JAWA POS, Sabtu, 16 Juli 2005
Jemaat Ahmadiyah Dipaksa Tinggalkan Kampus Mubarak
BOGOR - Setelah mendapat tekanan selama sepekan, akhirnya ratusan jemaat
Ahmadiyah di Kampus Mubarak, Kampung Udik, Kemang Parung, Bogor, harus rela
angkat kaki kemarin. Mereka diusir paksa oleh sekitar 10 ribu orang yang
menamakan diri Gerakan Umat Islam Indonesia. Mereka mengepung kampus itu
sekitar lima jam.
Ketegangan mencekam kampus itu selama pengepungan. Massa tiba di depan
kompleks Kampus Mubarak sejak pukul 13.50, seusai salat Jumat. Sebagian besar
mengenakan jubah putih, berserban, dan berpeci.
Selain membawa sejumlah poster yang berisi tuntutan pembubaran Jemaat
Ahmadiyah, massa juga membawa bendera Palestina dan bendera yang bertulisan
Laa Ilaha Illallah. Mereka juga membawa kayu, bambu, besi, dan batu.
Massa yang dipimpin Habib Abdurrahman itu melakukan long march dari Masjid Al
Hidayah, Jampang, sekitar 500 meter dari gedung Jemaat Ahmadiyah. Massa
memang bukan warga yang tinggal di dekat gedung Jema! at Ahmadiyah itu. Tapi,
mereka datang dari berbagai daerah, semisal Jakarta, Depok, Bandung, dan Bogor.
Massa mencoba menerobos rombongan Kapolres dan sejumlah ulama dari Bogor
yang akan bernegosiasi dengan penghuni kampus. Tapi, upaya mereka gagal karena
berhadapan dengan ratusan polisi yang sudah membentuk blokade dua lapis di depan
gerbang Kampus Mubarak.
Untuk menenangkan massanya, Habib Abdurrahman Assegaf, yang memimpin
gerakan itu, memberikan batas waktu kepada Pemkab Bogor untuk membubarkan
kegiatan Jemaat Ahmadiyah paling lambat pukul 16.00. Mereka menilai Ahmadiyah
sebagai aliran sesat. Bahkan, seorang peserta aksi mengatakan, salah satu ajaran
sesatnya, Jemaat Ahmadiyah memiliki nabi sendiri setelah Nabi Muhammad SAW.
Bila deadline tersebut tidak diindahkan, massa mengancam akan menghancurkan
markas jemaat itu.
Akhirnya, Kapolwil Bogor Bambang Wasgito, Kapolres Bogor Agus K. Sutisna, Wakil
Bupati Albert Pribadi, Ketua DPRD Rachmat Yasin, dan Hab! ib Abdurrahman
sepakat menemui Direktur Jamiah Ahmadiyah Dayat Hidayat. Mereka meminta agar
jemaat Ahmadiyah segera mengosongkan lokasi tersebut. Namun, upaya tersebut
menemui hambatan karena jemaat tak bersedia keluar dari lokasi tersebut.
Kapolres, Kapolwil, dan Rachmat Yasin sempat terlibat adu mulut dengan salah
seorang pengurus Ahmadiyah yang tidak mau membuka pintu pagar supaya para
pejabat itu bisa masuk. Setelah dibentak, penjaga pintu pun keluar dan membuka
pagar. Negosiasi berlangsung sekitar 1 jam 30 menit. Hasilnya, jemaat bersedia
meninggalkan tempat tersebut dengan kawalan ketat kepolisian.
Mereka dievakuasi menggunakan empat buah truk polisi dan empat bus besar. Ketika
jemaat keluar kampus pukul 17.16, beberapa orang melempari mereka dengan batu,
bambu, dan kayu. Padahal, para koordinator lapangan sudah meminta agar massa
tak melempari mereka. Buktinya, sebagian besar massa tetap duduk tenang sambil
mengumandangkan salawat dan kalimat tauhid.
Untuk menghindari serbuan yang lebih besar, aparat kepolisian mempercepat laju
kendaraan pengangkut jemaat itu. Mobil-mobil tersebut meninggalkan Kampus
Mubarak dengan kecepatan cukup tinggi, dikawal delapan mobil patroli polisi.
Sebelumnya, aparat kepolisian sempat mencoba menenangkan massa. Aparat juga
sempat mengejar salah seorang yang diduga provokator, yang mengompori massa
agar melempari jemaat Ahmadiyah itu. Akhirnya, provokator itu tertangkap. Bahkan,
pria berusia 22 tahun itu dihajar massa. Polisi juga menyita sejumlah kayu dan
bambu yang dibawa massa. Secara umum proses evakuasi berlangsung lancar tanpa
menimbulkan korban jiwa maupun luka.
Ribuan orang pengikut Habib Abdurrahman langsung sujud syukur. Di antara mereka
saling berpelukan. Ada pula yang menangis terharu. Bahkan, ada yang histeris
hingga hampir pingsan. "Perjuangan telah selesai. Kita semua harus bersyukur
kepada Allah," ujar Habib lantas memerintahkan massa membubarkan diri.
Sedangkan ! jemaat yang dievakuasi itu untuk sementara ditampung di Gedung
Kabupaten Bogor dan Kejari Cibinong. Mereka mendapat pengawalan ketat ratusan
polisi dan satpol PP. Rencananya, hari ini jemaat akan dicarikan penampungan baru.
Sebab, untuk kembali ke kampusnya di Kemang Parung tak mungkin. Warga
mengancam akan membakar kampus tersebut bila jemaat kembali. Apalagi di
kampus tersebut sudah terpasang spanduk bertulisan "Disegel oleh Umat Islam
Indonesia"
Di tempat terpisah, penyerangan terhadap Kampus Al-Mubarak itu mendapat
tantangan keras dari Amir Jemaat Ahmadiyah Indonesia ( JAI) H Abdul Basit. Dia
menyatakan bahwa ancaman dan penyerangan tersebut merupakan pelanggran
terhadap HAM. "Lebih-lebih Jemaat Ahmadiyah Indonesia adalah organisasi yang sah
dan berbadan hukum," ujarnya saat dihubungi via telepon tadi malam.
Dijelaskannya bahwa pendirian organisasi yang dipimpinnya tersebut berdasarkan
Keputusan Menteri Kehakiman RI No JA.5/23/13 tertanggal 13 Maret 1953. Jadi, men!
urut dia, keberadaan JAI dilindungi hukum yang berarti berhak mendapat perlindungan
dari aparat kepolisian.
Karena itu, Abdul Basit menyayangkan keluarnya Surat Pernyataan Bersama yang
ditandatangani Muspida Kabupaten Bogor, Danlanud, ketua dan wakil ketua DPRD,
MUI, dan Kandepag Kabupaten Bogor untuk menyetujui penutupan JAI. "Ini tidak adil,
kami yang seharusnya dilindungi justru mendapat perlakuan aniaya," katanya.
Dia mendesak Presiden SBY dan Polri untuk mengambil tindakan tegas terhadap
para penyerang dan pelaku kriminal lainnya. "Yang terpenting adalah para pejabat
yang menyalahgunakan kewenangannya," ujar Basit.
Saat dimintai komentarnya mengenai kasus tersebut, Kepala Bidang Penerangan
Umum Mabes Polri Kombes Pol Zaenuri Lubis menegaskan bahwa Polri akan
bertindak sesuai fatwa MUI. "Kalau MUI sudah menyatakan aliran tersebut sesat,
maka kami akan bubarkan," katanya. (cak/wan/nie-jpnn)
© 2003, 2004 Jawa Pos dotcom.
|