The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

HarianKomentar.Com


HarianKomentar.Com, 27 August 2005

Rumah terpaksa dijadikan tempat ibadah
Pendeta: Izin Gereja, Harus Pakai Uang Pelicin

FPI mengatakan, penertiban yang dilakukan mereka adalah rumah-rumah yang dijadikan gereja. Me-nanggapi hal ini, para pendeta yang turut menjadi korban di Bandung menyatakan, itu terpaksa dilakukan karena untuk mengurus perizinan gereja harus ada uang pelicin dulu.

"Tak jarang untuk mendapatkan perizinan tersebut pihak Kristiani mesti memberikan uang pelicin kepada aparat pemerintah dan keamanan di tiap daerah," kata Pendeta Albertus Patty seusai ditemui sebuah diskusi soal penghen-tian kekerasan atas nama aga-ma di sebuah rumah makan, Jalan Surapati, Kamis (25/08) di Bandung.

Menurutnya, hingga kini ini pihak Kristiani mengalami kesulitan dalam mendapatkan perizinan untuk membangun sebuah tempat ibadah. Dirinya pun enggan untuk menyebut-kan berapa nilai untuk mem-berikan uang pelicin kepada aparat pemberi izin tersebut.

"Menakutkan bila uang pelicin tersebut menjadi komo-ditas preman yang meman-faatkan agama untuk melaku-kan penindasan," ungkapnya sengit. Kasus ini menurutnya juga terjadi di Bekasi dan Da-yeuhkolot, Kabupaten Ban-dung.

Terkait masalah perizinan membangun tempat ibadah, dirinya menilai agar peme-rintah segera mencabut dua SKB dari Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri yang di-keluarkan sejak zaman orde baru tersebut.

Pemerintah diharapkan untuk kembali kepada UUD 1945 perihal jaminan kebe-basan memeluk agama. Dua SKB dari menteri tersebut me-nurutnya lebih berpijak pada prinsip toleransi bukan pada prinsip HAM dan hukum yang berdaulat.

"Sejak zaman SBY, intensitas penutupan gereja semakin tinggi. Tolong pemerintah ja-ngan diam saja. Termasuk juga para aparat hukum tolong ber-buat sesuatu," ungkapnya. Saat ini menurutnya sudah di-bentuk sebuah tim khusus un-tuk membuat sejumlah krono-logis mengenai pemaksaan penutupan tersebut.

Rencananya, tim tersebut akan membuat sejumlah la-poran dan akan dilaporkan ke Komnas HAM. Pendeta Al-bertus Patty menyesalkan pe-nutupan sejumlah gereja di Jawa Barat. Sejak 2005, gereja di Jawa Barat yang ditutup mencapai 20 lebih. Sedangkan jumlah total penutupan gereja di Jawa Barat sejak zaman orde baru sekitar 500 lebih. Hingga kini, ancaman dan teror pada Umat Kristiani di Jawa Barat masih terjadi.

Bahkan beberapa pendeta di Bandung masih mendapatkan teror secara fisik. "Kemarin ke-jadian di Cimahi kita didatangi massa sekitar 600 orang lebih. Mereka membawa pentungan dan membuat pendeta kami ketakutan. Apalagi dipaksa untuk menandatangani penutu-pan gereja tersebut. Memang bukan tempat ibadah tapi tem-pat tinggal," bebernya.

Pada bagian lain, menyikapi kemunculan sikap agresif ke-lompok fundamentalis yang menyerang kebebasan ber-agama di Jawa Barat, kalangan pengamat mencurigai adanya dugaan motif untuk kepen-tingan politik dan militer.

"Saat zaman orde baru ke-munculan kasus konflik aga-ma biasa muncul di saat men-jelang pemilu. Setelah masa re-formasi baru konflik agama ini muncul didorong atas kepen-tingan politik," kata Pemikir Islam Jalaludin Rakhmat saat mengikuti diskusi ‘Sudahi Ke-kerasan Atas Agama.’

Dalam analisisnya, pola kon-flik kekerasan atas agama yang terjadi di Jawa Barat berbeda dibandingkan dengan keke-rasan konflik agama seperti yang terjadi di Palu atau di Ambon. Pola kekerasan konflik agama di Palu dan Ambon ber-sifat antaragama. Sedangkan di Jawa Barat kemunculan ke-kerasan atas nama agama ini intraagama.

Selain itu dirinya juga meng-kritik peranan MUI dari awal hingga sekarang. Perananan MUI di Indonesia menurutnya lebih cenderung condong un-tuk mendukung dan melegi-timasi kepentingan dari pihak pemerintah. Menurutnya, wa-cana pandangan MUI dari za-man orde baru hingga saat ini juga tidak mengalami peruba-han.

Ia melanjutkan, MUI masih tetap memandang dengan persepsi paradigma keyakinan aqidah dan aturan secara fiqih. Hal ini juga terjadi pada go-longan Islam di Indonesia yang fundamentalis dan keras. Pakar komunikasi Universitas Padjajaran, Bandung ini pun menyarankan agar MUI me-mikirkan kondisi konkret yang terjadi pada bangsa ini. Salah satunya dengan mengeluarkan fatwa mengenai masalah bu-sung lapar atau pada anak yang tidak dapat melanjutkan sekolah.

"Persepsi tersebut harus di-ubah. Golongan ekstremis juga memakai paradigma panda-ngan ini. Ini membuat manusia tidak humanis. Lebih baik ber-geser pada pandangan para-digma akhlak. Lebih menitik-beratkan pada manusia ke-timbang melihat pada ke-yakinan keagamaannya. Itu membuat lebih tenang," tutur-nya bersemangat.

Di Indonesia, lanjut Jalalu-din, perkembangan Islam harus didorong menjadi agama yang membawa keberkahan dan membuat manusia men-jadi lebih bahagia dan sejah-tera. Direncanakan pada tang-gal 31 Agustus 2005 nanti Ja-laludin Rakhmat akan ber-dialog dengan empat kelompok Islam garis keras. Di antaranya dengan Majelis Mujahidin Indonesia, Front Pembela Is-lam, Dewan Dakwah Islam dan Hizbut Tahrir. Dialog tersebut akan membahas sejumlah persoalan kekerasan dan ancaman kebebasan beragama di Indonesia.(dtc/*)

© Copyright 2003 Komentar Group. All rights reserved.
 


Copyright © 1999-2002 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/hoelaliejoe
Send your comments to alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044