SINAR HARAPAN, Rabu, 01 Juni 2005
Ada Upaya Alihkan Kasus Bom Tentena
Jakarta, Sinar Harapan - Sejumlah pihak ditengarai berupaya mengalihkan
pengungkapan kasus peledakan bom di Pasar Sentral Tentena, Kecamatan Pamona
Utara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng) pada Sabtu (28/5) dari dugaan
kasus korupsi dana pengungsi pascakerusuhan Poso ke kasus lainnya seperti kasus
kerusuhan di Mamasa dan Ambon.
Sumber SH di Poso, Rabu (1/6) siang ini menyebutkan, upaya mengalihkan kasus
peledakan bom di Pasar Sentral Tentena tersebut kemungkinan besar akan
menyulitkan tim penyidik Polres Poso dan Polda Sulawesi Tengah (Sulteng) untuk
mengungkap kasus peledakan bom tersebut.
"Bukti yang diperoleh tim penyidik berdasarkan olah tempat kejadian perkara (TKP)
serta dari tujuh orang yang telah ditahan di Mapolda Sulteng menunjukkan keterkaitan
kasus peledakan bom di Pasar Sentral Tentena itu dengan kasus korupsi dana
pengungsi pascakerusuhan Poso beberapa waktu lalu," demikian sumber yang dekat
dengan penyidikan kasus peledakan bom Tentena itu.
Sumber itu menyatakan, sejumlah pejabat di Provinsi Sulawesi Tengah disebut-sebut
terkait kasus korupsi dana pengungsi pascakerusuhan Poso sebesar Rp 40 miliar
lebih.
Diungkapkan, dari tujuh orang yang ditahan di Polisi Daerah Sulawesi Tengah (Polda
Sulteng) yakni Kepala Rumah Tahanan (Rutan) Poso, Has, AM, AL, AKS, Jup alias
Rif, TF (wanita) dan Sur ternyata lima di antaranya adalah juru bayar dana pengungsi
pascakerusuhan Poso. Bahkan, AM dan AL diketahui sebagai pelaku pembunuhan
Carminalis Ndele (45), Kepala Desa Pinedapa, Kecamatan Poso Pesisir pada 5
November 2004.
"Kasus peledakan bom di Pasar Sentral Tentena kabarnya akan dibelokkan dan
dikaitkan dengan kasus kerusuhan di Mamasa dan penyerangan Pos Brimob di Desa
Loki, Kecamatan Piru,
Kabupaten Seram Bagian Barat yang menewaskan lima personel Brimob Polda
Kalimantan Timur (Kaltim)," katanya. Selasa (31/5) kemarin, tim gabungan Polda
Sulteng dan Polres Poso, menggeledah rumah tahanan (Rutan) Poso. Di sana
petugas menemukan bahan-bahan bom rakitan seperti pipa-pipa dan besi, di sebuah
blok tahanan, maupun di rumah karyawan rutan yang berlokasi tidak jauh dari rutan
tersebut. Di sebuah blok tahanan wanita petugas mendapatkan sebuah senjata api
rakitan. Rumah dinas Kepala Rutan Poso, Has juga ikut digeledah petugas.
Kembali Kunjungi Poso
Sementara itu, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sulteng, Ajun Komisaris
Besar Polisi (AKBP) Rais Adam yang dihubungi SH, Rabu pagi ini membenarkan
pihaknya sudah menahan tujuh orang terkait dalam kasus peledakan bom di Pasar
Sentral Tentena, Kecamatan Pamona Utara, Kabupaten Poso.
Ketujuh orang yang ditahan dan hingga Rabu pagi ini masih menjalani pemeriksaan di
Mapolda Sulteng yakni Kepala Rutan Poso, Has, AM, AL, AKS, Jup alias Rif, S dan
Sur. Has, Jup alias Rif, TF dan Sur ditangkap Minggu (29/5), AM dan AL ditangkap
Senin (30/5) malam. Sedangkan, AKS ditangkap Selasa (31/5) siang."Kami masih
mendalami keterlibatan mereka dengan kasus peledakan bom di Pasar Sentral
Tentena," ujar Rais Adam.
