Ashram Dharmasasastra Manikgeni Pujungan
 

Sekilas Tentang Ashram Dharmasastra Manikgeni
(Update: 4 April 2003)

Bermula dari Pura Manikgeni

Ashram Dharmasastra Manikgeni, sebagai sebuah tempat pendidikan dan pengkajian ajaran Agama Hindu dengan fokus pemberdayaan sumber daya manusia (SDM), adalah sebuah cita-cita. Sebagai sebuah cita-cita, Ashram Dharmasastra Manikgeni dirancang dengan situasi dan kondisi sebagai berikut:

Bermula adalah sebuah pura yang bernama Pura Manikgeni, salah satu Dang Kahyangan, yang menyepi sendiri, dan tak banyak dikenal orang luar. Pura Manikgeni terletak di lereng barat Gunung Batukaru, tepatnya di pinggiran utara Desa Pujungan, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan. Menurut sejarahnya yang remang-remang, Pura ini adalah sebuah pesraman yang ternama di masa silam. Para leluhur kita di masa silam mengajarkan kebajikan dan moral Hindu di sini, dan sebagai pesraman muridnya tergolong banyak.

Untuk mengenang, menghormati, dan meneruskan warisan leluhur kita di masa lalu itu, Putu Setia, salah seorang yang dilahirkan di Desa Pujungan, memprakarsai dibangunnya kembali pesraman tersebut, yang kini dikenal dengan sebutan ashram.

Langkah pertama yang dilakukannya adalah "mengamankan" lahan di sekeliling Pura Manikgeni. Langkah selanjutnya adalah menjajagi kemungkinan berdirinya ashram. Bersama warga setempat, Putu Setia kemudian mendirikan Yayasan Manikgeni Dharmasastra. Yayasan inilah sebagai badan hukum yang akan merencanakan dan nantinya mengelola ashram itu.

Dibangun Pelan-pelan

Ashram Dharmasastra Manikgeni dirancang dengan sangat pelan-pelan, dan menjauhkan kesan sebagai jor-joran. Ia tak mau jadi "menara gading" dari kehidupan tradisi masyarakat setempat. Masyarakat harus memiliki, melibatkan diri, dan melangkah bersama dalam keseharian hidup yang sederhana, baik dalam pikiran maupun dalam penghayatan. Setiap tahap pembangunan harus bisa menyatu dengan napas masyarakat. Tak pernah akan ada tambahan bangunan atau fasilitas, jika bangunan sebelumnya belum dimanfaatkan secara optimal. Artinya, tak akan ada bangunan atau fasilitas yang "wah", yang hanya membuat masyarakat setempat menjadi asing atau malah bertanya-tanya: untuk apa?

Karena itulah, Ashram Dharmasastra Manikgeni baru bisa dikatakan beroperasi secara ideal memasuki abad ke-21, tepat di awal tahun 2000. Ideal dalam pengertian sesuai harapan pendirinya. Sebuah ashram moderen yang bukan saja mengajarkan agama, tetapi mengkaji agama. Sebuah ashram yang juga menjadi pusat kegiatan budaya, dan sekaligus menjadi pusat kegiatan ekonomi.

Sebagai pusat pendidikan dan pengkajian agama, sudah tentu yang dimaksudkan di sini adalah Agama Hindu. Dalam hal ini perlu ditegaskan bahwa ashram ini tidak mengkultuskan individu sebagai ciri pengajarannya. Ashram ini pula tidak mengkotak-kotakkan Hindu dalam aliran-aliran (sekte), baik yang bersifat ajaran maupun pengkotakan berdasarkan keturunan (clan). Ashram ini mengacu kepada keluhuran kitab suci Weda.
Sebagai ashram moderen di tengah globalisasi, sudah tentu tidak menutup mata pada agama-agama yang lain. Di ashram ini, bisa terjadi — dan sangat mungkin terjadi — adanya ceramah tentang agama lain di luar Hindu. Dan itu semata-mata dalam pengertian "dialog" sehingga masyarakat tidak buta terhadap perkembangan di luar keimanannya (srada). Juga dalam kaitan dengan kerukunan beragama.

