The Cross

 

Ambon Berdarah On-Line
News & Pictures About Ambon/Maluku Tragedy

 

 


 

 

 

KOMPAS


KOMPAS, Senin, 13 Juni 2005

Maluku dan Sulawesi Tengah yang Terus Diprovokasi

Publik terenyak ketika tiba-tiba muncul kabar tentang penyerangan pos polisi Brigade Mobil (Brimob) di Desa Loki, Seram Barat, Provinsi Maluku, pada 16 Mei lalu. Kabar yang tersiar makin mengagetkan ketika belakangan diketahui, dua orang di antara pelaku yang menyerbu adalah polisi aktif.

Belum habis keterkejutan masyarakat akan peristiwa itu, tersiar kabar ada ledakan bom di Pasar Tentena, Poso, Sulawesi Tengah. Tercatat 21 korban tewas dalam insiden memilukan pada 28 Mei lalu. Dua kejadian yang terjadi beruntun-hanya berselang 12 hari-itu menandakan bahwa Sulawesi Tengah dan Maluku belum benar-benar reda dari rentetan peristiwa bernuansa kekerasan.

Dari hasil penyelidikan, diketahui bahwa pelaku peledakan bom di Pasar Tentena, Poso, Sulawesi Tengah, diduga terkait dengan berbagai kasus kekerasan di Maluku, termasuk insiden penyerangan pos Brimob di Desa Loki, Seram Barat.

Belum habis keterkejutan masyarakat akan peristiwa itu, tersiar kabar ada ledakan bom di Pasar Tentena, Poso, Sulawesi Tengah. Tercatat 21 korban tewas dalam insiden memilukan pada 28 Mei lalu. Dua kejadian yang terjadi beruntun-hanya berselang 12 hari-itu menandakan bahwa Sulawesi Tengah dan Maluku belum benar-benar reda dari rentetan peristiwa bernuansa kekerasan.

Dari hasil penyelidikan, diketahui bahwa pelaku peledakan bom di Pasar Tentena, Poso, Sulawesi Tengah, diduga terkait dengan berbagai kasus kekerasan di Maluku, termasuk insiden penyerangan pos Brimob di Desa Loki, Seram Barat.

Indikasi adanya kaitan itu terlacak dari adanya tiga tersangka pelaku penyerangan pos Brimob yang ternyata berasal dari Poso; serta adanya jalur perjalanan Poso-Maluku dan sebaliknya, yang masih sering dipakai untuk transportasi manusia, dan pengangkutan senjata dan amunisi. Hal ini sesuai dengan penjelasan Kepala Kepolisian Daerah Maluku Brigadir Jenderal (Pol) Adityawarman, baik dalam keterangan yang disampaikan di Ambon maupun di Markas Besar Polri di Jakarta.

Tiga pelaku penyerangan pos Brimob yang nyata-nyata orang Poso adalah Jodi, Andi, dan Mukhlis, yang hingga kini masih buron. Keterlibatan mereka sedikit banyak terungkap dari keterangan beberapa tersangka yang telah diringkus, antara lain Asep Jaya alias Dahlan dan Abdullah alias Dullah.

Asep Jaya, menurut Adityawarman, sengaja didatangkan dari Jawa sebagai algojo dalam penyerangan pos Brimob. Asep orang asli Ciamis, Jawa Barat, namun berangkat ke Maluku dari Solo, Jawa Tengah.

"Kedatangan Asep pun sengaja dibuat pas beberapa hari sebelum 25 April, tanggal peringatan RMS (Republik Maluku Selatan-Red). Syukurlah, hari itu dapat kita lewati dengan damai. Tetapi kedatangan yang tepatnya tanggal 23 April, dua hari sebelum hari H, menandakan bahwa ada target tertentu dari kedatangannya itu," ungkapnya.

Adityawarman menambahkan, pelaku berbagai kekerasan di Maluku mayoritas memang bukan aktor lokal. Salah satu contohnya adalah Asep Jaya. "Fenomena ini membuktikan bahwa kasus di daerah konflik seperti Maluku dan juga Poso adalah kasus-kasus hasil provokasi. Ini juga menyiratkan bahwa kasus di daerah konflik melibatkan pelaku di tingkat yang lebih tinggi," ujar Adityawarman.

Yang menarik, satu senjata M16 yang disita dikenal sebagai senjata api khas produk Filipina. Data ini relevan dengan informasi bahwa sebagian pelaku kekerasan di Maluku pernah mendapat pelatihan militer di Filipina Selatan, yang selama ini dikenal sebagai basis kelompok militan.

Dugaan ini didasarkan pada penyelidikan dan penyidikan terhadap sejumlah kasus teror di Maluku, salah satunya, lagi- lagi Asep Jaya. Asep, menurut Adityawarman, pernah mendapatkan pelatihan militer di Moro, Filipina Selatan.

Saat ditanya wartawan, Kepala Polda Maluku menjelaskan, Asep diduga berlatih di Moro setelah tahun 2000. Mengingat, dari penyelidikan diketahui bahwa dalam suatu kurun waktu tertentu ia pernah tidak berada di Indonesia.

Kaitan antara gerakan di Moro dan peristiwa kekerasan di Maluku memperkuat dugaan adanya kegiatan penyelundupan senjata (arm smuggling) dari Filipina ke Indonesia dan mungkin pula sebaliknya. Penyelundupan senjata yang sering dilakukan dengan menggunakan perahu-perahu tradisional ini selalu memanfaatkan jalur perbatasan tradisional kedua negara.

Problem arm smuggling yang termasuk kejahatan transnasional sebenarnya sudah kerap dibahas dalam pertemuan regional maupun bilateral. Terakhir dalam konferensi kepolisian se-ASEAN di Nusa Dua, Provinsi Bali, pertengahan Mei lalu, Kepala Polri Jenderal (Pol) Da'i Bachtiar juga mengadakan pembicaraan bilateral dengan Kepala Kepolisian Filipina PDG Arturo C Lomibao.

Menurut Da'i, Kepolisian RI dan Filipina sepakat lebih meningkatkan kerja sama lintas batas itu. Dalam waktu dekat Polri akan membangun pos di perbatasan.

"Selain itu akan dilakukan pengintensifan tukar informasi dan penjagaan personal antara Polda Sulawesi Utara dan kepolisian di Mindanao, Filipina," ujar Kepala Polri.

Sebenarnya jika mencermati fakta-fakta yang telah dipaparkan, peta masalah di Maluku dan Sulawesi Tengah sudah cukup jelas.

Dua langkah yang mendesak untuk dilakukan adalah pengetatan jalur penyelundupan senjata Indonesia-Filipina, dan menelusuri jalur komando kelompok gerakan provokator hingga ke tingkat tertinggi. (Adi Prinantyo)

Copyright © 2002 Harian KOMPAS
 


Copyright © 1999-2002 - Ambon Berdarah On-Line * http://www.go.to/ambon
HTML page is designed by
Alifuru67 * http://www.oocities.org/hoelaliejoe
Send your comments to alifuru67@yahoogroups.com
This web site is maintained by the Real Ambonese - 1364283024 & 1367286044