SINAR HARAPAN, Kamis, 04 Agustus 2005
Desakan Mengembalikan Otsus Papua Kian Kuat
Oleh Daniel Duka Tagukawi
Jakarta — Rencana untuk mengembalikan otonomi khusus (Otsus) Papua kepada
pemerintah pusat bukan sekadar ancaman, tapi sudah didesakkan oleh berbagai
elemen masyarakat di Papua. Sebab, masyarakat sudah tidak percaya dengan janji
pemerintah untuk konsekuen dalam melaksanakan Otsus Papua.
"Itu bukan ancaman, tapi merupakan kenyataan di lapangan. Silakan saja dilihat.
Saya hanya katakan, elemen masyarakat Papua menghendaki pengembalian Otsus,"
jelas Wakil Ketua Pansus Otsus Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), Jony
Banua Rouw kepada SH di Jakarta, Rabu (3/8).
Menurutnya, elemen masyarakat seperti mahasiswa, tokoh adat, tokoh agama dan
unsur perempuan terus mendesak DPRP untuk mengembalikan Otsus Papua.
Mereka memberikan batas waktu kepada DPRP untuk mengembalikan Otsus 15
Agustus 2005.
"Kami sudah berusaha untuk menyampaikan hal ini ke pemerintah pusat. Tapi kami
tidak memperoleh tanggapan yang diharapkan," ujarnya. Bahkan, DPRP sudah
menyurati Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tetapi tidak mendapat balasan.
Jony mengatakan, pihaknya selaku wakil rakyat tidak bisa berbuat banyak, bila
masyarakat Papua menghendaki hal seperti itu. DPRP dipilih rakyat, sehingga wajar
bila setiap langkah yang diambil harus menyesuaikan dengan aspirasi masyarakat
Papua. Yang paling tampak saat ini, kata Jony, rencana pemerintah menggelar
pemilihan kepala daerah (pilkada) Irjabar.
Padahal, sikap pemerintah pusat itu bertentangan dengan UU Otsus. Sebab, UU
Otsus menyatakan pemekaran dilakukan atas persetujuan Majelis Rakyat Papua
(MRP). Kalau pemerintah tetap menggelar pilkada di Irjabar, Jony khawatir, desakan
untuk DPRP menggelar sidang istimewa tidak terelakkan.
Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Irjabar, Regina Sauyui, mengatakan
waktu pelaksanaan pilkada di Irjabar belum dipastikan, karena harus menunggu
keputusan Mendagri.
Pihaknya sudah mengajukan usulan ke Mendagri agar pilkada Irjabar digelar 8
Agustus 2005.
Kapolri Jenderal Sutanto Rabu (3/8) usai kunjungan di Jayapura, Papua, mengatakan
menjelang 15 Agustus tidak akan ada penambahan pasukan di Papua, karena para
Kapolres mengatakan situasi masih aman. Kapolri mengharapkan kepolisian
melakukan pendekatan persuasif kepada masyarakat.
Pengamat politik Ikrar Nusa Bakti mengingatkan, pemerintah tidak bisa
menyelesaikan persoalan Papua melalui pendekatan keamanan sehingga tidak perlu
ada penambahan pasukan militer di wilayah tersebut. Yang perlu dilakukan
menerapkan Otsus sesuai Undang-undang No 21/2001 dan tidak membuka peluang
untuk opsi lain misalnya self goverment. Sebab hampir 70% masyarakat Papua akan
memilih untuk independen. "Meskipun harus diteliti lebih detail lagi karena
independen ini mempunyai versi yang sangat beragam. Ada yang merdeka untuk
berbudaya atau adil mendapatkan nafkah ekonomi," ujarnya.
Anggota Kongres Amerika Serikat Robert Waxler menegaskan pihaknya mendukung
integritas nasional Republik Indonesia. Hal itu berkaitan dengan isu gugatan
pengembalian Papua ke Indonesia dalam perjanjian New York 1963. Waxler
mengungkapkan hal itu usai diterima Presiden Yudhoyono bersama Duta Besar
Amerika Serikat Lynn B. Pascoe di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (4/8) siang.
(odeodata h Julia/papua), mega christina, emmy kuswandari, eddy lahengko/jakarta)
Copyright © Sinar Harapan 2003
|