Renungan Naik TTC

Hari ini setahun lamanya saya naik bis dan subway TTC, Toronto Transit Commission atau "PPD"nya kota tempat tinggalku sekarang. Ya, 19 Juli 2004 adalah hari pertama saya nyangkul lagi, mengakhiri "tahun-tahun maduku", jadi pensiunan menikmati hidup jalan-jalan kesana kemari :-). Sebetulnya hari ini saya bercita-cita, dalam hati kecilku, untuk pensiun lagi alias berhenti kerja. Sudah kupakai akal halus, yakni minta kenaikan gaji 15% agar ditolak saja dan dengan hepi aku tidak perlu menanda-tangani kontrakan baru. Apa daya mujur tak dapat ditolak, untung tak dapat dicuekkan, kumpeni sahaya mau-maunya menaikkan ongkos konselingku. Bukan saja kontrak beta sudah diperpanjang, jangka waktunya juga tidak sesingkat yang kuminta, yakni sampai akhir tahun saja agar di bulan Januari aku bisa pulkam ke Betawi. Bos-bos mengatakan, "Jangan kuatir use-knee, cutimu sebulan tetap bisa kau ambil, hanya kami meminta dikau bekerja terus sampai akhir April."

Jadi beginilah, saya akan tetap menjadi pemakai TTC dimana di hari-hari ini, sungguh tidak elok berbis ber-subway. Gara-gara antek Al Qaeda yang terakhir menteror kota London, sekarang kita semua di Toruntung, para pemakai TTC, jadi saling curiga mencurigai. Aku yang tampang Asia bermata sipit kulit kuning langsat, setiap kubuka tasku belasan pasang mata menoleh ke arahku, apakah aku akan melakukan jibaku mencabut granat atau meledakkan isi tasku? Bisa Anda bayangkan kalau si "aku" adalah wan Arab atau anak Indihe berkulit gelap bermata belo. Kasian sekhalei dah kami-kami para pemakai kendaraan umum di kota ini, di negeri yang sudah masuk di dalam 'blacklist'nya Al Qaeda sejak 9/11, sebagai negeri kafir yang bangsanya mesti dihancurkan juga.

Sebagai pemerhati psikologi, tentu saja aku harus bisa berperilaku oke punya alias tidak menjadi senteres, kena kemakan jadi mangsa teroris yang akan bertepok-tepok tangan, rasain lu fir. Jadi di hari-hari ini, sikapku yang mungkin mau Anda ikuti adalah, hiduplah sedemikian sehingga kalau-kalau hari ini hari terakhirku naik TTC seumur hidup, ya ga pa pa. :-) Pake emoticon dikit supaya kelihatannya kalem padahal siapa sih yang kaga takut mati? Seriusan, kalau saya yang memang sinting azha suka mikir, merenung, gimana kalau backpack, ransel si Wan di seberangku isinya bom dan meledak, apalagi mereka yang secara genetik punya bakat takut. Itu sebabnya juga, tadi pulang nyangkul kubeli dua bungkusan bunga untuk isteriku tersay di rumah. Ketika ia menyapa "what's the occasion", kujawab santai "just to say I love you" :-). Rada gombal dikit yah tetapi kalau hari Senin besok bom meledak di TTC Toronto, ente baru akan bilang, betapa benarnya si Jeha.

Seriusan lagi pren, selain (hidup) ketakutan berarti memenangkan teroris, bila Anda sudah setua saya, sudah sering kemping kesana-kesini, barusan baru kembali dari kahyangan bernama Killarney, tahun lalu mendaki puncak Gros Morne yang dicita-citakan banyak pencinta alam Kanada, setahun setengah lalu snorkeling di Gili Air Lombok dan bersepeda sepanjang Pantai Senggigi, mestilah Anda tidak akan menyesal kena kebom, eh mesti mengucapkan selamat jalan ke planit bumi. Apalagi kalau Anda pernah menjadi orang Indonesia pertama yang ke Barron River, sungai purba dimana kelima danau besar dulu bermuara, melihat aurora borealis dua malam berturutan di cagar alam Quetico. Litani berbau kesombongan ini bisa kuteruskan dan sebelum Anda bosen sebel, kuakhiri saja dengan satu rahasia kehidupanku, bahwa so pasti saya dan isteriku, pasutri Indo pertama yang menikmati ML di alam raya terbuka di cagar alam Killarney :-). Life is too short my friends, so enjoy it rather than getting the anxiety :-). Hep e nais wik en, lam lekom bai bai.

Back to my Home Page