KOMPAS, Selasa, 31 Mei 2005
Wapres: Aparat Sudah Temukan Data Pelaku Bom Tentena
Jakarta, Kompas - Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan, aparat keamanan saat ini
sudah menemukan sejumlah data dan informasi yang terkait dengan pelaku
peledakan bom di Pasar Tentena, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Kepolisian
Negara RI saat ini melakukan pengejaran intensif terhadap para pelaku peledakan
bom tersebut.
"Saya kira, dalam waktu tidak terlalu lama pelakunya dapat ditangkap oleh Kepolisian
RI dan aparat penegak hukum lainnya. Kalau mereka segera dapat ditangkap, dari
situ kita akan mengetahui apa latar belakang dan motif alasannya. Jadi,
mudah-mudahan itu (pengungkapannya-Red) dalam waktu singkat. Kita lihatlah
perkembangannya," kata Kalla usai membuka Musyawarah Nasional Sentral
Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (>small 2small 0<) VIII di Jakarta, Senin
(30/5).
Keprihatinan dan desakan atas terjadinya bom di Tentena itu dikemukakan berbagai
kalangan.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang tergabung dalam Kaukus Daerah
Konflik sangat menyesalkan lambannya pemerintah mengungkap pelaku peledakan
bom di Poso. Kaukus DPD memberi waktu paling lambat seminggu kepada
pemerintah untuk mengungkap ciri-ciri pelaku.
"Dalam waktu tujuh hari, paling tidak aparat kepolisian harus menemukan ciri-ciri
pelaku. Kalau tidak, Kepala Kepolisian Daerah dan Kepala Polri lebih baik mundur
saja," ucap Faisal Mahmud, DPD dari Sulawesi Tengah.
Sepengetahuan Faisal, dari 12 kasus peledakan bom di Poso, pemerintah belum juga
menemukan satu pun pelakunya. "Apakah aparat menjadikan Poso ini hanya sebagai
alat permainan," ujarnya.
Ketua Kaukus Daerah Konflik Ichsan Lulembah, yang juga DPD dari Sulawesi
Tengah, meminta pemerintah tak membeda-bedakan penanganan aksi teror yang
terjadi di Poso dengan daerah lain. Dia menilai pengungkapan pelaku aksi peledakan
bom di wilayah lain jauh lebih cepat dan serius. "Apakah berbeda Pasar Tentena
dengan Pantai Kuta, apakah berbeda Tentena dengan JW Marriott?" ucapnya.
Ichsan juga mengimbau para pejabat agar berhenti membuat pernyataan yang
membingungkan masyarakat karena masing- masing hanya menduga-duga pelaku.
Dia juga mengingatkan bahwa kasus bom di Tentena ini merupakan "serangan"
kepada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang saat kampanye pernah
menjanjikan rasa aman kepada masyarakat.
Ketua DPR Agung Laksono menilai kasus bom Poso menunjukkan bahwa pemerintah
belum bisa memenuhi kebutuhan masyarakat tentang rasa aman. "Kalau ditanyakan
rasa aman sudah diperoleh, saya kira belum seperti yang diharapkan," kata Agung.
Panitia Khusus (Pansus) Poso di DPR mengharapkan pemerintah segera
mengeluarkan keputusan presiden sebagai payung hukum untuk penanganan Poso
secara terpadu. Pansus Poso menilai berlarut- larutnya penanganan konflik di Poso
terjadi karena tak adanya keterpaduan penanganan yang ditimbulkan akibat adanya
kendala-kendala yuridis.
Menurut Wakil Ketua Pansus Poso Azlani Agus, rapat antara Pansus Poso dan
menteri jajaran politik, hukum, dan keamanan pada 9 Mei 2005 juga menilai perlu
adanya payung hukum tersebut. Penanganan terpadu Poso meliputi keamanan,
ekonomi, sosial, politik, dan budaya.
Bukan hal baru
Sekretaris Badan Pengurus Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia
Indonesia (PBHI) M Arfiandi Fauzan mengatakan, penyikapan yang dilakukan Wakil
Presiden itu bukan hal baru dan tidak berarti apa pun sepanjang kinerja aparat
keamanan masih buruk.
"Pernyataan tersebut kami pikir biasa-biasa saja dan bukan hal baru karena selama
ini pemerintah dan aparat keamanan memang baru terlihat seolah bekerja begitu ada
kejadian. Kami pesimistis target itu bisa dicapai," ujar Arfiandi.
"Kalau cuma sebatas melempar slogan seolah-olah serius, kami sudah bosan dengan
itu," katanya menambahkan.
Haris Azhar dari Divisi Riset dan Kajian Komisi untuk Orang Hilang dan Korban
Tindak Kekerasan (Kontras) mempertanyakan apakah tenggat seminggu bisa tepat
diterjemahkan oleh aparat pemerintahan dan keamanan hingga tingkat paling bawah,
dari jajaran menteri sampai kepolisian sektor.
Jimmy Mathusala dari Crisis Center Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) Tentena
mempertanyakan adanya anggapan pemerintah selama ini kekurangan personel
untuk mengamankan wilayah itu. Menurut Jimmy, selama ini operasi pengamanan di
Poso melibatkan 4.000 personel TNI dan Polri.
"Poso dengan luas wilayah yang relatif kecil dan populasinya sekitar 200.000
penduduk, jumlah 4.000 personel TNI/Polri menurut saya sudah lebih dari cukup
untuk mengamankan wilayah itu. Jangan sampai terlalu lama ada kesan pemerintah
membiarkan," ujar Jimmy.
Mantan Wakil Presiden Try Sutrisno juga menyatakan keprihatinannya atas masih
terjadinya teror bom di Tentena. Meskipun demikian, katanya, masyarakat tidak perlu
takut, melainkan harus bersatu dalam menghadapi teror tersebut.
"Kalau semua bersembunyi dan takut teror, nanti yang menguasai ruang dan waktu
justru pengacau," ujar Try dalam pembekalan anggota legislatif I Partai Keadilan dan
Persatuan Indonesia di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, kemarin.
Dari Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono X mengatakan bahwa pemerintah
seharusnya tidak hanya memandang ledakan bom Poso sebagai masalah bom dan
teroris semata, tetapi juga harus ditarik garis ke belakang sebagai peristiwa
pengulangan. "Kita tidak pernah tahu apakah ini desain secara politis mengingat
ledakan bom terjadi di Poso yang sudah mulai aman, yang lebih tahu seharusnya
aparat," katanya. (har/sut/dwa/bur/lkt/ris)
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
|