KOMPAS, Senin, 26 September 2005
Nasionalisme Indonesia Terancam Komunalisme
Jakarta, Kompas - Nasionalisme harus berjalan di atas realita. Realita saat ini
menunjukkan, kita terkungkung di pulau kecil nasionalisme. Itu sebabnya
komunalisme sering kali muncul dalam wajah nasionalisme.
Hal ini disampaikan sosiolog FISIP Universitas Indonesia Thamrim Amal Tomagola
dalam seminar mengenang 100 tahun Dr Johannes Leimena di Jakarta, Sabtu (24/9).
"Nasionalisme itu tetap bisa kita usahakan, tapi jangan berharap bisa terjadi serba
cepat dan instan," ujarnya.
Seminar ini juga menghadirkan pembicara di antaranya Ketua Komisi Hukum
Nasional JE Sahetapy, Harry Tjan Silalahi, dan Asmara Nababan dari Demos.
"George McTurnan Kahin mungkin terlalu dini membuat kesimpulan pada saat dia
dengan penuh optimis menulis dalam karya utamanya tentang Indonesia bahwa
komunalisme akan tererosi dan kemudian secara perlahan muncul nasionalisme,"
ujarnya.
Kenyataannya, setelah setengah abad, komunalisme di Nusantara tetap kuat
mengakar, bahkan dalam beberapa tahun terakhir sepertinya mendapat momentum
untuk bangkit dan mengancam nasionalisme.
"Semangat nasionalisme Indonesia dalam wujud rasa kekitaan atau persatuan
Indonesia yang telah berproses sejak abad ke-9 pada masa Sriwijaya ternyata
dengan mudah meluntur dengan kecepatan yang mengkhawatirkan dalam empat
tahun terakhir ini," ujar Thamrin. Dia menyebut contoh kekhawatiran seperti diusirnya
orang Jawa dari Aceh, Madura diusir Dayak, Halmahera dan Ambon dikapling dalam
kelompok agama yang berbeda.
Bagi Harry Tjan, dalam menjaga persatuan di dalam masyarakat yang serba majemuk
ini, yang menjadi pegangan adalah tegaknya negara hukum. (mam)
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|