Bali Post, Jumat Pon, 15 Juli 2005
Nusantara
Dua Lagi Tersangka Kasus Teroris
Jakarta (Bali Post) -
Dua aktivis Islam, Joni Achmad Fauzani dan Solahuddin Sutowijoyo, akhirnya
ditetapkan sebagai tersangka kasus teroris. Keduanya diduga membantu pelarian dua
buronan utama kasus terorisme, Dr. Azahari bin Husin dan Noordin Mohd. Top. ''Polisi
sudah mengeluarkan surat perintah penahanan bernomor 15/VII tertanggal 14 Juli
2005, dan keduanya kini sudah ditahan di rumah tahanan Bareskrim Polri,'' kata
Wakil Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Soenarko Danu Ardanto, Kamis (14/7)
kemarin.
Menurut Soenarko, meski penetapan sebagai tersangka atas keduanya dilakukan
bersamaan oleh polisi, namun keduanya dibekuk oleh tim Detasemen 88 Antiteror
Mabes Polri secara terpisah. Fauzani ditangkap di Pacet, Jawa Timur, Rabu (6/7).
Sementara Solahuddin ditangkap di Jakarta, Jumat (8/7) lalu.
Kesalahan yang dibuat keduanya, kata Soenarko, adalah menyembunyikan Dr.
Azahari dan Noordin, setelah keduanya melakukan aksi pengeboman di depan
Kedutaan Besar (Kedubes) Australia, September 2003 lalu. Tak hanya itu, lanjut
mantan Kapoltabes Semarang ini, kedua tersangka juga membantu memindahkan
persembunyian keduanya, dengan sepeda motor yang mereka miliki.
Dengan ditetapkannya dua tersangka baru itu, berarti dari 17 aktivis Islam yang
ditangkap polisi di berbagai tempat sejak Rabu (29/6) lalu, 13 di antaranya ditetapkan
sebagai tersangka. Sisanya terpaksa dibebaskan karena polisi kekurangan bukti
untuk menjerat mereka. Meski demikian, polisi menegaskan, jika kelak polisi
menemukan bukti-bukti baru seputar keterlibatan keempatnya dalam kasus itu, polisi
akan segera menangkap mereka.
Lima Tahun
Di PN Jakarta Selatan, terdakwa kasus peledakan bom di depan Kedubes Australia
pada 9 September 2004 Agus Ahmad bin Engkos Kosasih dituntut lima tahun
penjara. Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan permufakatan
jahat, karena membantu aksi terorisme. Atas perbuatannya itu, terdakwa terbukti
melanggar Perpu Nomor 1 Tahun 2002 jo UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang
pemberantasan Terorisme jo pasal 55 (1) ke-1 KUHP.
Berdasarkan fakta di persidangan bahwa pada 22 Juli 2004, terdakwa dihubungi Rois
(terdakwa lain dalam kasus ini) untuk diminta bantuannya menyimpan empat kardus
yang dikatakan berisi kristal. Ternyata kardus itu berisi bahan peledak. Kemudian
pada 8 September 2004 bahan peledak itu dibawa dari Cianjur ke Cikampek, Bekasi,
Jawa Barat. Setibanya di sana, bahan peledak itu diserahkan kepada Dr. Azahari dan
Noordin Moh Top untuk dirakit menjadi bom. Bom rakitan inilah yang kemudian
dipakai untuk mengebom Kedubes Australia di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Atas tuntutan JPU, penasihat hukum terdakwa Sutejo menyatakan keberatan.
Kliennya sama sekali tidak mengetahui kardus itu berisi bahan peledak.
Selanjutnya, majelis hakim yang diketuai Johanes Suhadi memberikan kesempatan
pihak terdakwa untuk menyampaikan pembelaannya (pledoi). Kesempatan itu
diberikan pada persidangan yang digelar Kamis (21/7) mendatang. Pada sidang
tersebut, pledoi harus sudah siap dan pihak terdakwa bisa menyampaikannya
lansgung di depan persidangan. (kmb5/kmb3)
|