Bali Post, Jumat Kliwon, 26 Agustus 2005
Bom Ambon, Delapan Luka-luka-- Tersangka Dibayar Rp 30.000
Jakarta (Bali Post) -
Setelah sempat tenang, kota Ambon (Maluku) kembali diguncang ledakan. Kamis
(25/8) kemarin, sebuah bom yang berdaya ledak rendah meledak sekitar pukul 14.30
WIT di Pasar Mardika Ambon. Setidaknya, delapan orang mengalami luka-luka akibat
ledakan itu. ''Polisi berhasil mengamankan seorang tersangka berinisial KW satu jam
setelah ledakan,'' kata Pelaksana Harian Kepala Bidang Penerangan Umum Divisi
Humas Polri Kombes Pol. Saut Usman Nasution.
Korban yang hingga kemarin masih mendapatkan perawatan medis, menurut Saut,
adalah Iwan (26 tahun), Arif (28), Irwan (8), Ny. Khalzoum (65), Farida (17), Udin (15)
dan Sakinah Mansyur (17) dan Bal Pasal (40) -- tukang becak yang pertama kali
menemukan bom itu.
Para korban, sambungnya, dirawat di dua rumah sakit (RS) terpisah, yaitu RS Al
Fatah dan RS Bhayangkara. Kepada tim Detasemen 88 Polda Maluku yang hingga
kemarin terus memeriksanya, KW mengaku dirinya dibayar oleh dua orang tersangka
lainnya untuk meledakkan bom di pasar yang dikenal sebagai lokasi pertemuan
komunitas Kristen dan Muslim itu. ''Dia mengaku dibayar Rp 30 ribu untuk melakukan
pengeboman,'' jelas Saut sambil mengatakan, polisi masih terus mengidentifikasi
kedua orang itu untuk selanjutnya akan diburu.
Mengenai kronologi peristiwa itu, mantan Direktur Reserse Polda Maluku ini mengaku
belum dapat menyebutkannya, karena masih melakukan pengembangan terhadap
kasus itu. Saut juga belum dapat memastikan apakah bom itu merupakan bom
rakitan atau bahan peledak buatan pabrik. ''Nantilah, setelah penyelidikan dari Polda
Maluku selesai,'' kata perwira menengah polisi ini.
Gubernur Kaget
Ledakan bom saat rapat membahas situasi terkini di Ambon, membuat Gubernur
Maluku Karel Albert Rahalalu kaget. Padahal, dalam sambutan rapat yang dipimpin
Wapres Jusuf Kalla itu, Gubernur mengatakan situasi Ambon sudah cukup kondusif.
''Saya kaget mendengarnya. Padahal tidak ada lagi friksi di antara masyarakat di
Maluku,'' ujar Karel.
Menurut Karel, sejak perjanjian Malino II diteken pada 25 September 2003, kerusuhan
sosial di Maluku menurun secara drastis. Masyarakat Maluku sudah kembali berbaur
satu sama lain, sehingga tidak ada lagi wilayah di Maluku yang tidak dapat dimasuki
oleh komunitas tertentu. ''Masyarakat sudah tidak mudah terpancing. Ketahanan kita
sudah semakin kuat. Itu sebabnya saya kaget mendengar ada bom di Ambon,'' ujar
Karel. (kmb5/010)
|