Sebagai pusat pengembangan budaya, di ashram ini titik berat adalah kreatifitas. Itu bisa berarti kesenian-kesenian setempat menjadi dasar dari kreatifitas. Tidak tertutup kemungkinan adanya "dialog budaya" dengan memperkenalkan unsur-unsur luar yang mungkin masih asing bagi masyarakat sekitarnya. Termasuk kesenian moderen. Karena itu, bukan hal yang aneh jika di ashram ini nantinya ada kemah budaya yang isinya, misalnya, work shop teater atau pembacaan puisi. Dan pelaku budaya di sini tidak harus orang yang beragama Hindu — dan tidak akan pernah ada kerepotan yang dikarenakan masalah agama. Namun sudah tentu semangat religius dan prinsip-prinsip ajaran agama menjadi pedoman dasar, misalnya saja, tidak boleh mabuk-mabukan, berjudi, dan sebagainya.

Sebagai pusat kegiatan ekonomi, di ashram ini akan didirikan sebuah koperasi. Dengan begitu manfaat langsung yang bisa dipetik masyarakat setempat adalah mengupayakan mereka terbebas dari rentenir, yang sampai saat ini selalu membayangi para petani setempat.

Dengan menjabarkan cita-cita itu, maka berdirinya Ashram Manikgeni secara formal masih jauh. Sebagai awal rintisannya, fasilitas dibangun di lahan seluas 3000 meter persegi, yang terdekat dengan jalan raya.

Simbol Berdirinya Ashram

Pada tanggal 3 Maret 1995, hari Jumat Umanis Kulawu, ada tiga bangunan yang merupakan simbol-simbol berdirinya ashram diresmikan (dipelaspas). Bangunan itu adalah Padmasana, tempat pemujaan untuk umat Hindu dari berbagai kalangan tanpa membedakan clan (keturunan atau kawitan), aliran, suku dan wangsa. Aula terbuka (wantilan) yang bisa dijadikan sarana belajar, tempat diskusi atau ceramah, bisa pula untuk kegiatan kesenian dan olah yoga. Di aula ini dilengkapi dengan perpustakaan. Satu bangunan lagi adalah warung yang nantinya menjadi cikal-bakal kegiatan koperasi.

Dengan bangunan awal ini masyarakat setempat sudah bisa memanfaatkan tanpa harus menunggu bangunan-bangunan lain yang menyusul. Dan itu terbukti dengan telah diadakannya dharma tula, dharma wacana, dan berbagai rapat-rapat yang dilakukan waraga setempat. Juga melibatkan para cendekiawan Hindu di berbagai kota. Di aula yang sederhana itu para remaja bermain pingpong, silat, dan sebagainya pada siang hari. Inilah tahap awal yang memancing masyarakat untuk datang dan kemudian berangsur-anagsur dikenalkan dengan cita-cita ashram.

Perkembangan Ashram

Tahun 1996, dibangun "rumah tinggal" yang sebenarnya bisa dipakai oleh tamu-tamu ashram. Kemudian ruang perpustakaan di aula diperlebar, seirama dengan makin ditambah jumlah koleksi buku.

Awal tahun 1997, di sisi aula dibangun kamar-kamar untuk penginapan, sementara untuk ruang diskusi di alam terbuka, dibangun semacam balai bengong. Ini karena pemanfaatan sudah mulai padat. Sementara di sektor budaya dan ekonomi pun berkembang. Grup (sekeha) Pesantian dan Grup Genjek mulai muncul dan latihan rutin di ashram ini. Begitu juga kesenian topeng dengan peralatan yang lengkap. Kecuali gamelan masih pinjam dari desa adat. Warung diperluas karena ada usaha baru yang muncul dari kalangan remaja: usaha sablon (yang populer adalah sablon kaos Raditya) dan penyewaan kursi pesta.
Tahun 2001 dibangun panggung terbuka untuk pementasan kesenian dengan latar belakang Candi Bentar yang juga menjadi pintu utama untuk memasuki bagian dalam ashram. Juga dibangun Griya Pandita yang dimaksudkan untuk tempat para pandita bermalam, di depan rumah induk. Sementara itu di tahun 2003 mulai dibuat pagar keliling lengkap dengan angkul-angkul besar serta penataan tempat parkir yang dilengkapi kolam air mancur.

