Bali Post, Selasa Paing, 14 Juni 2005
Terjadi Konspirasi Pembunuhan Munir
Jakarta (Bali Post) - Setelah memanggil dan memintai keterangan mantan Sekretaris
Utama Badan Intelijen Negara (BIN) Nurhadi Djazuli, Tim Pencari Fakta (TPF) kasus
meninggalnya Munir menyatakan telah terjadi konspirasi dalam pembunuhan Munir.
"Kalau dari temuan, data, konfirmasi, dan informasi serta rekaman-rekaman, sangat
gamblang telah terjadi konspirasi dalam pembunuhan Munir," tegas Sekretaris TPF
Usman Hamid, di kantor Komnas HAM Perempuan, Menteng, Jakarta, Senin (13/6)
kemarin.
Ketika didesak keterlibatan sejumah petinggi BIN dalam konspirasi itu, Usman tidak
bisa menyebutkan secara defintif. Kewenangan TPF tidak sampai menyebut
seseorang menjadi tersangka. TPF hanya memberikan latar belakang terhadap
seseorang dan peranannya dalam pembunuhan Munir. ''Yang menentukan status itu
tim penyidik. TPF nanti akan merekomendasikan peranan si A, si B, dan si C,''
tegasnya.
Maksimal, kata Usman, TPF akan mempertimbangkan seseorang untuk dijadikan
tersangka. Rekomendasi model seperti ini karena keterbatasan wewenang TPF. Tim
ini tidak berwenang menentukan seseorang menjadi tersangka atau tidak. Semua
kewenangan itu ada pada penyidik kepolisian. Namun, TPF akan mendesak tim
penyidik untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka dengan bukti-bukti yang
ditemukan TPF selama ini.
Mengenai nasib mantan Kepala BIN Hendropriyono dan mantan Deputi V BIN Muchdi
PR, Usman menyatakan, ketidakhadiran kedua petinggi BIN itu merupakan langkah
pembenar terhadap semua temuan TPF.
''Mereka telah diberi hak jawab. Tetapi, mereka tidak menggunakannya. Mereka tidak
datang untuk mengklarifikasi. Kalau mereka tidak mengklarifikasi (tidak datang-red)
berarti mereka tidak menolak temuan TPF,'' tambah Usman.
Temuan TPF yang dimaksud Usman adalah terjadinya pembicaraan antara tersangka
Pollycarpus Budihari Priyanto dengan Deputi V BIN Muchdi PR. Hubungan
komunikasi itu dilakukan melalui telepon fix line hingga beberapa kali. TPF telah
mengundang Muchdi PR untuk mengklarifikasi temuan TPF ini. Namun, Muchdi tidak
merespons dengan tidak menghadiri undangan. Kepala BIN Hendropriyono juga tidak
datang ketika dipanggil TPF.
Bagi TPF, ketidakhadiran itu akan direkomendasikan kepada tim penyidik dan akan
dilaporkan kepada Presiden Yudhoyono. TPF Munir efektif bekerja tinggal empat hari
lagi. Sedianya tim ini akan berakhir 23 Juni nanti. Namun, kegiatan di pekan-pekan
terakhir ini, TPF akan melakukan evaluasi dan merumuskan rekomendasi yang akan
diserahkan kepada Presiden Yudhoyono, sehingga waktu yang tersisa sangat sempit.
Sekitar empat hari kerja efektif TPF akan digunakan untuk memanggil dua kru
Garuda, yakni Sri Suharni dan Brahmani, penjaga gudang senjata BIN Supriatna, juga
Sofian.
Sementara hari Rabu (15/6), TPF masih memberi kesempatan kepada Hendropriyono
dan Muchdi PR untuk memberikan klarifikasi terakhir sebelum TPF mengeluarkan
rekomendasinya. ''Kami akan mengagendakan pemanggilan Pak Hendro dan Muchdi,''
terang Usman. Diharapkan kedua orang ini tidak menyia-nyiakan kesempatan
tersebut.
Berkas Diserahkan
Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kasus kematian aktivis HAM Munir dengan
tersangka Polycarpus Budihari Priyanto, kemarin diserahkan ke Kejaksaan Tinggi
(Kejati) DKI Jakarta. Polisi berharap, berkas itu segera dinyatakan lengkap oleh
kejaksaan, sehingga kasus itu segera dapat disidangkan. Demikian disampaikan
Wakil Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Soenarko Danu Ardanto kepada
wartawan di Mabes Polri Jakarta, Senin (13/6) kemarin.
Dijelaskan Soenarko, dalam berkas itu, Pollycarpus dijerat dengan pasal 340 juncto
pasal 55 dan/atau pasal 56 (mengenai pembunuhan berencana dan bersama-sama,
subsider pasal 263 (mengenai pemalsuan surat). Ancaman hukuman bagi pilot senior
PT Garuda Indonesia itu, kata Soenarko, adalah pidana penjara 20 tahun atau
maksimal seumur hidup.
Lebih lanjut diungkapkan mantan Kapolda Maluku ini, penyusunan berkas itu
dilakukan polisi selama kurang lebih sembilan bulan (Munir meninggal dunia bulan
September 2004-red), dengan mempertimbangkan pula masukan dari Tim Pencari
Fakta (TPF) Kasus Munir yang dibentuk oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Mengenai permintaan TPF agar penyidik segera melakukan rekonstruksi untuk
mempercepat pengungkapan kasus itu, Soenarko mengatakan, saat ini polisi dalam
posisi menunggu terjadinya proses itu. ''Kita masih mengkaji dan menunggu dengan
pihak yang terkait, apabila sudah ada kesepakatan baru kemungkinan akan dilakukan
(rekonstruksi) itu,'' kata jenderal polisi berbintang satu ini. (kmb7/kmb5)
|