The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

KOMPAS


KOMPAS, Senin, 06 Juni 2005

Teror Tentena dan Terorisme

Oleh Faustinus Andrea

DI tengah keprihatinan oleh aksi teror bom dahsyat di Pasar Tentena, Poso, Sulawesi Tengah, 28 Mei 2005, yang memakan 21 korban tewas dan 72 luka-luka, masyarakat Jakarta kini waswas sehubungan peringatan Kepala Polda Metro Jaya akan kemungkinan tindakan terorisme. Meski peringatan semacam ini sering dikeluarkan, namun waktu dan tempat bakal dilakukan aksi teror tidak seorang pun tahu.

Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) dan Konsulat Jenderal AS di seluruh kota besar Indonesia yang sempat ditutup dan sejumlah kedubes di Jakarta lainnya, seperti Kedubes Inggris, Perancis, dan Jepang, terus melakukan peningkatan keamanan berkaitan aksi ancaman teroris.

Tutupnya Kedubes AS di Jakarta terjadi bersamaan dengan kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke AS, sedangkan bom Tentena meledak ketika SBY sedang mengunjungi Vietnam dan segera bermuhibah ke Jepang untuk menarik investor negeri sakura. Tak pelak lagi, kedua hal ini merupakan tamparan telak yang mempermalukan SBY. Pantas jika ia marah.

Aksi teroris di Tentena dan ancaman lain patut dikutuk dan diwaspadai bahwa gerakan terorisme masih membayangi negeri ini. Ledakan bom di Pasar Tentena bukan yang pertama terjadi di Poso, sebelumnya rentetan ledakan juga terjadi di beberapa tempat. Motif di balik peledakan bom itu masih misteri, namun ada beberapa kemungkinan yang kini sedang coba diungkap aparat kepolisian.

Adakah kesengajaan untuk mendelegitimasi SBY? Ini pun bukan hal mustahil. Tidak tertutup kemungkinan ada kerja sama antara elite di Jakarta, Makassar, Palu, dan Poso. Yang paling mudah adalah mengambinghitamkan gembong teroris Dr Azahari bin Husain dan Noordin M Top. Namun, sedikit demi sedikit mulai terungkap, operator pembuatan dan penempatan bom di Pasar Tentena diduga dilakukan di dalam Lembaga Pemasyarakatan Poso. Terungkap pula, pembuat 50 bom di Poso yang kini mendekam di tahanan Polda DI Yogyakarta pernah belajar merakit bom di Moro, Filipina selatan, dan telah "menurunkan ilmunya" kepada lima orang di Poso.

APA pun motif di balik peledakan bom di Pasar Tentena, pemerintah tetap bertanggung jawab sebab yang menjadi korban adalah rakyat. Apalagi lokasi-lokasi kejadian sering terjadi di wilayah publik, termasuk pasar, angkutan umum, sekolah, kafé, dan beberapa lokasi lain, di mana banyak orang berkumpul.

Nyaris tak adanya tindakan preventif terhadap aksi peledakan bom di Tentena mencerminkan lemahnya aparat keamanan. Padahal berdasar informasi keamanan sebelumnya, di kawasan rawan konflik ini ada sebuah kelompok sipil terlatih sering melakukan pelatihan bagi anggotanya. Segala daya upaya aparat keamanan seolah sia-sia. Aksi kekerasan yang sudah berlangsung bertahun-tahun tetap saja terjadi. Rakyat terus dihantui perasaan takut, sementara polisi dan intelijen terus memperlihatkan kelemahannya.

Tragedi Pasar Tentena mengingatkan kembali akan tragedi-tragedi sebelumnya. Tragedi bom Bali Oktober 2002 dengan korban tewas lebih dari 200 orang, bom di Hotel JW Marriott Jakarta Agustus 2003 dengan korban tewas 13 orang, dan bom di depan Kedubes Australia di Jakarta September 2004, yang menewaskan sembilan orang, menambah catatan aksi gerakan terorisme di Indonesia. Ledakan bom di KBRI Paris, Oktober 2004, yang memakan korban luka-luka sepuluh orang, juga patut menjadi keprihatinan bersama tentang maraknya jaringan terorisme di Indonesia, terkait jaringan terorisme internasional.