Itulah perkembangan ashram sejak awal dirintis sampai memasuki tahun 2003, merambat pelan. Ada satu hal yang juga penting disebutkan bahwa ashram ini menularkan semangat kegairahan dalam mempelajari ajaran Hindu secara tertulis. Masyarakat di sekitar ashram mulai membentuk kelompok-kelompok (sekeha) diskusi yang selain berisi pesantian juga membedah ajaran agama Hindu. Begitu pula di kelompok dadia, kegairahan melakukan persembahyangan di luar upacara piodalan mulai tumbuh. Maka sesungguhnya, cita-cita mengembalikan desa adat itu sebagai ashram mulai menampakkan benihnya. Dan itu pula sesungguhnya cita-cita Ashram Manikgeni, bukan sekadar membuat sebuah tempat yang eksklusif, yang terasing dengan lingkungannya.

Yayasan Manikgeni Dharmasastra

Untuk mengelola ashram dan menjabarkan cita-cita yang sederhana ini, sudah dibentuk Yayasan Manikgeni Dharmasastra, berdasarkan Akte Notaris Putu Artana, S.H. tertanggal 16 Agustus 1993. Pendirinya adalah Putu Setia, Wayan Supartha, S.H., dan Wayan Suardita. Sedang pengurus saat ini adalah:

Penasehat: Sri Mpu Manikgeni Dharmayoga (kini almarhum), Jero Mangku Ketut Subandi (kini almarhum), I Wayan Nesa Wisuandha.

Pembina: Drs. I Ketut Wiana, DR. I Made Titib.

Dewan Pengurus: Ketua: Putu Setia. Wakil Ketua: Wayan Supartha, S.H. Sekretaris: Drs. I Ketut Suita. Wakil Sekretaris: Ni Putu Ratnasari. Bendahara: I Nyoman Wirya Suniatmaja. Wakil Bendahara: Drs. I Made Juana. Pembantu Umum: I Ketut Sudira, I Nyoman Wedana, I Nyoman Arjana. Pengurus dilengkapi dengan berbagai seksi, terutama yang menunjang pengabdian bidang keagamaan, kesenian dan sosial ekonomi.

Saat ini, pada masa-masa perintisan, pengelola ashram sehari-hari adalah I Wayan Nesa Wisuandha, yang juga Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia Kecamatan Pupuan. Pemimpin persembahyangan I Nyoman Wedana yang dibantu sepenuhnya oleh Pemangku Trikahyangan. Bidang pengembangan ekonomi dipimpin oleh Drs. I Made Juana, sedangkan pengelola penerbitan ditangani I Nyoman Arjana dan I Nengah Sureja.

Majalah Hindu RADITYA yang terbit sebulan sekali, adalah produk Yayasan. Walau majalah ini pengelola redaksinya di Denpasar dan Jakarta, itu semata-mata alasan teknis, mengingat majalah ini tersebar di seluruh Indonesia. "Roh" majalah Hindu ini senantiasa berada di Ashram Dharmasastra Manikgeni.