Juru bicara Polda Sulteng ini juga membenarkan, Rabu (1/6) siang ini Kapolri Jenderal
Da’i Bachtiar beserta rombongan mengunjungi Mapolda Sulteng dilanjutkan ke
Polres Poso. Kunjungan Kapolri tersebut untuk melihat perkembangan pengungkapan
kasus bom Tentena.
Kapolda Maluku, Brigadir Jenderal Adityawarman didampingi Kepala Divisi Hubungan
Masyarakat Mabes Polri, Irjen Anang Budihardjo di Mabes Polri, Selasa (31/5) siang
mengatakan, tersangka pelaku peledakan bom di Pasar Sentral Tentena terkait
dengan kasus penyerangan Pos Brimob di Desa Loki, Kecamatan Piru, Kabupaten
Seram Bagian Barat pada Senin (16/5) lalu.
"Mereka memiliki keterkaitan karena jalur antara Poso dan Ambon adalah jalur
tradisional yang digunakan oleh para pelaku penyerangan dan peledakan bom yang
selama ini terjadi di Ambon maupun di Poso," kata Brigjen Adityawarman.
Sementara itu, Wakil Sekretaris Kabinet (Waseskab) Erman Radjagukguk, Rabu (1/6)
pagi ini membantah sudah ada surat penunjukan bagi Kapolri yang baru untuk
menggantikan Da’i Bachtiar.
Dari Makassar dilaporkan, Kapolda Sulsel Irjen Saleh Saaf, Rabu (1/6) pagi ini
menyatakan Sulawesi Selatan (Sulsel) kini siaga satu, menyusul terjadinya
peledakan bom di Tentena baru-baru ini.
Hal tersebut dilakukan karena beberapa daerah di Sulsel khususnya Kabupaten Luwu
yang telah dimekarkan menjadi Kabupaten Luwu Utara dan Luwu Timur dinilai rawan
konflik, dan tidak menutup kemungkinan menjadi sasaran empuk untuk aksi teror.
"Sulsel kini siaga satu, menyusul terjadinya ledakan bom di Pasar Sentral Tentena,
Sulawesi Tengah," jelas kapolda di Makassar, Rabu (1/6).
Jadi Polemik
Dugaan bahwa motif peledakan bom di Pasar Tentena terkait isu lokal yakni korupsi
dana bantuan pengungsi, juga diungkapkan oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum
(YLBHI), Yayasan Tanah Merdeka (YTM) Palu, Yayasan Lembaga Penguatan
Masyarakat Sipil (YPMS), Yayasan Panorama Alam Lestari Tentena, serta Wahana
Lingkungan Hidup (Walhi).
Dengan demikian, dugaan bahwa kasus tersebut terkait dengan jaringan terorisme
internasional hanya untuk mengalihkan isu pemberantasan korupsi tersebut. "Untuk
melindungi tindak korupsi, dia (pelaku) manfaatkan sentimen-sentimen lama,
kemudian memanfaatkan trauma masayakarat dan kelompok-kelompok bertikai untuk
menjadi aktor (peledakan)," papar Ketua YLBHI, Munarman, Selasa (31/5).
Munarman menambahkan, berdasarkan hasil temuan LSM dan informasi dari
masyarakat Tentena, muncul pertanyaan tentang keberadaan tiga orang yang terlibat
dalam kasus korupsi dan seharusnya ditahan di Rutan Poso (60 km dari Tentena),
tapi pada saat bom beberapa hari lalu malah berada di sekitar Pasar Tentena.
Selain itu, sejumlah kasus kekerasan muncul kembali di Poso sejak tahun 2004
bersamaan dengan upaya pemberantasan korupsi dana bantuan pengungsi senilai Rp
39,7 miliar. Salah satu bentuk teror itu adalah pengeboman terhadap kantor YPMS
dan Pusat Rekonsiliasi Konflik Poso yang memang giat mendesakkan pengusutan
kasus korupsi itu.
Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengemukakan, penyelidikan polisi kini
mengarah ke pelaku peledakan bom itu. Ia yakin, pada ahkirnya proses hukum
tersebut akan mengungkap kaitan bom Tentena dengan konflik Poso, Ambon dan
Mamasa. Ia juga mengemukakan, kemungkinan penggantian Kapolri Da’i Bachtiar
bisa saja terjadi, namun hal itu diserahkan kepada Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono.
Kalla juga menduga motif bom itu terkait dengan ideologi, bukan masalah korupsi.