Karena dunia terorisme berkembang sejalan dengan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi, dan ini memungkinkan kelompok-kelompok teroris melakukan kegiatannya melampaui batas-batas negara tanpa terdeteksi, maka serangan teroris di Pasar Tentena menjadi pelajaran penting pemerintah SBY untuk segera merevitalisasi sistem keamanan. Sebab, sejak pemerintah SBY terbentuk, masalah terorisme belum mampu diatasi, apalagi untuk dituntaskan.

LANTAS, sampai seberapa jauh tantangan pemerintah SBY menghadapi aksi terorisme mendatang? Tragedi bom di Pasar Tentena, Poso, menambah sederetan perkembangan keamanan Indonesia pascatragedi bom di Kedubes Australia 2004, yang membawa implikasi terhadap perspektif keamanan secara regional. Di tengah krisis keamanan secara regional sebagai akibat dari ancaman terorisme ini, Indonesia dan negara-negara ASEAN lain masih menghadapi dilema yang sulit karena harus memenuhi tekanan AS dan koalisi global melawan terorisme.

Meski Indonesia telah mengantisipasi ancaman teroris dengan mengeluarkan Undang-Undang Antiterorisme, hambatan teknis masih terjadi di sana-sini. Hambatan berkisar pada masalah sumber daya dalam melaksanakan komitmen atau implementasi yang sering berbenturan dengan masalah hak asasi manusia. Apa yang telah dilakukan Indonesia dalam mengatasi terorisme memang belum maksimal. Karena itu, perhatian masyarakat terhadap tragedi Pasar Tentena seharusnya direspons pemerintah secara lebih baik, yaitu dengan menempatkan persoalan terorisme menjadi ancaman serius saat ini dan masa datang.

Diperlukan institusi intelijen lain dengan melibatkan sumber daya sipil yang kredibel di bidang teknologi maju. Sebab, tingkat kesulitan melawan ancaman terorisme amat tinggi. Aktivitas kaum teroris sangat absurd dan sulit dicerna akal sehat seperti terlihat pada serangan bom bunuh diri. Apalagi persenjataan mereka kian canggih seiring perkembangan teknologi persenjataan. Tidak tertutup kemungkinan teroris dalam waktu tidak terlalu lama lagi akan menggunakan persenjataan kimiawi, biologis, dan nuklir yang bisa dibawa ke mana-mana.

Meski demikian, perang melawan terorisme tidak cukup dengan menangkap, mengadili, dan menghukum teroris. Yang lebih penting, akar gerakan terorisme sendiri perlu dihilangkan. Perlu diketahui, aksi kekerasan dan agresivitas terorisme bisa muncul akibat rasa frustrasi sosial ekonomi. Kesenjangan bidang ekonomi membuat sebagian anggota masyarakat mudah frustrasi, tertekan, dan mendorong agresivitas. Maka, kampanye melawan terorisme harus diikuti upaya memperbaiki kesejahteraan dan memperkecil kesenjangan sosial ekonomi.

Sekiranya perbaikan ekonomi kurang diperhatikan dan tatanan ekonomi global tidak seimbang, gejala frustrasi dan agresivitas akan tetap muncul. Komitmen Pemerintah Indonesia melawan terorisme perlu diikuti kekompakan kerja sama ekonomi guna memerangi kemiskinan sehingga tidak menjadi lahan subur kaum teroris melakukan gerakannya.

Faustinus Andrea Peneliti Hubungan Internasional CSIS, Jakarta

Copyright © 2002 Harian KOMPAS
 


Copyright © 1999-2002 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/hoelaliejoe
Send your comments to alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044