Hubungan dengan Lembaga Keumatan
Baik Yayasan maupun Ashram, secara struktural dan organisasi tidak berada di bawah Parisada atau lembaga-lembaga umat lainnya. Tetapi, karena missi Yayasan dan Ashram ini sejalan dengan missi yang diemban oleh Parisada, maka ada hubungan konsultatif. Begitu pula dengan lembaga umat lainnya, seperti Mahagotra Pasek Sanak Sapta Resi, Forum Umat Hindu untuk Perdamaian dan Demokrasi (Forhidem), Lembaga Sanathana -- untuk menyebut beberapa lembaga keumatan di mana Ketua Yayasan, Putu Setia, terlibat di dalamnya. Adalah kehormatan pula bahwa Ketua Yayasan dan pendiri Ashram Dharmasastra Manikgeni, Putu Setia, diangkat menjadi Anggota Tim Pengkajian Dampak Globalisasi Dewan Riset Nasional membidangi Kelompok Integrasi dan Kerukunan Nasional. Dengan demikian Yayasan dan Ashram menjalin kerjasama yang erat dengan semua lembaga keagamaan, instansi pemerintah, maupun Lembaga Swadaya Masyarakat untuk bersama membangun Sumber Daya Manusia demi ketahanan bangsa memasuki abad globalisasi.

Sumbangan untuk Ashram

Yayasan dan Ashram Dharmasastra Manikgeni tak menyangkal sangat membutuhkan dana, selain sarana penunjang seperti buku-buku dan sebagainya. Namun, saat ini kami dalam taraf membuktikan dulu kemampuan dan kesungguhan kami, sehingga Yayasan belum berani "meminta atau mencari sumbangan". Bahwa ada yang tergerak dengan usaha-usaha yang dirintis ini dan lantas memberi bantuan/sumbangan, kami tak pernah menolaknya. Seperti yang dilakukan oleh Keluarga Cendekiawan Buddhis Indonesia yang menyumbang 30 kursi, Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia menyumbangkan 30 kursi, Yayasan Panglima Besar Sudirman menyumbang rak buku beserta 200-an judul buku, Departemen Agama menyumbangkan buku-buku Hindu, penerbit Mizan menyumbangkan buku-buku Islam, majalah FORUM menyumbangkan jam dinding dan beberapa buku, Majalah TEMPO membantu pengadaan komputer, dan sebagainya. Jika Anda tergugah, berikan sumbangan (dana punia), jika tidak, terimakasih pun kami ucapkan untuk doa dan restu Anda demi terwujudnya cita-cita kami ini.

Alamat dan Data Ashram
Ashram Dharmasastra Manikgeni
Banjar Taman Sari - Desa Pujungan
Kabupaten Tabanan - Bali - Indonesia
Telepon: 0362 - 71116

Kontak Denpasar:
Pustaka Manikgeni
Jl. Pulau Belitung Gg. II No.3 - Desa Pedungan
Denpasar 80222 Bali - Indonesia
Telepon dan Fax: 0361 - 723765

Email: raditya_majalah@yahoo.com dan bali@tempo.co.id
Kontak Perorangan:
Putu Setia -- 0812 9110977
Wayan Supartha -- 0818 555040
I Nyoman Wirya Suniatmaja -- 0813 38500619
Nyoman Arjana -- 0813 38629606

Guru Agama Tetap:
I Wayan Nesa Wisuandha (kordinator)
I Wayan Mertoyo
I Ketut Mertaada

Jadwal Belajar Tetap:
Pelajaran agama untuk anak usia SD - Rabu dan Minggu
Pelajaran agama untuk anak usia SLTP/SMU - Minggu
Pelajaran agama untuk umum: sebelum persembahyangan Purnama

Semua kegiatan bisa dibekukan sementara jika ashram dipakai untuk kegiatan Pitra Yadnya oleh Desa Adat Pujungan.

Jadwal tak tetap dan program tahunan diumumkan dalam Majalah Hindu Raditya dan lewat berbagai brosur. Seperti paket pendidikan khusus liburan sekolah, pelatihan yoga, ceramah-ceramah yang melibatkan masyarakat umum. Ashram Manikgeni ini juga digunakan untuk penataran sulinggih.


©Raditya2002