Rubrik : Hindu Nusantara |
Polda Bali Kiblat ke Legalitas, Satu Parisada
Wakapolda Bali, Brigjen Nyoman
Suweta menegaskan, sebagai Wakapolda maupun umat Hindu, dia menginginkan di
Bali hanya ada satu Parisada. Dia juga akan menghormati asas legalitas seperti
yang diatur dalam AD/ART Parisada, sekaligus akan bertindak dalam batas-batas
wewenang yang diatur oleh aturan yang berkaitan dengan kepolisian. Seperti
umumnya organisasi punya AD/ART, penyelesaian konflik yang terjadi bagaimanapun
harus diselesaikan dalam koridor AD/ART. Demikian penegasan Wakapolda Bali
– yang kebetulan umat Hindu itu -- menanggapi aspirasi serta permintaan
delegasi dari Sabha Pandita Parisada Pusat, Sabha Walaka Parisada Pusat, Korwil
Bali Nusra dari Pengurus Harian Parisada Pusat dan Pengurus Harian Parisada
Bali, Jumat 23 Desember lalu di ruang Wakapolda Bali. Rombongan Parisada itu meminta
Polda Bali agar mengantisipasi rencana Pedanda Made Gunung menggelar Lokasabha
Parisada versi Campuhan. Tahun 2001 yang lalu, Lokasabha Parisada versi
Campuhan bisa berlangsung karena Gubernur Bali, Drs. Dewa Made Beratha menjadi
pelindung dan mempersilakan Lokasabha digelar. Padahal, berbagai pihak hanya
meminta agar Lokasabha Parisada ditunda untuk disesuaikan dengan AD/ART
Parisada hasil Mahasabha VIII. Dalam rombongan yang dipimpin
Drs. IGN Sudiana, M.Si tersebut hadir Pedanda Gde Bang Buruwan Manuaba (Wakil
Dharma Adhyaksa Sabha Pandita), Mpu Siwa Budha, Brahmana Guna Awatara Dasa, Sri
Bhagawan Anandakusuma, Drs. Ketut Wiana (Ketua Sabha Walaka), Putu Wirata
Dwikora (Sekretaris Sabha Walaka), Putu Alit Bagiasna, SmHk (Korwil Bali Nusra
Pengurus Harian), Ika Sudiasna (Koordinator Litbang Parisada Pusat), Nyoman
Sunarta, SH (Sekretaris Parisada Bali), Nyoman Budi Adnyana, SH, Ir. Made Amir,
Ketut Suyadnya, dan Putu Winanti. Putu Alit Bagiasna menegaskan,
Lokasabha yang direncanakan diadakan oleh Pedanda Made Gunung dkk, bila dilihat
dari pernyataan yang disampaikan di media massa, merupakan tandingan terhadap
hasil Mahasabha IX di TMII. Padahal, Pedanda Gunung sendiri hadir sebagai
Peninjau, dan juga duduk sebagai Penasihat Panitia Mahasabha IX. Yang lebih
penting lagi, Pedanda Gunung tetap ditoleransi untuk duduk sebagai Penasihat Panitia
Mahasabha maupun Peninjau, padahal dia belum mencabut pernyataannya yang
‘’tidak mengakui Parisada Pusat hasil Mahasabha VIII’’ di Hotel Radisson. Delegasi Parisada itu panjang
lebar membandingkan dengan perumpamaan, bahwa kalau ada orang yang secara
ilegal menggunakan atribut polisi, bagaimanapun juga kepolisian yang resmi
pasti akan mencegah serta melakukan tindakan kuratif. Pedanda Gde Bang Buruwan Manuaba,
Wakil Dharma Adhyaksa Sabha Pandita, bahkan mengingatkan Wakapolda, bahwa
Mahasabha IX telah dibuka oleh Wapres Jusuf Kalla dan kemudian ditutup oleh
Menteri Agama. Karenanya, dia meminta Polda Bali ikut mengamankan hasil
Mahasabha tersebut dalam batas-batas kewenangan yang dimiliki. Putu Wirata Dwikora, Sekretaris
Sabha Walaka Parisada Pusat meminta Wakapolda agar menggunakan wewenangnya
untuk mengantisipasi, jangan sampai Lokasabha Parisada versi Pedanda Gunung
dibiarkan berlangsung. ‘’Kita sadari, polisi memang tidak bisa langsung
membubarkan sebuah kegiatan yang merupakan forum aspirasi umat. Setiap warga
negara juga memiliki hak berserikat dan berpendapat. Namun, kalau penggunaan
hak itu berpotensi menimbulkan gangguan kamtibmas, polisi punya wewenang di situ.
Misalnya dengan memanggil panitianya, kemudian melobi agar panitia membatalkan kegiatan
yang potensial menimbulkan gangguan kamtibmas tersebut,’’ ujarnya. Nyoman Sunarta bahkan
menambahkan, Pedanda Gunung tetap ditoleransi untuk duduk sebagai Penasihat
Panitia maupun Peninjau Mahasabha, walaupun dia belum mencabut pernyataannya
yang ‘’tidak mengakui Parisada hasil Mahasabha VIII’’ di Hotel Radisson. Tak
seorang pun delegasi dari Bali mempermasalahkan duduknya Pedanda Gunung di
Penasihat Panitia maupun sebagai Peninjau Mahasabha. ‘’Kami juga terus menerus
berusaha merangkul saudara-saudara kami yang ada di Kelompok Campuhan agar
bersatu melalui mekanisme organisasi seperti diatur dalam AD/ART. Parisada Bali
hasil Lokasabha di Besakih akan berlokasabha paling cepat bulan Maret 2007, dan
ini bisa menjadi wahana untuk melanjutkan rekonsiliasi,’’ sambungnya. Di pihak lain, cukup banyak
Pandita dan Walaka yang merupakan simpatisan Kelompok Campuhan telah duduk di
Pengurus Harian, Sabha Walaka maupun Sabha Pandita Parisada,’’Sesuatu yang
mencerminkan rekonsiliasi sebagai sesama umat,’’ sambung Ketut Wiana. |