Sebab, katanya, koruptor tidak akan menambah risiko perbuatannya dengan
pengeboman. "Tertangkapnya pelaku dapat menjelaskan bahwa pelakunya memiliki
hubungan yang erat antara Poso, Ambon, dan Mamasa," tegasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Pansus DPR tentang Poso, Azlaini Agus menilai langkah
yang paling penting untuk menyelesaikan masalah keamanan di Poso adalah dengan
mengusut tuntas masalah korupsi yang melibatkan sejumlah pejabat di daerah
tersebut. Kepada SH Rabu (1/6) pagi Azlaini Agus membantah pendapat Wakil
Presiden Wapres) Jusuf Kalla bahwa pelaku peledakan bom di Poso berasal dari
jaringan kelompok teroris tertentu.
"Saya membantah pendapat wakil presiden itu. Selama saya turun ke lapangan
bersama pansus tidak pernah menemukan hal itu. Pelaku peledakan di Poso saya
kira orang lokal di sana dan tidak ada campur tangan dari orang lain di luar Poso. Ini
masalah penuntasan korupsi di negeri kita yang tidak jelas," tegas anggota Komisi III
DPR dari fraksi Partai Amanat Nasional tersebut.
Ledakan bom di Pasar Sentral Tentena, Sabtu (28/5) lalu menurutnya dan
berdasarkan temuan pansus lebih merupakan usaha pengalihan isu atas dugaan
korupsi dana bantuan pengungsi di Poso sebesar Rp 40 miliar lebih.
Kasus ini diduga kuat melibatkan carataker Bupati Poso, Andi Azikun Suyuti, kata
anggota DPR itu. Dana sejumlah Rp 40 miliar itu katanya meliputi dana pemulangan
pengungsi, dana pembangunan rumah pengungsi dan dana bantuan kemanusiaan
yang berada di bawah pengawasan Andi Azikin Suyuti ketika menjadi Kepala Dinas
Bina Kesejahteraan Sosial Sulawesi Tengah. Hingga saat ini pertanggungjawabannya
belum jelas dan sudah mendapat sorotan dari sejumlah lembaga swadaya
masyarakat.
"Dari hasil audit BPKP Sulteng tahun 2003 ada Rp 7,73 miliar dari dana sebesar Rp
13,7 miliar yang tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh Bupati Poso. Pada tahun
2004 ada Rp 2,2 miliar yang tidak bisa dipertanggungjawabkan dan tidak diusut.
Sekarang tentu sudah membengkak lagi.
Dari laporan yang sudah diserahkan ke KPK ada Rp 26 miliar dana jaminan hidup dan
bantuan kemanusiaan yang tidak ada pertanggungjawabannya, dana pemulangan
pengungsi sebesar Rp 7 miliar, dan pembangunan rumah sebesar Rp 9 miliar," jelas
Azlaini Agus.
Dugaan pengeboman dilakukan oleh orang lokal semakin kuat juga karena sejauh ini
LSM yang selalu membantu penangan masalah Poso tidak pernah diganggu apalagi
diancam. Sebaliknya setelah beberapa LSM membongkar kasus korupsi, terjadi
ledakan bom di kantor salah satu LSM pada tanggal 28 April 2005 sekalipun tidak
menimbulkan korban jiwa. Ledakan bom Sabtu (28/5) lalu juga terjadi setelah rapat
kerja Pansus Poso dan Menko Polkumham, Widodo AS dan Mendagri, Moch
Ma’aruf yang merekomedasikan untuk tidak memperpanjang masa jabatan carataker
bupati Poso.
"Setelah rekomendasi itu keluar dengan segera ada demontrasi dari kelompok
tertentu yang menolak rekomendasi tersebut, meminta agar rekomendasi itu dianulir,"
kata Azlaini.
Ia dengan tegas menolak masalah pengeboman tersebut terkait masalah SARA,
karena potensi konflik SARA di daerah tersebut sudah tidak ada lagi. Apa yang terjadi
pada tahun 1998 ketika masalah Poso meledak pertama kali sebetulnya menurut
Azlaini Agus bukan karena SARA tetapi masalah penyimpangan dana KUT. Ketika
masalah tersebut hendak diusut muncul isu SARA yang ditiupkan para elite lokal.
(nor/han/ani/rik/ino)
Copyright © Sinar Harapan 2003
|