kanada. Itulah sebabnya terjadi suatu pergumulan batin ketika saya dan nyonya sedang menunggu cabutnya kapal terbang kami yang ke Denpasar di airport Cengkareng. "Jam berapa nih Pak?," tanya seorang bapak yang sedang menggendong anaknya di sebelah kami. Lewat kalimat awal itu, kami bertiga jadi berbicara atau tepatnya saya dan nyonya bertanya mengenai dia dan anak yang digendongnya, yang sudah seperti tawanan kamp konsentrasi Yahudi. Anak perempuan itu konon umurnya sudah 15 tahun tapi tubuhnya sekecil boneka yang kami bawa untuk cucu keponakan Cecilia. Ya, seperti bayi. Matanya satu sudah rusak, melotot dan kata si bapak terkena tumor. Ia butuh pelayanan kesehatan yang tidak pernah diperolehnya atau tidak didapat si bapak. Isterinya kabur meninggalkannya tidak lama setelah anaknya menjadi cacat/sakit ketika berumur 4 tahunan. Kendalanya di saat itu, ia akan pulang ke Surabaya tetapi hanya dapat satu tiket. Anaknya harus bayar biaya tiket 'infant' yakni 20% dari Rp 600 ribuan, ongkos sejalan Jakarta-Surabaya. Itu yang tidak dimilikinya, 100 ribu sebab tiketnya konon ia peroleh dari suatu yayasan. Tentu saja ia memperlihatkan tiketnya dan mana saya tega untuk memeriksa apakah tiket itu valid bonafid. Kutanya jam penerbangannya, masih ada waktu untuk membayari tiket infant-nya tetapi waktu untuk kami tinggal setengah jam sebelum pesawat cabut. Dibekali pengalaman hidup, tidak akan saya berikan ia uang tetapi mauku sih ke Garuda ticket counter untuk membantu membelikannya. Cecilia sudah nekad tetapi itulah, hati saya lebih tegar alias tega melihat kesengsaraannya. Memang tidak saya pertanyakan, 'forgive me Lord' apakah anak itu bukan disewanya dan ia aktor yang sedang beraksi. Kata hati saya ia 'genuine' sedang terpuruk, tidak tahu bahwa infant perlu bayar alias tak bisa digendong di dalam pesawat. Sepertinya sih ia sudah pernah membawa anak itu kesana kesini. Eniwe, saya tidak lulus di dalam ujian kemanusiaan seperti contoh di atas sebab sesenpun tidak saya berikan kepadanya, ketika ia minta diri akan pergi dari bangku di sebelah kami. Mea culpa. Itulah suatu hal yang bisa membuat Anda yang tinggal di luar batang seperti kami, tidak betah lama-lama di Melayu kecuali Anda mampu menekan suara hatimu dari waktu ke waktu. Tentu saja kalau uang simpananmu berjeti-jeti dollar alias 'trip budget'mu tidak seterbatas saya dan nyonya, akan lebih mudah bagi Anda untuk menjadi 'sinterklas' di Indonesia ini.

Kita lupakan pengalaman menyiksa seperti di atas untuk hari ini deh sebab di Indo hari libur alias hari raya Imlek, Tahun Baru Tionghoa. Kepada yang merayakannnya Bang Jeha mengucapkan 'Sin Tjoen Kiong Hie' semoga Anda banyak mendapat "angpao" di tahun monyet ini. Sudah saya katakan Oom Han itu sayang banget kepada isteriku :-). Sudah ia ditawari nginap gratisan di suatu villa kepunyaan teman kami di Ubud, Bali, walah walah, berikut dipinjami mobil. Pucuk dicinta ulam tiba banget dah. Akibatnya kami jadi "hidup" alias bisa pergi kemana-mana, ke Danau Bratan di Bedugul maupun ke Danau Batur di Kintamani. Tak terhitung kelilingan Ubud dan Denpasar menikmati semuanya yang ditawarkan di pulau dewata itu. Kalau saya katakan setengah dari biaya tiketku sudah kepulangan ketika bisa menonton pertandingan badminton kejuaraan dunia di TV Indonesia, setengahnya lagi lunas ketika selama dua malam berturut-turut saya menonton menikmati tari-tarian Bali dengan gamelannya yang hebring beeng. Bisa bertemu dengan tempat penyelenggaraannya, di Pura Dalem Puri Tirtasari sudah suatu "mujizat" alias kebetulan. Saya memang tahu bahwa malam tersebut, jam 7:30 akan ada pertunjukan tari-tari Legong di Tirtasari. Tidak saya tegaskan dimana karena kupikir semua orang akan tahu, pas saya diberitahu pertama kalinya oleh seorang pegawai agen perjalanan di Ubud. Tak ada satupun yang tahu dimana sang tempat dan demikian pula mengunjungi satu dua pura yang bernama demikian, hasilnya nihil. Sudah, saya dan kenekku putus asa serta memutuskan balik ke arah villa kami sebab di dekat situ ada pertunjukan Tari Kecak yang tak begitu kusukai karena selain cowok semua yang main,monoton :-). Walah weleh, ketika kami belok kiri belok kanan belok kiri sampai ke jalan raya Denpasar-Kintamani, di depan mataku tertera tulisan Tirtasari. Langsung saya feeling 'this is it' dan benarlah dijawab oleh petugas di tikungan itu, akan ada Tari Legong. The rest is history alias Bang Jeha menikmati banget tari Pendet dan Legong Keraton dan Kebyar Terompong dan Oleg Tambulilingan sebab mayoritas penari cewek bahenol semuanya :-). Thank you Lord dan trims berat sekali lagi kepada tuan dan nyonya rumah anonim kami di Ubud. We really enjoyed our stay in Bali as you so wished us.

