Sampailah sahaya di akhir dongengan di kunjungan saya kali ini. Pertama-tama seperti biasanya calon sarjana menulis di thesisnya maupun para pemenang 'award' berpidato, saya ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Anda semua. Ya, bila tidak ada Anda yang saya tahu membaca setiap patah kata yang saya tulis, tentulah tiada semangat saya untuk mendongeng setiap 2-3 hari sekali. Kedua-dua, terima kasih saya ucapkan kepada para sponsor kami dari mulai tim doa perjalanan muhibah Bang Jeha dan Empoknya ke tanah air mereka sampai ke penyedia segala macam sarana hingga ke tukang traktir kami. Dari mulai tuan dan nyonya rumah di perhentian pertama kami di Los Angeles, sampai ke sedulur di Jakarta sampai ke pren dengan villanya di Ubud, tendjewberimud. You all make a difference. Semuanya yang telah kalian lakukan membuat liburan kami, senantiasa, seperti berbulan madu saja layaknya, ihik ihik :-). Seriusan, ngerumpi selama 2 bulan dengan Anda-anda di Melayu, baik para langganan pembaca tayangan saya maupun mereka yang tidak di Net, disitu saya masih melihat setitik kebersihan dari setumpuk kekotoran di tanah air kita ini. Masalahnya, apakah titik-titik murni asri itu yang di tahun mendatang akan semakin kuat, ataukah mentalitas bokbrok yang akan semakin menguasai hajat hidup orang banyak di negeri ini, seperti sekarang terlihat baik di pemerintahan maupun di luarnya. Kita tunggu bersama dan saya tahu Anda semua selalu berdoa bagi aman-damainya nusantara tersay. Masalah lainnya seperti dikemukakan pren saya Uda Datuak ketika kami ngerumpi kemarin dulu, apakah usaha kita sehingga doa kita ke Tuhan YME tidak berupa doa sia-sia sebab Tuhan bisa berkata, "Iye minte aman sih bole aje tapi elo ude ngapain dong?" Dengan perkataan lain, apakah karya Anda mencerminkan kedamaian hati, jauh dari perilaku yang membuat negeri ini semakin terpuruk?
"Eh ame gue elu engga pake diet-dietan yah," demikian ancaman pren saya si Jos Botak dari Sonora ketika ia mentraktir saya dan nyonya di Bakmi GM. Segala masakan mau dipesannya untuk saya, dikiranya saya sudah jadi kuda nil. Makan tambuah sih memang saya suka tetapi engga lucu banget kalau baru sehari seminggu di Indo timbangan saya sudah naik. Ya, saya kulo nuwun sowan kepada doi di hari-hari pertama sebab ada warga milis Anda dari Los Angeles yang menitipkan oleh-oleh baginya. Karena saya menimbang berat badan ketika pertama kali tiba di Jakarta, saya tahu timbangan saya 69 kg. Kemarin dulu saya naik ke atas timbangan yang sama, sudah menjadi 71 sebab di hari-hari ini saya mengembat segala macam makanan, terutama yang sukar atau tidak bisa dihabek di Toronto lantaran tidak ada. Setiap kali saya melihat tukang kerak telor, makanan khas Betawi, saya membelinya. Di Diamond KG, pakai telur bebek Rp 6000, telur ayam Rp 5500. Di Carrefour telur ayam Rp 6000, telur bebek engga ada sebab rupanya abang penjualnya kaga suka ngebebek. Di depan Makro harganya tidak berbeda juga. Nah, sama seperti makanan Soto Betawi, mertua lewat kalau kita lagi makan kerak telor, tidak akan kita tegor sebab toh anaknya sudah kita dapet. :-)
Kemarin saya mensyer parahnya pendidikan anak-anak mulai sejak SD di negeri ini dan di surat pembaca Kompas ada seorang ibu yang menulis mengenai lagu "Cucak Rowo" versi anak. Bila Anda meskipun sudah di luar batang tetap berbudaya Indo :-), mestinya Anda tahu syair lagu jopor (jorok porno, TM Yo Jopor Riono :-)) itu yang di P-Sby promotornya si Dul Badung. Lagu tidak senonoh itu sudah dinyanyikan di televisi, demikian complaint Bu Dian Herlina warga Pasar Minggu. Bukan saja si penyanyi cilik Kiki dan Tina bernyanyi tetapi juga bergoyang heboh sehingga Bu Dian menjadi muak melihat apa yang terjadi dengan dunia perkembangan anak di Melayu. Singkat kata, di dalam surat pembacanya yang panjang lebar, ia bermohon kepada pihak (yang paling tidak mampu) pemerintah Indo, untuk memperbaiki semuanya itu. "No way jose," kata anak Amrik. Ortulah yang harus memprotes mendemo studio televisi dan itu suatu hal yang mampu Anda, Bu Dian lakukan. Saya jadi teringat lagi kisah sungguhan seorang pren saya yang menantu puterinya memarahi cucunya, seorang anak SD kelas satu. Kata si cucu kepada sang ibu: "Awas, kalau bapak pulang saya beritahukan biar ibu nanti diceraikan." Tak salah lagi, anak itu sudah keracunan tontonan telenovela sinetron di TV. Kisah seperti ini bisa Anda dengar setiap hari, anak-anak sekarang memang semart tetapi dampak dari pengaruh tayangan di televisi memprihatinkan. Kalau di Amerika Utara, tayangan untuk 'mature audience' ditayangkannya di malam hari ketika anak-anak sudah tidur, di TV-TV Melayu tak ada jam atau aturannya, sama seperti bis kota yang sering nyelonong menerabas lampu merah saenak-udele-dhewek.
