KOMPAS, Selasa, 14 Juni 2005
PT Swasta Ambon Dukung Koordinator Kopertis
Ambon, Kompas - Menyikapi tuntutan mundur terhadap Koordinator Kopertis Wilayah
XII Maluku, Maluku Utara, Irian Jaya Barat, dan Papua oleh sivitas akademika
Universitas Darussalam Ambon, sejumlah perguruan tinggi swasta di Ambon menolak
tuntutan itu. Tindakan tersebut dinilai melanggar hukum dan merugikan kemajuan
pendidikan dan kesejahteraan masyarakat Maluku.
"Upaya sepihak untuk menurunkan Koordinator Kopertis Wilayah XII dari jabatannya
tanpa alasan yang jelas adalah tindakan melanggar hukum dan karena itu kami
menolak dengan keras," kata Ketua Yayasan Verdaco Maluku, yang mengelola
Akademi Maritim Maluku, Veronica Tanalessy di Ambon, Senin (13/6).
Pernyataan itu menjadi sikap bersama lima perguruan tinggi swasta (PTS) di Kota
Ambon, yaitu Universitas Kristen Indonesia Maluku, Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi
(STIA) Trinitas, STIA Alaska, Akademi Maritim Maluku, dan Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi dan Manajemen Ambon.
Sivitas akademika Universitas Darussalam (Unidar) Ambon pada 7 Juni lalu berunjuk
rasa menuntut mundurnya Koordinator Kopertis Wilayah XII Salim Jahya Tuharea
karena dianggap merusak tatanan universitas tersebut dengan memindahkan delapan
dosen dari 22 dosen asal universitas tersebut yang lolos tes calon pegawai negeri
sipil ke perguruan tinggi lain. Mereka juga menolak kehadiran delapan orang dosen
pengganti karena dinilai kualifikasi dan kompetensi mereka tidak sesuai dengan
kebutuhan Unidar.
Tanalessy menambahkan, pemindahan dosen dari PTS asal ke PTS yang lain yang
lebih membutuhkan perlu didukung tanpa mematikan program studi PTS asal.
Tindakan tersebut dianggap sebagai bentuk keadilan dan pemerataan tenaga dosen
PTS sesuai kompetensi dan kebutuhan program studi.
Menyangkut keluhan sivitas akademika Unidar tentang pengurangan jatah beasiswa
dan dana bantuan operasional bagi Unidar, Koordinator Kopertis Wilayah XII Salim
Jahya Tuharea mengatakan, pengurangan jatah beasiswa itu terjadi akibat semakin
bertambahnya jumlah PTS di wilayah Kopertis XII. Padahal, jumlah dana yang
tersedia dari dulu hingga sekarang tidak pernah bertambah.
Menyikapi penolakan delapan calon dosen oleh Unidar, Tanalessy yang mewakili lima
perguruan tinggi swasta lainnya di Ambon mengatakan, siapa pun dosen yang
memenuhi syarat memiliki hak yang sama untuk mengabdi di PTS mana pun. Oleh
karena itu, penolakan terhadap sekelompok orang yang ditugaskan pada PTS tertentu
merupakan tindakan sepihak yang melanggar hak asasi manusia untuk memperoleh
pekerjaan yang layak.
Tuharea menambahkan, penempatan dosen di sejumlah PTS juga dilakukan dengan
semangat rekonsiliasi sehingga ada dosen yang beragama Islam ditempatkan di
perguruan tinggi swasta Kristen, demikian pula sebaliknya. "Sebagai daerah konflik.
Perimbangan dosen dari dua komunitas harus diperhatikan," ujarnya menandaskan.
Koordinator Kopertis Wilayah XII juga menolak semua tuduhan sivitas akademika
Unidar lainnya, seperti menghambat pangkat akademik dosen Unidar dan memungut
uang sebesar Rp 350.000 dari para dosen calon pegawai negeri sipil yang lolos tes.
Oleh karena itu, Tuharea menolak tuntutan mundur dirinya. Tuntutan dari salah satu
perguruan tinggi dari 65 PTS yang ada di wilayah Maluku, Maluku Utara, Irian Jaya
Barat, dan Papua dianggap belum mewakili. (mzw)
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|