Saya pernah syer bahwa permintaan ujud Misa di gereja di Indo ini bukan saja menarik, juga membumi, tidak seperti di Kanada ya. :-) Demikian juga kalau kita membaca iklan-iklan koran. Kalau di Toronto kita yang wajahnya udah pada keriput tetap melamar kerja dan oleh si interviewer ditaksir mbesok juga bakal kojor dibebani programming peras otak 16 jam sehari, dengan sangat sopan kita akan ditolak sebagai "overqualified". Tidak demikian halnya dengan iklan lowongan kerja di koran Melayu, terang-terangan mereka menulis batas usia para pelamar alias orang yang segaek ente dan saya, mendingan jalan-jalan azha dah kerjaan kita. Namun, satu iklan yang saya baca di Kompas kemarin di ruang tunggu airport Denpasar membuat saya mencelat. Anda yang seera dengan saya di milis Paroki-Net, ketika nama-nama warganya masih dirahasiakan kaya anggota partai terlarang azha :-), mungkin kenal si Justine Woen, jawara perenang eks Tasikmalaya koleganya Rudy Reindeer? Ya, saya mengenal doi dari P-Net dan suatu ketika, kesengsem dengan dongengan saya ia bertandang ke kami di Toronto. Tidak percuma ia eks atlit sebab ketika kuajak sepedaan dan berenang, penampilannya tidak mengecewakan meski ia ngaku agak gempor sedikit ketika harus menanjak tanjakan Victoria Park di dekat Lake Ontario. Berita atau iklan Kompas adalah suatu somasi terbuka dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta yang pada prinsipnya menyuruh si Justine melapor sebab ia kabur dari tugas atau kewajiban beasiswinya. Pokoknya Justine berdosa berat kepada Atma Jaya yang sudah menyekolahkannya di Australia sejak tahun 1996. Nah, kalau dikau masih di P-Net Justine, atau sekarang nama warga milis itu sudah bisa diketahui dan tidak lagi seperti warga "sel-sel PKI" :-), j a n g a n p u l a n g kampung dulu sebelum uangmu cukup untuk membayar kerugian Atma Jaya yang sudah susah-susah nyekolain dikau ke Aussie. Kalau dikau suatu ketika mau ke Toronto lagi, saya berjanji tidak akan memberitahukannya kepada para advokat dari Pusat Bantuan Hukum Atma Jaya yang lagi mengudak-ngudakmu :-).

Masih menyangkut iklan atau lowongan kerja, berkat kebaikan Satyo pren saya di Sanbima, saya belum lama ini ngelamar kerja di/bagi suatu proyek World Bank di Indo. Tentu saja lowongannya kebisaan saya, bukan canoeing, biking atau swimming tetapi computer systems design. Ketika saya sedang di boil menuju Ubud, seorang bernama Owen atau wakil perusahaan Kanada tersebut di Jakarta menelepon hape saya. Fasih juga bahasa Indonya dan terjadilah sedikit proses interview antara dia dan saya. Rupanya ia sudah memeriksa situs Web atau hompej saya sebab pertanyaannya banyak ngelanturnya :-). Yang membuat ia tertarik menginterview saya adalah pengalaman saya di beberapa organisasi nirlaba, NGO kata anak Kanada, LSM istilah lainnya di Indo. Jadi ketika ia saya tawarkan untuk meminta referensi Romo Sandyawan demi pemeriksaan kredibilitas saya, apakah saya seorang "caleg busuk" atau lumayan dah, langsung ia semakin senang sebab Romo Sandy dikenalnya dengan baik katanya. Marilah kita doakan agar perusahaan Kanada tersebut yang bernama Capra International bisa memperoleh proyek World Bank ini sehingga Bank Jeha dan Empoknya dapat memperpanjang tinggalnya di Indo untuk lalu pergi diving lagi ke gili-gili (artinya pulau kecil) di Lombok :-). Amin. Bai bai lam lekom, sampai dongengan berikutnya.

Home Next Previous