Tak baik saya mengakhiri tayangan ke 73 ini dengan kisah memprihatinkan seperti di atas. Saya juga banyak berjumpa dengan manusia-manusia (masih) idealis di negeri ini. Dari mulai anggota DPR yang kaga mempan disogok, sampai dosen UI yang saya yakin bersih, hingga ke polisi yang mentraktir saya dengan uang halal cangkulannya. Ya, mereka sahabat saya semua sehingga saya juga yakin bahwa masih banyak intelektuil negeri ini yang jujur, teman-temin sedulur handai-taulan Anda. Kita tahu bersama siapa-siapa yang masih bersih sehingga suatu ketika, kalau bukan di tahun 2006, 2009, 2020 atau satu generasi lagi, nusantara ini mudah-mudahan dapat menjadi buah-bibir bangsa- bangsa di mancanegara, di dalam arti yang positif. Nah, salah satu yang membuat kita yang tinggal di luar batang bahagia bila ke Indo, semoga Anda belum bosen, adalah serba murmernya berbelanja barang maupun jasa di negeri ini. Kemarin ini saya mengirimkan indomie goreng ke India, biayanya setengah dari yang harus saya keluarkan di Toronto dan semoga sampainya lebih cepat. Jasa yang bisa membuat Anda bahagia saking murahnya adalah mencuci mobil, pakai shampoo dan sabun, dengan air dan lap bersih, dikerjakan oleh dua orang dalam waktu lebih dari setengah jam, cuma ... Rp 5000 saja. Tidak sampai sedollar Kanada dan Anda tahu berapa biaya kita memasukkan mobil kita ke 'car wash' dimana kalau nasib sedang sial, antena kita bisa patah atau kaca bisa retak. Lain halnya dengan cuci boil oleh tenaga manual profesionil tersebut dimana mobil Anda dengan penuh kasih dicuci sehingga mengkilap lagi.
"Bang Jeha, kapan ente pulang kampung lagi?," demikian tanya banyak teman saya ketika mengucapkan selamat tinggal. Insya Tuhan di tahun 2005 dengan probabilita di bulan Januari sebab keponakan Cecilia mau kawin. Kendalanya adalah visa yang hanya bisa 2 bulan sebab di bulan Mei di tahun itu, sahaya mencangcangkan diriku ke si bojo selama 30 tahun. Ya, kami ingin merayakan 'milestone' tersebut, HUT Pernikahan kami yang ke 30 dengan perjalanan berkapal, kalau tidak diving ke Bunaken :-), ke Kepulauan Polynesia atau ke Eropa bila pren saya Romo Kus masih tetap bersekolah di Roma :-). Jadi kalau 'visa on arrival' bagi WN Kanada bisa 4 bulan, kemungkinan Anda akan berjumpa lagi dengan saya di awal tahun 2005. Kalau tidak, ya kita bertemunya di Kanada saja terutama bila Anda senang akan alam yang asri sebab sejak pensiun, di musim panas saya jarang di rumah alias keluar kota terus kempingan. Betapapun, baik kita berjumpa lagi di tanah air atau di luar batang, Anda-anda yang sudah menyempatkan bertemu dengan kami akan selalu terlekat di dalam kenangan kami. Atas cinta kasih kalian semua yang menjadi penyalur cinta-Nya kepada kita khalik-Nya, sekali lagi saya dan Cecilia mengucapkan banyak terima kasih. Wasalam mualaikum, bai bai, Tuhan memberkati Anda semua.